Halaman Indah Penyemai Rupiah

Oleh: Rhinto Sustono. Erupsi Gunung Sinabung di Tanah Karo yang terjadi sudah enam bulan lamanya. Akibat terjadi puso (gagal panen total) itu, tak ayal pasokan komoditas bawang, cabai, buncis, kol, wortel, tomat, kembang kol, dan lainnya menjadi menipis. Tidak terkecuali pasokan jeruk, terong belanda, dan markisa sehingga berimbas pada kenaikan harga di pasaran.

Lalu bagaimana menutupi kebutuhan sayur-mayur masyarakat Medan sekitarnya yang selama ini bergantung dari pasokan petani Tanah Karo?

Seharusnya kita tidak perlu khawatir karena masih ada sejumlah kabupaten di Sumut yang juga mengembangkan tanaman holtikultura. Sebut saja sentra pertanian di Deli Serdang, Simalungun, Langkat, dan Serdang Bedagai. Makanya, meski erupsi Sinabung belum berakhir,  untuk konsumsi sayuran tidak perlu terlalu khawatir.

Di Medan pun, khususnya di kawasan Medan Utara sentra pertanian holtikultura masih bergeliat sejak lama. Termasuk di pinggiran Medan, sebut saja Sibolangit, Namorambe, Pancur Batu, Kutalimbaru, STM Hilir, dan lainnya yang berada di wilayah Kabupaten Deli Serdang masih memroduksi tanaman sayur untuk dipasarkan ke Medan.  Tapi pasti, untuk jenis wortel, kentang, dan tomat dari Tanah Karo tidak bisa digantikan oleh produsen dari wilayah sekitar Medan. Jika harga sayur sedikit  mendaki, itu sudah menjadi konsekuensi.

Dalam penelusuran penulis, sesungguhnya jika pemerintah bersungguh-sungguh merealisasikan program nasional terkait pertanian holtikultura, kekhawatiran akan menipisnya pasokan sayur di masyarakat tidak perlu ada. Bukankah sejak lama Program Pengentasan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) sudah digulirkan? Yang salah satunya memacu daya kreativitas  masyarakat untuk meningkatkan pendapatan keluarga.

Di banyak daerah, P2KP ini berhasil dengan memberdayakan keluarga untuk menanam tanaman pangan, khususnya sayur-mayur di pekarangan rumah. Bahkan pada 2013 lalu, pun pemerintah melalui APBN menganggarkan biaya besar untuk pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Program KRPL ini juga bergulir hingga 2014 ini.

Mungkin masih sedikit asing bagi kita menyangkut KRPL yang ditangani institusi badan ketahanan pangan. Pada intinya, program ini memberdayakan masyarakat secara kolektif untuk memanfaatkan lahan pekarangan rumah sebagai sumber ekonomi melalui tanaman sayuran. Lalu bagaimana dengan pekarangan yang terbatas? Tidak jadi masalah.  

Ada banyak cara memanfaatkan lahan sempit untuk ditanami sayuran. Teknik tanaman vertikultura (tanam bertingkat), aeroponik (suatu cara bercocok tanam sayuran di udara tanpa penggunaan tanah), dan hidroponik (bercocok tanam tanpa tanah tetapi menggunakan air atau bahan porous lainnya) adalah solusinya. Sistem vertikultura juga banyak didesain dengan membuat ragam rak sebagai tempat menyusun media tanaman yang dikemas dalam pot (pot tunggal dan pot horizontal).

Desain Penanaman

Sesungguhnya tidak ada hal spesifik pada pola penanaman sayuran di pekarangan rumah. Cara konvensional yang umum dilakukan di lahan pertanian, banyak diadopsi untuk mendesain penanaman. Yang membedakan hanya optimalisasi pemanfaatan lahan yang sempit dengan banyak tanaman.

Hal yang perlu menjadi perhatian yakni saat menetukan tanaman apa, dan akan di tempatkan dimana. Misalnya untuk tempat yang terlindung dari sinar matahari – di selasar rumah – idealnya untuk memposisikan jenis tanaman tertentu. Demikian pula dengan lokasi yang cukup sinar mataharinya.

Sebagai awal, sebelum mendesain segala sesuatu yang berkenaan dengan tanaman sayur di pekarangan rumah ini, penyiapan media tanam menjadi prioritas. Seperti disinggung sebelumnya, teknik bertanam apa yang akan dipakai: vertikultura, aeroponik atau hidroponik?

Untuk teknik vertikultura, layaknya yang dilakukan ratusan warga di Desa Karang Anyar, Kecamatan Beringin, Deli Serdang, mereka memanfaatkan lahan sempit dengan membangun rak bertingkat bahkan tiang-tiang bambu sebagai tempat merambat jenis sayuran tertentu.

Rak dimanfaatkan sebagai penopang pot tunggal untuk jenis tanaman sayuran buah dan umbi seperti cabai, tomat,  brokoli, daun sop, kailan, terong,  wortel, kentang, bawang merah, bawang putih, bawang bombay, lobak, dan lainnya. Pada rak bertingkat lainnya, juga dijajarkan pot horizontal untuk tempat media tanam bawang, selada, seledri, bayam, sawi, hingga bawang bombay. Khusus pot vertikal ditempatkan berbaris pada lokasi tersendiri untuk jenis tanaman kangkung, daun prei, kucai, dan lainnya.

Agar lebih ekonomis, bahan pot bisa dengan hanya menggunakan polybag, memanfaatkan kaleng bekas cat berbagai ukuran, bambu, papan, pipa palaron, talang plastik, sampai botol bekas minuman dan bekas kemasan plastik. Untuk pemanfaatan barang-barang ini, perlu kreativitas dan kemampuan mendesain sesuai selera dan kondisi pekarangan rumah.

Dengan bertanam sayur-mayur di pekarangan rumah, selain ikut berpartisipasi dalam gerakan  “go green’, keuntungan lainnya juga menyertai. Punya kebun sayur berarti tidak perlu lagi membeli sayur-mayur. Bahkan jika hasil yang dicapai lebih dari kebutuhan keluarga, tanaman sayur justru memberikan tambahan income.

Tanaman sayur hijau yang tertata berbaur dengan ragam tanaman hias, akan membuat halaman rumah semakin indah. Mengapa tidak mencoba?

()

Baca Juga

Rekomendasi