Oleh: Drs. Indra Muda Hutasuhut, MAP
Dalam kurun waktu sekitar dua tahun terakhir, penderita penyakit kusta di Kota Medan semakin mudah kita temukan. Mereka mengemis di beberapa persimpangan jalan dan lampu merah traffic light seperti Jalan Sutomo, Jalan Thamrin, Jalan H. Juanda, Jalan Jamin Ginting, Jalan A.H. Nasution, Jalan Gatot Subroto, Pajak Ikan Lama dan lain-lain. Dengan berbalut luka di tangan, kaki, dan beberapa anggota tubuh lainnya, lalu menyodorkan tangan kepada pengendara yang lalu lalang untuk memohon belas kasihan. Untuk menggugah rasa iba yang lebih dalam dari pengguna lalu lintas, di beberapa lokasi mereka menggelar spanduk yang bertuliskan, "Mohon Bantuan Untuk Membeli Makanan Karena Bantuan Dari Pemerintah Telah Dihentikan".
Dengan berlarut-larutnya masalah ini, beragam tanda tanya-pun timbul di hati masyarakat, yaitu "Untuk mengentaskan fakir miskin dan anak telantar sebenarnya tanggung jawab siapa?
Bercermin kepada amanah yang terkandung dalam Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 bahwa, "Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara". Selanjutnya ayat (2) UUD 1945 menyebutkan, "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan". Dengan demikian, jelas bahwa tanggung jawab untuk menangani dan mengentaskan kaum marginal Penca-Kusta di Kota Medan dan Sumut adalah ranahnya pemerintah. Dalam hal ini tentu saja Pemprovsu, Pemko Medan dan instansi terkait. Untuk menampung penderita kusta di Kota Medan sekitarnya, pemerintah sebenarnya sudah mendirikan Rumah Sakit Kusta yang berada di Sicanang Belawan. Namun, secara perlahan tapi pasti para pasien berangsur-angsur meninggalkan Rumah Sakit Kusta tersebut dengan alasan, "bantuan makanan dan obat-obatan telah dihentikan".
Mengemis
Dari 357 orang pasien yang dirawat di Rumah Sakit Kusta Sicanang Belawan, umumnya berada dalam kondisi kesehatan yang memprihatinkan, sehingga mereka mengambil jalan pintas mengemis untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan biaya membeli obat-obatan yang mereka perlukan. Nasib yang sama juga dialami pasien kusta pada UPT RS Lao Simimi Kabanjahe, UPT Penyakit Kusta Belidahan di Dusun XII Desa Simpang Empat Kecamatan Sei Rampah Sergai. Dengan kondisi pasien yang sangat memprihatinkan ini, masyarakat sekitar RS Kusta Sicanang, UPT RS Lao Simimi Kabanjahe, UPT Penyakit Kusta Belidahan di Dusun XII Desa Simpang Empat Kecamatan Sei Rampah Sergai turut mengeluh, karena para pasien dibiarkan begitu saja oleh para pejabatnya tanpa ada pengobatan medis secara maksimal. Selain dari pelayanan medis yang terbatas, konon kehadiran pegawai Rumah Sakit Kusta juga tidak rutin tanpa ada alasan yang jelas, sehingga ketika pasien membutuhkan pelayanan medis mereka tidak tahu kepada siapa harus menyampaikannya.
Sejak tanggal 1 April 2013 jatah bulanan yang selama ini diterima penderita kusta berupa beras 15 kilo gram, minyak makan 1,5 liter, gula 1,5 kilo gram, minyak tanah tiga liter, ikan 1 kilo gram, garam satu bungkus, sabun cuci tiga batang, teh satu bungkus, susu satu kaleng, dan daging satu kilo gram telah dihentikan.
Selain dari penghentian bantuan makanan, kehidupan mereka semakin memprihatinkan dengan tidak adanya fasilitas yang layak seperti, sprei, sarung bantal, selimut, bantal, handuk, piring, gelas, mangkok, cangkir, pakaian, piyama, kaos oblong dan sarung. Kondisi ini semakin mendorong para pasien untuk mengemis di jalanan.
Dengan penghentian bantuan tersebut, beberapa kali pasien kusta Rumah Sakit Kusta Sicanang Belawan dan Rumah Sakit Kusta Belidahan di Sei Rampah melakukan aksi unjuk rasa ke Gedung DPRD Sumatera Utara di Medan. Namun, jawaban yang mereka terima masih sebatas janji tanpa realita. Seorang penderita penyakit kusta, M Ilyas Siregar mengatakan masyarakat penderita kusta sangat mengharapkan bantuan yang selama ini mereka terima. Kami telah meminta kepada DPRD Sumut agar bisa membantu kami untuk mendapatkan bantuan tersebut. Aksi demonstrasi yang dilakukan ke DPRD Sumut pernah nyaris bentrok karena mereka berusaha membakar ubi di Gedung DPRD Sumut sebagai simbol mereka tidak lagi memiliki makanan di penampungan.
Menanggapi tuntutan tersebut, Nur Hasanah dari Komisi E DPRD Sumut (periode 2009-2014) berjanji akan menyampaikan permasalahan ini kepada instansi terkait. Lebih lanjut beliau mengatakan, kami hanya sebagai menampung aspirasi masyarakat dan akan menyampaikannya kepada institusi yang berwenang. Di Sumatera Utara ada empat panti penampungan penderita kusta yaitu, Unit Pelaksana Teknis Rumah Sakit Kusta (UPT RSK) Sicanang Belawan , UPT RSK Lau Simomo, UPT RSK Hutasalem, dan UPT RSK Belidahan Sei Rampah. Sebagai wakil rakyat kami akan terus memperjuangkan nasib rakyat agar dapat hidup secara layak dan menjembatani tuntutan rakyat kepada pemerintah. Namun apa mau dikata, hingga anggota DRRD Sumut telah berganti dan Presiden pun telah beralih dari bapak SBY kepada Jokowi, nasib pasien kusta tetap saja tidak berubah.
Carut marutnya uang makan, uang minum dan pelayanan medis para penderita kusta merupakan ekses carut marutnya anggaran di Pemprov Sumut. Menurut informasi bahwa, Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumatera Utara (Sumut) telah mengusulkan Rp4 miliar untuk penyediaan makanan dan minuman bagi pasien rumah sakit kusta (RSK) dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Tahun 2013. Sementara itu berdasarkan penjelasan Inspektorat Pemprov Sumut Azhari, pihak Pemprov Sumut belum bisa memutuskan pencairan bantuan karena belum ada payung hukum. Simpang siur alokasi anggaran untuk biaya makan, minum dan pelayanan kesehatan penderita penyakit kusta RSK Sicanang konon mengarah kepada tuduhan adanya penyalahgunaan anggaran. Anggaran yang seharusnya diperuntukkan untuk biaya makan, minum dan pelayanan kesehatan pasien, disalahgunakan oknum-oknum tertentu untuk kepentingan pribadinya. Ketika melakukan aksi demonstrasi ke Kantor DPRD Sumatera Utara, para pasien RS Kusta Sicanang sering mengangkat isu ini sehingga semakin mengundang perhatian masyarakat yang menyaksikan aksi demonstrasi tersebut.
Berlarut-larutnya penanganan Penca-Kusta di Provinsi Sumatera Utara merupakan ekses lempar tanggung jawab instansi terkait (Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Pemko Medan, Pemprovsu). Oleh karenanya Gubsu yang berfungsi sebagai administrator kemasyarakatan, administrator pembangunan dan administrator pemerintahan di Sumatera Utara sebaiknya turun tangan untuk melaksanakan amanah pada pasal 34 ayat (1) dan (2) UUD 1945 dan turut bertanggung jawab atas derita pasien.***
* Penulis adalah Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Medan Area.