Oleh: Fadmin Prihatin Malau. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Su-rah An-Nisa ayat 29 yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali melalui perniagaan yang dilakukan dengan cara suka sama suka di antara kamu, dan jangan kalian membunuh bangsamu sendiri. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu.”
Memakan harta sesamamu dengan cara yang batil. Firman Allah SWT ini harus kita renungkan secara dalam karena maknanya sangat luas. Memakan harta sesamamu dengan cara yang batil berartikan harta yang diperoleh dengan cara korupsi, menipu, mencuri diharamkan Allah SWT.
Memakan harta berarti bisa menjadi sumber makanan yang dimakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan makanan merupakan sumber energy, sumber kehidupan bagi manusia.
Bisa jadi dari harta yang diperoleh dengan cara batil itu digunakan untuk membeli makanan yang halal. Bila merujuk kepada Firman Allah SWT Surah An-Nisa ayat 20 itu maka makanan halal yang dibeli itu bisa menjadi tidak halal sebab bersumber dari harta yang diperoleh dengan cara batil.
Dalam kehidupan kita sehari-hari hal-hal yang haram ada yang jelas, ada yang kurang jelas maka Allah SWT berulangkali dalam Al-Qur’an memperingatkan manusia dengan mengatakan, ”Apakah kamu (manusia) tidak berpikir.”
Pada konteks ini Allah SWT meminta manusia untuk mempergunakan otak yang telah diberikan Allah SWT kepada manusia untuk dipergunakan. Allah SWT maha mengetahui kemampuan manusia karena manusia ciptaan-Nya.
Pemahaman makanan halal tidak sebatas yang ada pada Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 173 yang artinya, ”Sesungguhnya Allah mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Firman Allah SWT ini menunjukkan makanan yang haram secara jelas dan harus menjadi pedoman bagi umat Islam agar jangan sampai memakannya. Namun, kembali Allah SWT mengingatkan manusia untuk menggunakan akalnya dalam memakan makanan yang halal.
Allah SWT mempertegas Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 173 dengan Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al-Maa’idah ayat 3 yang artinya,”Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Allah SWT mengharamkan mengundi nasib yang dapat diartikan berjudi maka semua harta yang diperoleh dari hasil judi adalah haram. Bila harta dari hasil judi ini dipergunakan untuk membeli makanan halal maka makanan yang halal itu bisa menjadi haram.
Hal ini karena Surat Al-Maa’idah ayat 3 menyebutkan makanan yang haram yakni bangkai, darah, daging babi maka sesungguhnya mengundi nasib atau melakukan hal-hal yang bersifat judi untuk memperoleh harta juga haram.
Cukup jelas penjelasan Allah SWT tentang daging babi dan makanan haram bagi umat Islam. Konsep makanan haram harus dipahami umat Islam dengan baik dan benar karena Allah SWT telah mengingatkan dalam Surat Al-Maa’idah ayat 3, “Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan.”
Makanan Haram Merusak Syaraf
Dari Firman Allah SWT harus dipahami bahwa sumber makanan dari jalan yang tidak baik yakni uang haram hasil korupsi, uang haram dari hasil judi apa bila dibelikan untuk bahan makanan yang halal juga akan menjadi makanan yang haram.
Konsep makanan haram sebaiknya dimaknai secara luas meskipun makanan yang haram itu ada yang jelas seperti babi dan yang lainnya. Hal yang kongkrit makanan yang haram ini menjadi pedoman dasar bagi umat Islam untuk memahami konsep makanan haram secara luas.
Makanan yang kongkrit haram seperti daging babi dan lainnya berkorelasi dengan makanan lain yang apa bila sumber mendapatkan makanan itu juga dari jalan yang diharamkan Allah SWT.
Sumber mendapatkan harta menjadi hal yang utama karena Allah SWT menegaskan kembali dalam Al-Qur’an Surat Al Baqarah ayat 188 yang artinya, “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain dengan cara yang batil dan (jangan pula) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, karena ingin memakan (mengambil) sebagian dari harta orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kalian mengetahuinya).”
Uang hasil korupsi dan kejahatan lain bila digunakan membeli makanan untuk dimakan maka sesungguhnya makanan itu juga haram. Ingat, larangan memakan harta orang lain dengan cara yang ilegal (tidak resmi) atau korupsi sebagaimana ditegaskan Allah SWT dalam Al-Qur’an merupakan pelarangan mutlak.
Secara medis dan psikologi terbukti mereka yang memakan harta orang lain atau melakukan korupsi uang negara, uang rakyat bisa merusak sistem syaraf. Satu penelitian membuktikan makanan yang haram atau bersumber dari yang haram maka tumbuh dan berkembang energi negatif dalam diri mereka.
Tumbuh dan berkembangnya energi negatif ini membuat energi positif dalam tubuh mereka berkurang dan menjadi sedikit sehingga mengganggu sistem syaraf dalam tubuh. Hasil penelitian ini sejalan atau sesuai dengan Hadist Nabi Muhammad SAW diriwayatkan Jabir bin Abdullah yang artinya, “Bahwa Rasulullah telah berkata kepada Ka’b: “Wahai Ka’b bin ‘Ujrah,“Sungguh tidak akan masuk surga orang yang dagingnya tumbuh dari makanan yang haram.”
Hadist Nabi Muhammad SAW ini bila dikaitkan dengan proses metabolisme dalam tubuh manusia terbukti bahwa makanan yang dimakan berpengaruh kepada pertumbuhan phisik dan kejiwaan manusia. Benarlah bila seseorang memakan makanan yang berasal dari sumber yang halal maka seseorang itu akan berperilaku baik. Namun, bila makanan yang dimakan itu bersumber dari yang haram maka mendorong seseorang itu berprilaku buruk.
Hadist Nabi Muhammad SAW dan hasil penelitian tentang proses metabolisme tubuh manusia sejalan dengan pendapat para ahli fikih yang sepakat menyatakan haram berwudhu dengan air yang dicuri atau dirampas sekalipun berwudhunya sah. Artinya memakan makanan yang bersumber dari uang haram itu pasti mengenyangkan perut akan tetapi tetap haram atau dilarang.
Konsep makanan haram harus dilihat secara universal, tidak hanya sebatas kasat mata atau yang tampak saja seperti haram memakan hewan bertaring, hewan buas, binatang melata, babi, anjing, kucing dan yang sejenisnya.
Umat Islam harus berpikir luas tentang makanan haram yang sesungguhnya agar terhindar dari makanan haram, baik zatnya haram maupun sumber dari makanan itu berasal dari yang haram.
Dalam kehidupan kita sehari-hari selalu merasa sudah memakan makanan yang halal karena zat makanan itu adalah halal. Sebaiknya berpikir lagi apakah zat makanan yang halal itu juga bersumber dari yang halal. Contoh sederhana apakah makanan yang kita makan itu dari uang haram. Hal ini harus kita sadari dalam kehidupan sehari-hari. ***
Penulis Dosen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Medan.