Analisadaily.com, Medan — Banjir bandang dan longsor yang melanda wilayah Sumatera awal Desember 2025 meninggalkan duka yang mendalam. Data terbaru Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat korban meninggal dunia mencapai 914 jiwa, meningkat dari laporan sebelumnya 867 jiwa. Aceh menjadi daerah paling terdampak dengan 359 korban, disusul Sumatera Utara 329 jiwa, dan Sumatera Barat 226 jiwa. Selain itu, 389 warga masih hilang, menjadi fokus pencarian intensif tim SAR gabungan.
Kerusakan yang ditimbulkan sangat masif. Akses jalan dan jembatan terputus, layanan kesehatan terganggu, dan ribuan rumah terendam bahkan hanyut terbawa arus. Pemerintah pusat dan daerah, bersama BNPB, telah mengaktifkan status tanggap darurat, mengerahkan tim evakuasi, dan mempercepat penyaluran bantuan logistik ke wilayah yang sulit dijangkau. Saat ini, lebih dari 120 ribu pengungsi menempati ratusan titik penampungan, beberapa hanya bisa diakses melalui perahu atau jalur darurat.
Menanggapi situasi ini, DPD GAMKI Sumatera Utara, dipimpin Ketua Swangro Lumbanbatu, S.T., M.Si langsung menyalurkan bantuan ke posko-posko di Sumut dan Aceh, Rabu (10/12/2025). Bantuan meliputi makanan siap saji, air mineral, perlengkapan bayi, obat-obatan, alas tidur, dan selimut.
Distribusi logistik dilakukan merata, seperti di Medan Labuhan dan Medan Helvetia, bantuan berupa 1,2 ton bahan pokok, 200 liter minyak goreng, dan 200 kg gula dibagikan kepada warga terdampak. Di Deli Serdang, warga menerima 350 kg beras, 70 kg gula, dan 70 liter minyak goreng.
Sementara Langkat mendapat 750 kg beras, 30 dus mie instan, dan 50 kotak air mineral. Tapanuli Tengah menerima 1,25 ton beras dan 15 kardus pakaian layak pakai, sedangkan Sibolga memperoleh 1,25 ton beras, 10 kardus pakaian, dan 90 kardus mie instan. Aceh Tamiang juga mendapatkan dukungan 1 ton beras dan 50 kotak mie instan. Selain logistik, GAMKI Sumut menurunkan tim relawan lapangan untuk membantu evakuasi, penataan posko, dan distribusi bantuan secara efisien.
Ketua DPD GAMKI Sumut, Swangro Lumbanbatu, menekankan bahwa gerakan ini merupakan wujud nyata pelayanan kemanusiaan, berlandaskan solidaritas dan nilai-nilai gerejawi. Ia mengingatkan pentingnya koordinasi lintas provinsi untuk mencegah tumpang tindih dan meminimalkan beban logistik, serta memperkuat kerja sama dengan BPBD, pemerintah daerah, gereja lokal, dan DPD GAMKI Aceh.
Swangro menekankan perlunya kesadaran menjaga lingkungan, terutama hutan dan daerah tangkapan air, yang menjadi pondasi alami mencegah banjir dan longsor. “Kita jangan sampai menyesal kemudian, karena perusakan hutan dan lingkungan adalah bom waktu yang bisa menelan banyak korban di masa depan,” ujarnya. Ia juga menyerukan gotong royong masyarakat, lembaga gereja, dunia usaha, dan seluruh pemangku kepentingan, tidak hanya dalam tanggap darurat, tetapi juga dalam pemulihan jangka panjang bagi para penyintas.
(NAI/NAI)










