Reses Afif Abdillah: PKH Bergulir 18 Tahun, Ribuan Warga Tak Berkecukupan Banyak Belum Menikmati (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Meski pun Program Keluarga Harapan (PKH) sudah bergulir 18 tahun, namun masih banyak, bahkan ribuan warga tidak berkecukupan, khususnya di Kota Matsum (Komat) II, tidak mendapatkan bantuan pemerintah yang pertama kali digagas oleh Presiden ke–6, Susilo Bambang Yudhoyono tersebut.
"Sudah hampir belasan tahun PKH ini berjalan, namun masyarakat tidak mendapat apa-apa, apalagi Bantuan Langsung Tunai (BLT). Ini kan prosesnya kita tidak tahu bagaimana. Kalau kepling selalu menjadi bahan gedoran masyarakat. Seolah-olah dia punya keluarga yang didahulukan ternyata tidak. Namun hari ini masih banyak para ibu dan tetangga saya yang tidak dapat bantuan dari pemerintah itu," tegas Dedi Warga Kota Matsum I, Kecamatan Medan Area dalam Reses IV anggota DPRD Medan Afif Abdillah SE masa Sidang I Tahun Sidang 2025–2026 yang dilaksanakan di Jalan Puri, Nomor 154, Lingkungan 2, Kelurahan Kota Matsum 2, Kecamatan Medan Area, Minggu (21/12/2025).
Dedi minta agar pihak terkait secara benar dan jujur mendata warga yang memang berhak mendapatkan bantuan tersebut. Agar masyarakat yang memang benar-benar belum sejahtera bisa dibantu.
"Hari ini tokoh seperti Afif Abdillah lah yang peduli kepada warga. Perlu juga dari pihak kecamatan dan kelurahan segera secara jujur mendata warga yang benar benar dibawah garis kemiskinan. Sehingga tidak ada keluhan dengan adanya program yang super mewah ini," pintanya, yang kemudian kembali minta agar program UHC yang sudah berjalan baik di Komat dilakukan pendataan juga bagi warga yang benar benar membutuhkan program tersebut.
Di kesempatan itu, Dedi juga menyampaikan bahwa parit di kawasan Puri tidak berfungsi. “Bagaimana jika difungsikan agar sedimentasi air bisa mengalir ke parit besar. Karena hari ini parit kurang dalam dan sedimentasi, batu dan lain lainnya. Sehingga menyebabkan banjir jika hujan turun," tegasnya.
Dedi juga menyampaikan keresahannya terkait narkoba yang sebenarnya dikembalikan lagi kepada masyarakat. Meskipun dibuat gerakan berantas narkoba, tidak akan berjalan kalau masyarakatnya pasif. Nah ini kembali kepada masyarakatnya. Jika warga mendapati ada gejala-gejala narkoba sebaiknya laporkan.
"Atau memang power of emak-emak ini kejam ini pak. Bisa dibakar orang itu hidup-hidup oleh emak-emak ini," cetusnya.
Warga lainnya Indra yang juga mantan Kepling 14, Kota Matsum II, Kecamatan Medan Area menyampaikan bahwa parit melintang di lingkungan 14, sampai sekarang masih mendangkal.
"Jika dikerjakan oleh pihak kecamatan tidak bisa. Karena dangkal kali. Oleh karena itu saya minta kepada Afif agar memfasilitasi pengerukan parit tersebut," pintanya.
Sebenarnya, lanjut Indra, sejak masih menjabat kepling, saya sudah usulkan ke anggota dewan. Tapi jawabannya hanya siap, siap saja. Faktanya, sampai sekarang masih juga tidak dikerjakan.
Di kesempatan itu, Indra juga menjelaskan bahwa penerima bantuan PKH dan BLT bukan ditentukan oleh kepling. "Bantuan itu dari pusat. Kepling hanya mengusulkan saja. Namun keputusannya pihak pusat," cetusnya.
Menyahuti keluhan warga, Afif Abdillah mengaku sudah menghubungi Kadis PU Kota Medan. "Saya minta mulai minggu depan harus fokus di wilayah Kota Matsum. Saya juga sudah sampaikan ke Pak Camat, dari keluhan warga dalam Reses ini dicatat. Kita perbaiki dengan menggunakan alat berat, tidak ada lagi P3SU," jelas Ketua Bapemperda DPRD Kota Medan itu.
Jadi sedimen itu, lanjut Afif, tanah itu nanti dikorek. "Dan yang paling penting jangan usai dikorek lalu ditumpuk di atas parit, ya pasti turun lagi kalau hujan turun. Yang jelas saya sudah minta di beberapa titik di wilayah Kota Matsum dikerjakan minggu depan," tegas Ketua Fraksi NasDem DPRD Kota Medan yang duduk di Komisi II tersebut.
Terkait PKH, sambung Afif yang juga Ketua DPD Partai NasDem, yang menentukan dari pusat bukan kepling. Tapi memang khusus untuk Kota Matsum memang ada masalah. Di sini banyak rumah lama, jadi tidak bisa dinilai desilnya. Kalau di Bansos ada namanya desil, desil 1 sampai 5. Intinya ada aturannya, rumah termasuk salah satu dalam penilaian.
Sementara rumah di kawasan Kota Matsum ini bagus-bagus, karena rumah warisan. Tapi orangnya di dalam kesusahan semua. Ini yang sering kejadian di Komat.
"Dan penilaian ini tidak efektif penilaian. Hal ini Sering terjadi. Mungkin di Utara sana rumahnya gubuk. Tapi tidak di sini, di sini orangnya bukan kaya-kaya, karena rumah berdinding semua, hasil dari warisan. Komat tidak bisa disamakan dengan yang lain," cetus Afif.
Oleh karena itu, lanjut Afif, kita rubah peraturannya, khusus untuk Komat kita tidak bisa berlakukan penilaian yang sama. "Jangan lihat dari rumah, tapi lihat di dalamnya berapa orangnya, apa kerjanya, pendapatannya berapa. Tidak bisa hanya dilihat dari rumah. Ada yang bilang bisa dilihat dari jumlah sepeda motornya yang banyak. Sepeda motor juga tidak bisa jadi patokan," jelasnya.
Bisa jadi sepeda motor itu digunakan untuk ojol. Ojol juga setengah mati. Belum lagi sepeda motornya kredit, tidak bayar pajak sampai 5 tahun. Jadi peraturan itu banyak yang tidak bisa digunakan di tempat tempat di Kota Medan.
"Beda tempat beda kebutuhan beda cara. Makanya saya lebih milih caranya langsung lihat ke dalam, betul tidak orangnya susah. Banyak yang salah kaprah di Komat, tidak mampu nampaknya mampu karena rumahnya bagus," pungkasnya.
(MC/RZD)