Mencermati Fenomena “Parbus” di kota Medan

Oleh: Mas Arif. Istilah “Parbus” sudah tentu sangat familiar di kalangan masyarakat Kota Medan. Mungkin sebagian besar masyarakat telah mengetahui arti dari istilah parbus. Meskipun tidak diketahui jelas siapa yang mulannya mempopulerkan istilah ini, namun yang pasti kefamiliaran istilah Parbus sejalan dengan keadaan parit-parit yang ada di kota Medan.

Parbus yang merupakan singkatan dari parit busuk adalah istilah penamaan yang diberikan pada parit yang memiliki gambaran kotor, jorok, tercemar, dan menimbulkan bau yang tidak sedap, seperti halnya bau busuk. Keadaan parit seperti ini pun menjadi fenomena yang tak kalah menarik untuk kita cermati diawal tahun 2014 ini, karena seiring waktu, keadaan parit-parit di kota Medan semakin hari semakin memprihatinkan saja.

Penamaan parbus umumnya dikenal masyarakat pada saluran pembuangan air yang memiliki ukuran sedang. Dalam artian tidak berukuran kecil seperti selokan dan tidak pula berukuran besar seperti sungai, lebih sesuai bila disebut parit besar. Keberadaan parbus setidaknya banyak kita jumpai pada parit-parit yang berdekatan dengan pusat perbelanjaan, seperti pajak misalnya. Di sanalah kita bisa melihat pemandangan parbus yang sesungguhnya.

Pemandangan parbus selalu dihiasi oleh berbagai macam jenis sampah. Baik sampah organik maupun  sampah nonorganik semua berkumpul menjadi satu. Mencoba bergerak mengikuti arus air yang kadang intensitas kekuatan arusnya sangat rendah, akibat terlalu banyaknya menimbun tumpukan sampah, hingga volume air dan kekuatan arusnya semakin berkurang. Tumpukan sampah tersebut juga  membuat warna air tak lagi bening, melainkan sudah hitam pekat. Segala macam jenis bakteri jelas terkandung di dalamnya.

Jika dicermati lebih lanjut, keberadaan sampah-sampah tersebut dominan berasal dari sampah rumah tangga dan limbah dari pusat perbelanjaan, yang secara sengaja dibuang pada parit tersebut. Dalam hal ini penulis mengatakan demikian karena dari segi bentuk dan jumlah sampah yang sangat banyak. Sebab, apabila sampah itu berada di parit karena tindakan ketidaksengajaan, sekalipun pada parit tersebut terdapat sampah, namun keberadaan sampah itu tidak akan sampai membawa dampak yang cukup berarti, seperti air yang hitam pekat dan bau yang sangat menyengat.

Namun kenyataannya, sampah-sampah yang ada mengalir silir berganti, bahkan seperti tidak ada habisnya. Akibatnya ketika hujan turun, sampah-sampah tersebut menganggu aliran air sehingga air di parit tidak mengalir dengan lancar. Tetapi apabila hujan turun dengan derasnya, bisa juga membuat tumpukan sampah tersapu hanyut, walau tidak otomotis membuat kesemuanya hilang karena hanya berpindah ke tempat aliran yang lain saja. Lain lagi ketika intensitas hujan tidak begitu deras, maka sampah-sampah tersebut hanya akan saling bertumpuk, mengendap, dan akhirnya akan menimbulkan aroma bau yang tidak sedap, menguak dan menyebar kemana-mana.

Sistem Drainase

Kehadiran parbus merupakan bentuk permasalahan drainase yang buruk di kota Medan. Baik drainase (saluran air) yang terbentuk secara alami maupun drainase buatan, umumnya menunjukkan keadaan yang sangat memilukan. Pembangunan drainase  yang diharapkan mampu mengendalikan kelebihan air permukaan ketika hujan turun untuk mencegah terjadinya genangan atau mencegah datangnya banjir, justru sampai saat ini belum memberikan manfaatnya.

Tentu saja demikian, sebab perhatian pemerintah dan masyarakat terhadap sistem drainase belum menjadi prioritas utama yang harus segera untuk ditangani. Terlebih kebiasaan masyarakat yang masih saja menggunakan drainase-drainase yang ada sebagai tempat pembuangan sampah dan limbah sisa konsumsi yang menambah semakin parahnya keadaan drainase di kota Medan, seperti selokan-selokan, parit dan sungai-sungainya.

Berdasarkan data yang penulis peroleh, jumlah drainase yang ada di kota medan sepanjang 2.099,1 km, dengan pembagian 1.318,6 km drainase primer, 265,1 km drainase sekunder, 515,4 km drainase tertier. Sedangkan dari keseluruhan total drainase tersebut ada sekitar 131,5 km drainase di kota medan mengalami kondisi yang rusak, dengan rincian sepanjang 114,5 km dengan kondisi kerusakan sedang, dan sisanya sepanjang 17 km mengalami kerusakan yang berat. (Harian Medan Bisnis, Selasa, 17 Desember 2013)

Dari 131,5 km drainase yang mengalami kerusakan dengan kondisinya yang buruk sebagian besar drainase-drainase tersebut berlokasi pada daerah-daerah yang vital. Daerah yang ramai dilewati lalu-lalang manusia. Hal ini tentu saja sangat membahayakan bagi orang-orang atau masyarakat, terutama yang berada disekitar daerah drainase yang rusak tersebut.

Selain bahaya utama yaitu potensi terjadinya banjir yang tinggi, drainase yang kondisinya buruk seperti parbus, berdampak pada kualitas kesehatan masyarakat yang terancam. Apalagi tidak sedikit masyarakat yang mendirikan rumahnya di pinggiran lokasi parbus tersebut. Pencemaran air pada parbus mengakibatkan timbulnya bibit penyakit yang bisa menyerang dan mengancam keberadaan masyarakat setempat. Terlebih parbus akan menjadi tempat berkembangbiaknya para nyamuk-nyamuk yang gigitannya bisa menimbulkan penyakit malaria atau demam berdarah.

Untuk itu, perhatian yang lebih oleh semua pihak untuk secara bersama-sama mengatasi permasalahan drainase ini menjadi hal urgen yang harus selalu diperhatikan lebih serius lagi. Usaha Pemerintah dalam hal ini pemko medan, seperti yang lansir situs www. pemkomedan. go.id dari pernyataan Khirul Shahnan selaku kepala Dinas Bina Marga Medan, bahwa pemko medan saat ini sedang menjalankan proyek perbaikan drainase, yaitu 25 proyek drainase senilai 70 miliar, haruslah didukung sepenuhnya agar prosesnya berjalan dengan lancar.

Dukungan dari masyarakat dapat berupa perubahan prilaku atas kebiasaan selama ini agar tidak membuang sampah pada  saluran-saluran air (selokan, parit, sungai). Kesadaran untuk tidak membuang sampah pada tempat-tempat tersebut merupakan dukungan yang sangat positif agar kondisi aliran-aliran drainase di kota Medan bisa membaik dan nantinya bisa pula kita rasakan manfaatnya bersama. Jadi, peran serta masyarakat memiliki andil yang sangat besar agar keadaan aliran-aliran air di kota Medan terbebas dari tumpukan-tumpakan sampah.

Akhirnya, harapan penulis di awal tahun 2014 ini, dengan ungkapan kalimat yang sedikit menggelitik, semoga fenomena familiarnya istilah parbus yang sejalan dengan meningkatnya keadaan buruk pada parit-parit khususnya dan saluran drainase pada umumnya di kota Medan, ke depan bisa menunjukkan keadaan yang lebih baik. Dan kefamiliaran istilah parbus bisa tergantikan seiring perbaikan kondisi saluran drainase seperti parit menjadi tampak lebih bersih, sehingga muncul istilah baru guna menggantikan “Parbus” yaitu “Parbes” singkatan dari kata parit bersih.

(Penulis adalah mahasiswa IAIN-SU dan peminat masalah lingkungan)

()

Baca Juga

Rekomendasi