Oleh: Agus Salim
Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Kata-kata terakhir inilah buat Gayatri Wailissa. Duka yang mendalam karena kehilangan putri terbaik bangsa. Seorang anak Indonesia yang memiliki kemampuan poliglot yang luar biasa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Poliglot adalah dapat mengetahui, menggunakan, dan menulis dalam banyak bahasa. Orang yang pandai dalam berbagai bahasa.
Gayatri, anak belia yang mampu menguasai belasan jenis bahasa asing. Ia mampu menguasai bahasa Inggris, Spanyol, Italia, Jepang, Mandarin, Rusia, India, Korea, Arab, Jerman, Prancis, Belanda dan Tagalog. Suatu prestasi yang luar biasa yang teramat jarang dimiliki seseorang.
Sungguh malang, anak belia yang memiliki belasan bahasa asing tinggal kenangan. Pada beberapa hari yang lalu, ia mengalami kecelakaan ketika berolahraga. Kecelakaan ini mengakibatkan ia mengalami pendarahan di otaknya. Musibah yang dialaminya ini mengakibatkan ia meninggal dunia, Kamis malam (23/10).
Dalam suatu penampilannya di televisi swasta beberapa waktu yang lalu, ia menunjukkan kemampuannya yang super. Ia berpidato dengan berbagai bahasa secara fasih dan lancar. Suatu yang sangat istimewa dari dirinya adalah ia mampu menguasai bahasa asing dengan metode otodidak. Yakni menguasai bahasa tanpa belajar. Seperti kursus, belajar formal atau nonformal dalam suatu pendidikan bahasa atau lainnya.
Di tengah keterbatasan keuangan orangtuanya, ia mampu mengasah kemampuan sehingga menjadi anak yang luar biasa. Usahanya belajar secara otodidak telah membuatnya dikenal bukan hanya di Indonesia, tetapi dunia. Kerja dan belajar kerasnya telah mengantarkannya menjadi duta ASEAN untuk anak-anak di Thailand. Melalui forum inilah dunia mengenal nama Gayatri Wailissa. Sekaligus telah mengharumkan nama Indonesia. Bahkan Gayatri pernah mendapatkan penawaran beasiswa dari berbagai negara. Namun dengan berbagai pertimbangan ia tidak dapat menerima beasiswa tersebut.
Awalnya penulis tidak mengenal sosok Gayatri. Penulis mengetahui dari sebuah info tulisan berjalan di sebuah televisi swasta. Kemudian berlanjut mencari dari berbagai media. Ternyata segudang prestasi telah diraihnya. Di antaranya juara 1 Kompetisi Cerita Rakyat 2006, juara Bertutur Kanak-kanak 2007, juara 2 lomba cerpen nasional 2008, juara 1 dalam lomba cipta puisi 2009, juara 3 lomba baca puisi provinsi 2009, juara 2 lomba karya ilmiah sains terapan 2012, dan juara esay nasional “Hari Perdamaian Dunia” 2012. Ia juga mengikuti berbagai kegiatan. Di antaranya Ketua Forum Perdamaian (KAPATA DAMAI), penerjemah bahasa, penulis sastra (puisi, prosa, novel), instruktur teater dan penyiar radio. (kompasiana.com)
Sebelumnya, televisi swasta telah menampilkan Gayatri sebagai bintang tamu tepatnya di acara Kick Andy, Bukan Empat Mata, dan Hitam Putih. Dalam penampilannya, sosok yang masih belia menunjukkan kemampuannya dalam menguasai bahasa asing di hadapan banyak orang. Dia berdialog dengan bahasa yang tersusun rapi. Dia berbicara layaknya seorang yang sudah lama menyelami seluk beluk hidup. Dia tampil memukau dengan gaya bahasa yang dewasa. Sehingga tidak kelihatan dia adalah seorang anak belia.
Prestasi dan semangat belajar Gayatri menjadi cambukan bagi kita semua akan kepedulian kita terhadap dunia pendidikan dan pendidikan anak-anak. Keterbatasan finansial tidaklah menjadi penghalang untuk terus belajar. Persoalannya sekarang apakah anak-anak kita memang benar-benar diperhatikan pendidikannya? Apakah kita pelaku pendidik atau orangtua mengetahui kecendrungan, hobi dan kemampuan mereka?.
H. Agus Salim dan Gayatri Waillissa
Jika kita menoleh sebentar ke belakang, kita juga pernah memiliki tokoh nasional yang memiliki kemampuan bahasa asing yang cukup banyak. Contohnya adalah H. Agus Salim (1884-1954). Tokoh nasional yang berasal dari Sumatera Barat. Dia menguasai sembilan bahasa asing. Di antaranya bahasa Inggris, Jepang, Belanda, Arab, Turki, Prancis dan lainnya.
H. Agus Salim dikenal sebagai tokoh nasional, alim ulama, dan diplomat ulung. Pada masa mudanya H. Agus Salim dikenal anak yang pandai di sekolahnya. Dalam perjalanan hidupnya, H. Agus Salim melakukan berbagai kunjungan ke berbagai negara. Dari itu ia banyak mengenal tokoh nasional. Bahkan H. Agus Salim pernah menjadi penerjemah konsulat Belanda di Jeddah ketika itu.
Mantan presiden Republik Indonesia, Soekarno, pernah mengatakan bahwa H. Agus Salim adalah The Grand Old Man (orang besar yang sudah tua). H. Agus Salim adalah seorang ulama dan intelek. Tidak berlebihan jika sekiranya penulis katakan Gayatri memiliki beberapa kesamaan dengan H. Agus Salim. Gayatri sendiri sebelum meninggal, ia di Jakarta untuk mengurus pendidikannya di salah satu perguruan tinggi terkemuka di Indonesia dalam concern hubungan internasional. Oleh karena ia bercita-cita ingin menjadi diplomat muda.
Ada beberapa catatan penulis tentang rahasia keberhasilannya. Yaitu sifat keingintahuan yang tinggi dan juga kerja keras dalam belajar. Dia menjadikan tempat dan siapa saja menjadi media atau tempat belajar. Artinya sosok orang yang berhasil dalam menuntut ilmu tidak adanya rasa sombong. Mungkin yang menjadi kendala bagi seseorang untuk mengetahui suatu ilmu pengetahuan dan informasi adalah malu, enggan dan minder untuk bertanya kepada siapa saja. Sehingga kebodohan yang dipelihara. Ini menjadi pelajaran bagi kita selayaknya menghilangkan rasa enggan, malu, rendah hati, takut, dan merasa gengsi untuk belajar kepada orang lain.
Media dan alat belajar tidak sebatas tidak hanya di sekolah saja. Tidak memadakan sumber belajar yang ada. Tetapi berusaha mencari alternatif dan solusi. Mungkin dalam hidup ini tidak ada seorang pun untuk memperoleh yang diimpikannya dengan jalan mulus. Semua media dan apa yang dibutuhkan sudah ada di depan mata. Sekali lagi tidak. Semua pasti memiliki berbagai kendala dan keterbatasan alat, media bahkan keuangan. Tapi jangan jadikan itu semua mengendurkan semangat untuk mengejar dan memperoleh cita-cita.
Berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang sangat membantu dalam memperoleh pengetahuan dalam proses belajar. Kita semua jangan silau dan salah dalam menggunakan teknologi hanya untuk bermegah-megah dan bermewahan saja. Di balik itu, teknologi sekarang kaya dengan berbagai ilmu pengetahuan. Pertanyaannya sekarang adalah apakah kita sadar dan tahu bahwa teknologi sekarang dapat dijadikan sumber pengetahuan? Jika tidak mengetahui dan menyadarinya berarti selama ini kita bagian dari korban teknologi dan hanya sebatas user saja. Jika demikian harus segera mengubah persepsi, pola dan gaya hidup terkait teknologi.
Tidak banyak orang yang bisa memiliki kemampuan menguasai bahasa asing. Sampai sekarang, penulis hanya mengenal dua sosok yang memiliki skill multi bahasa. Yaitu H. Agus Salim dan Gayatri Wailisa.
Ada yang menjadi catatan bagi penulis. Mereka yang menguasai banyak bahasa rata-rata memiliki kemampuan dialog dan diplomasi yang sangat bagus. Dengan banyak menguasai bahasa asing banyak hal yang bisa dilakukan. Oleh karena bahasa adalah alat komunikasi. Melalui komunikasi seseorang dapat melakukan interaksi seseorang atau kelompok yang lain. Dalam era globalisasi sekarang ini, tanpa ada skill bahasa asing dimiliki sulit untuk maju dan akan kalah dalam persaingan.
Mudah-mudahan dan harapan kita semua akan lahir Gayatri-Gayatri yang lain. Tentu saja itu semuanya tidaklah mudah tanpa niat dan kerja keras untuk memperoleh suatu yang dicita-citakan. Semasa hidupnya Gayatri memiliki motto hidup, “Jadikanlah semua tempat untuk belajar, dan jadikanlah siapa saja sebagai guru”. Pada akhir hidupnya dia menulis sebuah wasiat tertulis, “Waktu yang kemarin tidak akan kembali lagi dan waktu akan datang tak akan ditemukan lagi, pergunakan waktu itu sebaik baik mungkin”. ***
Penulis adalah mahasiswa S2 Pascasajana IAIN-SU