DARI para pelacur jalanan yang memasang tarif setidaknya 5 dolar per sesi kepada germo yang meraup puluhan ribu dolar sepekan, prostitusi merupakan bisnis besar di Amerika Serikat seperti diungkapkan sebuah studi terbaru baru-baru ini.
Dengan banyaknya panti pijat, bordil darurat, pendamping rahasia berpendapatan besar dan iklan online terang-terangan, ekonomi seks komersial bawah tanah telah dikenal pelik dan memberikan omset sangat besar.
Bisnis itu diteliti oleh The Urban Institute, kelompok riset pertama yang menemukan estimasi solid tentang jumlah uang yang bertukar tangan dan bagaimana pasar bagi pekerjaan seks di delapan kota besar AS.
Di pusat turisme dan konvensi di Atlanta, Georgia, perekonomian yang digerakkan seks ilegal diperkirakan menghasilan 290 juta dolar setahun -- lebih besar daripada angka gabungan penjualan gelap narkoba dan senjata api.
Seks juga merupakan bisnis besar di Miami -- sekali lagi mengungguli obat terlarang dan senjata api -- meskipun penelitian tadi yang disponsori oleh Departemen Kehakiman AS menemukan nilai bisnis itu turun jadi 235 juta dolar pada 2007 dari 302 juta dolar pada 2003.
Lesu
Perdagangan seks juga mengalami kelesuan di ibukota AS, dan nilainya sekira 103 juta dolar setahun sebesar angka penjualan narkoba dan di bawah penjualan senjata api ilegal sekira 160 juta dolar di Washington.
Bagian paling menarik dari penelitian tersebut berasal dari wawancara dengan kalangan germo, pelacur dan personel polisi yang memberikan keterangan intim dan pandangan dalam tentang perdagangan seks.
Dari belasan germo yang diwawancarai di penjara, banyak berbicara terbuka tentang selera mereka lebih menyukai wanita kulit putih muda -- atau bahkan gadis-gadis -- karena mereka “lebih mudah ditangani,” lebih bisa menyesuaikan diri dan diyakini sebagai yang paling diinginkan klien.
“Di kalangan germo ada semacam kamus ‘jika bukan cewek kulit putih, pilihannya tak pas’,” ucap seorang mucikari.
Kuota
Kalangan germo kerap menerapkan kuota harian berkisar dari 400 hingga 1.000 dolar dan akan acap menyimpan setiap dolar yang dihasilkan sebagai cara mengendalikan, membayar biaya pelacur untuk makan, perumahan, pakaian dan hadiah.
Karena itu tidak heran mereka juga menerapkan aturan-aturan yang ketat.
Banyak mucikari melarang pelacur menggunakan narkoba keras karena bisa bikin mereka sulit diatur. Sebagian mengatakan tidak akan membolehkan pelacur “berkencan dengan pria kulit hitam” atau pria muda karena dikhawatirkan kena rampok, dipukuli atau direkrut germo lain.
Mereka mengelola operasi relatif kecil terdiri atas dua hingga 36 orang dan kadangkala mempekerjakan supir, pengawal dan bahkan pembantu wanita.
Germo-germo itu mengaku bisa membawa pulang uang sekira 5.000 hingga 33.000 dolar sepekan, tapi merinci pengeluaran besar seperti uang sewa kamar hotel, iklan, pakaian, perumahan, makanan atau bahkan pembalut untuk “gadis-gadis” mereka.
Internet turut membantu banyak pekerja seks mengelakkan berbagai bahaya di jalanan, walau banyak mengaku masih berujung “jalan-jalan” saja.
Menyusup
Polisi menggambarkan upaya-upaya mereka menyusup ke bordil, panti pijat dan bar-bar topless yang melayani berbagai etnisitas khusus -- pria Latin, Asia atau Rusia dan Eropa Timur -- dan sering dikelola atau diorganisasikan jaringan-jaringan kejahatan.
Para petugas kopolisian di Dallas, yang terkenal sebagai ajang prostitusi, mengungkapkan mereka bahkan tak mengusik wanita-wanita pendamping kelas tinggi karena klien mereka juga diperiksa begiti cermat.
Mereka punya satu kabar gembira: jumlah operasi yang dilancarkan bertujuan menangkap pria fedofilia menemukan bahwa kebanyakan “john” tidak mencari remaja atau gadis belia.
“Kami memasang tipuan di luaran dan membuatnya lebih muda, hampir selalu demikian tapi begitu pria-pria tersebut tahu usia sebenarnya maka mereka memilih berlalu,” papar petugas tadi kepada para peneliti. (afp/bh)