Sisi Gelap Listrik Indonesia

Oleh: Iswadi

Seluruh segi kehidupan manusia saat ini tidak bisa terpisahkan dari ketergantungan akan listrik. Mulai dari aktivitas di rumah, sekolah, kantor, pabrik dan masih banyak lagi, semua itu membutuhkan listrik. Listrik memainkan peranan yang sangat urgen yakni sebagai sumber energi baik untuk energi penerang, menghidupkan mesin dan komputer, pengisi daya handphone, energi panas untuk memasak dan menyetrika, dan lain sebagainya. Peranannya yang sangat penting itu menempatkan listrik menjadi kebutuhan pokok di masa ini. Sehingga tidak berlebihan jika dikatakan listrik telah menjadi nadi tersendiri bagi manusia.

Listrik di Indonesia pada awalnya merupakan produk monopoli yang dijaga dan diatur penggunaannya oleh negara untuk dapat dirasakan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sehingga produksi dan distribusi listrik dikuasai secara utuh oleh pemerintah. Perusahaan Listrik Negara yang disingkat dengan PLN merupakan perusahaan milik negara yang dilimpahi wewenang untuk mengelola semua aspek ketenagalistrikan yang ada di Indonesia. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 1972, dimana status Perusahaan Listrik Negara (PLN) ditetapkan sebagai Perusahaan Umum Listrik Negara dan sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK) dengan tugas menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan umum. Namun, seiring dengan kebijakan pemerintah yang memberikan kesempatan kepada pihak swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan listrik, maka sejak tahun 1994 silam, status PLN beralih dari Perusahaan Umum menjadi Perusahaan Perseroan dan juga sebagai PKUK dalam menyediakan listrik bagi kepentingan umum hingga saat ini. Sehingga sekarang di Indonesia terdapat dua jenis perusahaan yang bergerak dalam bidang penyedia listrik yaitu perusahaan milik negara dan swasta.

Pada tanggal 27 Oktober setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Listrik Nasional, untuk tahun 2014 ini terbilang sudah kali ke 69 dilakukan peringatan tersebut sejak tahun 1945 silam. Hari Listrik Nasional sendiri merupakan peringatan akan peristiwa nasionalisasi yang dilakukan oleh presiden Soekarno terhadap perusahaan-perusahaan listrik yang sebelumnya dikuasai penjajah. Namun, amat disayangkan dalam rentang waktu yang sudah terbilang panjang ini masalah klasik listrik di Indonesia yakni pemadaman listrik dan belum maksimalnya rasio elektrifikasi yang masih belum juga menemui titik terang penyelesaiannya.

Masyarakat kita bahkan sudah terbiasa dengan pemadaman listrik bergilir yang sering terjadi dari tahun ke tahun. Tidak heran memang, masyarakat terkadang sering menghujat PLN yang sesukanya memadamkan aliran listrik dengan waktu yang kurang tepat, seperti ketika waktu maghrib saat dimana masyarakat ingin melaksanakan ibadah. Dampak yang ditimbulkan dari pemadaman ini diantaranya terganggunya kegiatan industri dan bisnis sehingga dapat menimbulkan turunnya produktivitas yang akan berdampak pada kerugian, layanan publik dan perkantoran terganggu, rumah warga rawan kemalingan akibat kondisi gelap tanpa pencahayaan di malam hari, anak sekolah dan mahasiswa terganggu belajarnya, masyarakat harus merogoh kantong lebih dalam lagi untuk membeli lilin sebagai pelita serta membeli bensin untuk menghidupkan genset. Dan tidak jarang kebakaran rumah sering terjadi ketika mati lampu, diakibatkan dari lilin yang teledor diletakkan oleh para pemilik rumah.

Faktor utama penyebab masalah pemadaman listrik bergilir yang sering terjadi disebabkan karena pasokan listrik yang tidak mencukupi kebutuhan rakyat Indonesia. Kebutuhan listrik terus mengalami peningkatan seiring dengan lonjakan penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini terjadi akibat dari kurangnya infrastruktur dari pembangkit tenaga listrik yang kurang memadai sehingga energi listrik yang dihasilkan pun kurang maksimal dan tidak mencukupi konsumsi dalam negeri. Tingkat konsumsi rata-rata per kapita masyarakat Indonesia per tahun sebesar 528,87 kWh/tahun, tingkat konsumsi ini lebih rendah jika dibandingkan dengan Thailand yang mencapai 1965,98 kWh/tahun, Malaysia 3256,35 kWh/tahun dan Singapura yang menyentuh angka 7695,91 kWh/tahun, serta Brunei Darussalam sebanyak 7771,79 kWh/tahun.

Ketidakpuasan masyarakat terhadap layanan PLN pun semakin diperparah dengan kenaikan tarif dasar listrik yang terus melambung tinggi. Hal ini membuat resah warga golongan ekonomi menengah ke bawah apalagi dengan dunia usaha yang sangat bergantung pada listrik untuk mendukung kegiatan produksinya. Kekecewaan masyarakat pun beralasan, ketika tarif listrik naik namun tidak diimbangi dengan layanan PLN yang semakin membaik.

Sisi gelap listrik Indonesia bertambah gelap dengan sebagian rakyat Indonesia yang masih belum menikmati fasilitas aliran listrik di rumahnya. Sehingga apabila senja tiba kegelapan pun akan menyelimuti rumah mereka. Terhitung sudah 69 tahun Indonesia merdeka dan peringatan Hari Listrik Nasional diperingati, namun masih ada rakyat Indonesia yang belum merasakan cahaya dari sebuah bola lampu. Lagi-lagi masalah infrastruktur yang menjadi alasan pemerintah kenapa masih ada daerah yang belum mendapatkan aliran listrik. Seperti yang dilansir dalam detik finance (13 Juni 2013) menunjukkan terdapat 10.211 desa di Indonesia yang belum mendapatkan fasilitas aliran listrik. Jumlah tersebut kurang lebih 13 persen dari total seluruh desa di Indonesia yang mencapai 72.944 desa atau kelurahan hingga akhir 2012. Dari tahun ke tahun rasio elektrifikasi nasional terus mengalamai kenaikan mulai dari tahun 2010-2013 adalah 67,2 persen, 72,9 persen, 75,8 persen dan 77,65 persen (Statistik Listrik Nasional 2012). Diharapkan kedepannya rasio elektrifitas dapat menyentuh angka 99,9 persen, agar kemerdekaan terhadap kegelapan dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.

Untuk wilayah Sumatera Utara sendiri berdasarkan data dari Harian Medan Bisnis yang dimuat pada 6 April 2014 bahwa pada bulan Maret 2013 terdapat 421.660 rumah dari 2.611.977 rumah yang belum mendapatkan aliran listrik. Sehingga rasio elektrifikasi di Sumatera Utara pada bulan Maret 2013 masih dalam kisaran 86,45 persen. Jumlah 421.660 rumah tangga yang tidak mendapatkan fasilitas aliran listrik itu, semuanya tersebar di 1.154 desa dari 5.779 desa yang ada.

Bijaksana dalam Mengkonsumsi Listrik

Jika telah diketahui akar permasalahan listrik Indonesia selama ini adalah mengenai masalah pembangkit tenaga listrik yang kurang mampu memberikan suplai energi listrik terhadap seluruh masyarakat Indonesia karena infrastruktur yang kurang memadai. Maka sudah seharusnya pemerintah mengambil tindakan bagaimana memperbaiki infrastruktur yang ada agar dapat menghasilkan energi listrik yang besar sehingga seluruh rakyat Indonesia dapat menikmati fasilitas listrik di rumahnya masing-masing. Membuat pembangkit listrik terbarukan dengan tidak hanya menitikberatkan pada pembangkit listrik tenaga air yang selama ini kita andalkan adalah salah satu solusi yang patut dipertimbangkan dan segera direalisasikan. Masih ada potensi tenaga alam yang belum optimal digali untuk dijadikan sumber pembangkit tenaga listrik, seperti energi panas bumi, angin, dan sinar matahari. Atau bahkan opsi untuk membuat pembangkit listrik tenaga nuklir bisa dijadikan solusi atas kekurangan suplai energi listrik di Indonesia saat ini.

Ketika pemerintah telah berusaha untuk mencukupi nafkah listrik bagi rakyatnya, sudah seharusnya kita sebagai rakyat Indonesia mendukung pemerintah dengan tidak melakukan pemborosan terhadap pemakaian listrik. Sikap hemat listrik dengan mematikan lampu di siang hari, menggunakan lampu hemat energi, dan menggunakan listrik sesuai porsi dan kebutuhan merupakan contoh kecil yang sangat bermanfaat. Dengan sikap bijaksana dalam mengkonsumsi listrik semoga hal itu dapat mengikis sisi gelap listrik di negeri ini. ***

Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sumut dan anggota KSEI UIE

()

Baca Juga

Rekomendasi