Ketahanan Pangan Sumut Harus Ditopang Irigasi, SDM, Hingga Jaminan Harga

Ketahanan Pangan Sumut Harus Ditopang Irigasi, SDM, Hingga Jaminan Harga
Ketahanan Pangan Sumut Harus Ditopang Irigasi, SDM, Hingga Jaminan Harga (Analisadaily/zulnaidi)

Analisadaily.com, Medan - Ketahanan pangan di Sumatera Utara hanya dapat terwujud jika didukung secara menyeluruh, mulai dari infrastruktur irigasi hingga jaminan harga hasil pertanian bagi petani.

Setidaknya ada enam faktor utama yang harus menjadi perhatian pemerintah, pertama ketersediaan air irigasi yang memadai. Kedua, ketersediaan sarana produksi pertanian seperti pupuk, benih, dan obat-obatan. Ketiga, sumber daya manusia yang unggul, baik petani maupun penyuluh pertanian lapangan (PPL).

“Yang keempat itu permodalan, salah satunya melalui koperasi, termasuk Koperasi Merah Putih. Kelima adalah pemanfaatan teknologi dan mesin pertanian modern. Dan yang tidak kalah penting, yang keenam, harga jual hasil pertanian harus terjamin,” ujar Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRD Sumut), Ir Yahdi Khoir Harahap MBA kepada wartawan di ruang kerjanya gedung dewan, Jalan Imam Bonjol, Medan, Selasa (23/12/2025).

Menurut Yahdi, pentingnya harga patokan minimum gabah, yakni Rp6.500 per Kilogram. Jika di lapangan dibawah angka tersebur, maka pemerintah wajib melakukan intervensi dengan membeli hasil panen petani melalui Bulog.

“Tujuannya agar harga tetap stabil dan petani tidak dirugikan, terutama saat panen raya,” ucapnya.

Yahdi juga mengingatkan bahwa Indonesia sebelumnya masih mengimpor beras hingga 4,5 juta ton, tetapi pada tahun 2025 ini per Oktober sudah surplus 4,7 juta ton. Sehingga perlindungan terhadap petani menjadi keharusan dalam rangka meningkatkan produktifitas pertanian mendukung Swasembada pangan.

Untuk mendukung sektor pertanian, lanjut Yahdi, pada tahun anggaran 2026, alokasi anggaran Sumber Daya Air (SDA) di Sumut meningkat hampir Rp300 miliar.

Dia menambahkan, Gubernur Sumut Bobby Nasution telah menyetujui pemisahan pengelolaan SDA (sumber daya air) tanpa menambah jumlah organisasi perangkat daerah (OPD).

Sebagai konsekuensinya, dilakukan penggabungan dinas. Dinas Ketahanan Pangan dan Hortikultura digabung dengan Dinas Perkebunan dan Peternakan dan dilebur menjadi Dinas Pertanian.

“Jumlah OPD tetap 42, hanya terjadi perubahan struktur dan nomenklatur,” imbuhnya.

Yahdi mengakui bahwa bencana banjir yang melanda sejumlah wilayah di Sumut berdampak langsung terhadap lahan pertanian dan jaringan irigasi. Tercatat ada 13 kabupaten/kota yang terdampak, terutama akibat curah hujan tinggi.

Yahdi juga menjelaskan kewenangan pengelolaan irigasi terbagi berdasarkan luas areal, mulai dari kabupaten/kota, provinsi, hingga Pemerintah Pusat melalui Balai Wilayah Sungai (BWS). Namun, banyak sungai lintas kewenangan sehingga membutuhkan kolaborasi lintas pemerintah.

“Kalau sungai tidak dikelola bersama, sedimentasi tinggi, air tidak terdistribusi optimal, dan akhirnya merugikan petani,” ujarnya.

Untuk penanganan sedimentasi dan perbaikan tanggul, pemerintah telah mengalokasikan Rp7,5 Miliar pada 2026. Penanganan darurat juga telah dilakukan guna mengurangi risiko jebolnya tanggul di sejumlah titik rawan.

Dukungan Pemerintah Pusat

Yahdi menambahkan, pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR dan Kementerian Pertanian telah melakukan pendataan dan menyusun langkah penanganan jangka pendek maupun panjang. Presiden juga menyiapkan anggaran Rp51,28 Triliun untuk penanganan bencana di tiga provinsi, termasuk Sumatera Utara.

Anggaran tersebut mencakup perbaikan jalan, jembatan, irigasi, pertanian, sekolah, hingga rumah warga, serta pemulihan sektor pertanian agar tidak terlalu lama terganggu.

“Yang terpenting, recovery pertanian harus cepat agar ketahanan pangan dan ekonomi petani tetap terjaga,” pungkas Yahdi.

(NAI/NAI)

Baca Juga

Rekomendasi