Komunitas MIT Luncurkan GampongNet

Banda Aceh, (Analisa). Komunitas Masyarakat Informasi dan Teknologi (MIT) meluncurkan program GampongNet, sebuah layanan informasi situs atau alamat website yang berasal dari Provinsi Aceh. Situs ini bertujuan mengarahkan pengguna internet agar langsung menemukan situs-situs positif sesuai dengan kebutuhannya. 

Hal itu diungkapkan Humas MIT, Dosi Elfian di Banda Aceh, Sabtu (6/12). Menurutnya, GampongNet adalah layanan informasi situs-situs positif khususnya situs lokal yang tersedia di Aceh.

“Saat ini GampongNet memiliki informasi lebih dari 100 alamat situs positif. Situs-situs positif ini dapat diakses melalui situs resmi GampongNet yang beralamat di www.gampong.net,” ujar Dosi.

Di Indonesia, sampai sekarang ada 80 juta pengguna internet aktif, jumlah yang sangat besar dan diperkirakan akan terus meningkat. Artinya, saat ini kita tidak hanya hidup di langit dan bumi tapi juga hidup di “alam” internet. Jamaah internet ini pun sudah merambah sampai ke kampung-kampung.

Dijelaskan, di GampongNet pengunjung dapat memilih berbagai situs dari berbagai kategori seperti kategori situs-situs resmi pemerintahan kabupaten/kota se-Aceh, perguruan tinggi, sekolah, dayah, masjid, email, media sosial, tokoh masyarakat, politisi dan tokoh pemuda, situs berita online, komunitas, travel agent, kuliner sampai aplikasi legal gratis.

“Dari situs-situs yang diseleksi diharapkan dapat memudahkan pengunjung mengakses informasi positif yang ingin di akses sehingga tidak tersesat ke situs-situs negatif serta meminimalkan penggunaan mesin pencari seperti google, yahoo yang menjadi pintu masuk situs atau konten negatif,” kata Dosi.

Selain itu, komunitas MIT yang sejak tahun 2009 aktif mensosialisasikan pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang positif dan produktif ini mendorong terwujudnya transparansi informasi publik sesuai peraturan yang diterapkan pemerintah dalam UU Nomor 14 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Direktur eksekutif MIT Aceh, Teuku Farhan mengatakan, data yang diperoleh dari komunitas MIT, khusus dari 23 situs-situs resmi kabupaten/kota di pemerintahan Aceh, ditemukan 6 situs yang tidak aktif yakni Kota Subulussalam, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Gayo Lues dan Kabupaten Aceh Selatan.

“Kita prihatin dengan dana melimpah, pemerintah masih lemah perhatiannya terhadap keterbukaan informasi publik dan layanan terkait tata kelola internet di Aceh, hal ini tampak dari situs resmi pemerintah Aceh yang tidak memiliki info link situs-situs pemerintah kabupaten/kota, seolah-olah tidak ada koordinasi antar pemerintah provinsi dan kabupaten/kota,” ujar Teuku Farhan.

Pemanfaatan TIK

Layanan GampongNet ini adalah salah satu bentuk dukungan dan membantu mengisi kekurangan layanan pemerintah dalam menyediakan informasi kepada publik dan sebagai salah satu solusi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) khususnya internet, untuk tujuan positif dan produktif.

“Kami juga mengharapkan partisipasi masyarakat menjadi bagian dari solusi ini, salah satunya dengan cara merekomendasikan situs-situs positif melalui email: [email protected] atau SMS 087890001233, situs tersebut akan diseleksi sesuai dengan aturan syariat Islam dan adab yang berlaku di Aceh sehingga kita punya standar sendiri untuk menentukan informasi yang boleh dan tidak boleh diakses oleh masyarakat Aceh.

Jadi, tidak seperti sekarang, akses internet serba dijajah dan ditentukan oleh pihak yang hanya mencari keuntungan materi tanpa memikirkan dampak bagi generasi, padahal Aceh memiliki dasar hukum yang kuat untuk menentukan pilihan.

Farhan yang juga Project Manager Program GampongNet menambahkan, selama ini, pengguna internet sebagian tidak sadar dijajah oleh Google karena selain menyadap aktifitas pengguna saat berinternet, google yang merupakan produk dari Amerika ini memiliki nilai dan standar sendiri dalam menentukan situs-situs yang muncul di google sehingga banyak situs-situs berisi konten sampah pun bertebaran di google.

“Sering kita dengar keluhan masyarakat yang mengeluhkan menemukan situs-situs negatif baik sengaja maupun tidak sengaja, situs-situs perusak moral generasi muda ini bisa diakses oleh siapapun termasuk anak-anak apalagi ditambah dengan kondisi orang tua dan guru yang masih banyak gagap teknologi, tidak mau belajar dulu sebelum membolehkan anak menggunakan internet dan ponsel pintar, anak-anak dibiarkan memiliki akses internet tanpa didampingi dan berlebihan dalam membelikan ponsel pintar mahal yang belum sesuai dengan usianya,” sebut Teuku Farhan.

Ia melanjutkan, kelak hal ini bisa jadi bumerang bagi orang tua bahkan negara karena berpotensi menurunkan kreatifitas juga produktifitas generasi muda. Karenanya, penjajahan dalam bentuk digital seperti ini harus dihapuskan. (mhd)

()

Baca Juga

Rekomendasi