Makna (Hari Raya) Nyepi dan “Manisnya” Indonesia

Oleh: Tomi Adhiyudha SE. OM Swasti Astu. Hari Raya Nyepi Caka 1936 atau Tahun Baru Saka 2014 jatuh pada hari Senin, Wage 31 Maret 2014.

Bagi seluruh masyarakat (beragama) Hindu , khususnya masyarakat/umat Hindu Bali tentu akan menyambut dan merayakannya dengan khidmat dan penuh rasa suka cita. 

Dengan melakukan sujud syukur dan puji kepada ”Shang Hyang Widhi ”, sang maha pencipta alam semesta ( langit , bumi dan segala isinya ) mengingat hingga saat ini “ kita ” sebagai manusia penghuni bumi masih diberi kesehatan jasmani dan rohani.

Pelaksanaan (Hari Raya) Nyepi mana dimulai pada Senin 31 Maret 2014 mulai pukul 06.00 pagi dan berakhir pada Selasa 1 April 2014 pukul 06.00 (Wita/waktu Indonesia wilayah tengah ).

Dimana seluruh aktivitas (kantor, ekonomi, bisnis, pariwisata , dan lainnya) terhenti di selama pelaksanaan Nyepi tersebut. Tak terkecuali Bandara Internasional Ngurah Rai Denpasar Bali yang frekuensi aktivitasnya terkenal “amat” padat itu, juga ikut terhenti beraktivitas.

Sebelumnya, berbagai kegiatan jelang pelaksanaan Nyepi oleh masyarakat Hindu khususnya di Bali , seperti Upacara Melasti dan Pawai Ogoh Ogoh pada malam hari sebelum hari “H” sudah dilaksanakan.

Melasti, sebuah upacara ritual penyucian diri , yakni untuk menenangkan hati dan pikiran menuju pelaksanaan Hari “suci” Nyepi Caka. 

Sementara Pawai Ogoh Ogoh adalah acara ritual “pengusiran” bala setan yang diaplikasikan dalam bentuk patung-patung bertubuh kekar namun bertampang buruk/jelek, menakutkan dan seram.

Artinya, bahwa setan-setan ( siangkara murka ) harus disingkirkan dan dimusnahkan dari muka bumi karena kerap menggoda, mengganggu dan mengotori hati dan pikiran setiap insani/ manusia yang pada dasarnya “sebenarnya” ( selalu) ingin melakukan perbuatan baik dan benar.

Makna Nyepi dan “Manisnya“ Indonesia

Semua agama di Indonesia senantiasa mengajarkan perbuatan baik dan benar serta kasih antar sesama. Termasuk Hindu, salah satu dari lima agama resmi di Indonesia setelah Islam, Kristen (Nasrani ), Budha dan Konghucu.

Mengajarkan cinta kasih antar sesama umat manusia. Hidup berdampingan secara damai tanpa memandang suku, agama, ras/etnis dan antar golongan (SARA) pertanda betapa “manisnya” hidup bernegara dan berbangsa di Indonesia.

Hari Raya Nyepi Caka 1936 adalah : “Catur Berata Penyepian” , yakni melakukan empat perbuatan mulia ), yakni pertama : Amati Geni, kedua : Amati Lelungan, ketiga : Amati Karya dan keempat : Amati Lelanguan.

Amati Geni , tidak menyalakan api dan atau barang penerang lainnya. Amati Lelungan, tidak melakukan aktivitas perjalanan/ bepergian. Amati Karya, tidak melakukan pekerjaan/tidak bekerja. Sedangkan Amati Lelanguan , tidak menikmati hiburan/kesenangan duniawi. 

Nyepi, mengurung dan merenungi diri sembari berdoa sehari semalaman dalam keadaan gelap gulita, kesunyi-senyapan mendalam. Mengendalikan dan mengekang diri dari sifat-sifat dan perilaku negatif yang kerap menggelayuti hati dan pikiran manusia.

Sifat serakah, amoral , hedonis ( korupsi, nafsu harta , tahta dan wanita ), apalagi dengan kondisi keterbatasan berbagai sumber daya , terutama sumber daya alam.

Sehingga melalui pelaksanaan ritual Nyepi diharapkan dapat mengendalikan diri dari nafsu untuk melakukan berbagai perbuatan bathil terutama korupsi , yang di Indonesia terkesan semakin meningkat baik kuantitas dan kualitasnya. Malah korupsi seolah semakin dihambat , semakin merambat. 

Semakin dibuat berbagai peraturan (formal) untuk pencegahan dan pemberantasan korupsinya malah cenderung semakin bertambah banyak pula koruptornya dari berbagai kalangan dan strata. Modus dan atau cara berkorupsinyapun semakin berkualitas dan variatif..

Dimana keberadaan pawai ogoh ogoh yang dibuat secara sedemikian rupa, berbadan besar, tegap dan kekar serta berwajah seram dan menakutkan memang digunakan sebagai simbol untuk mengusir setan-setan yang memang sudah merajalela dan bergentayangan di bumi Indonesia. 

Terjadinya degradasi ( penurunan tajam) moral dan mental. Sikap dan perilaku oknum pejabat –non pejabat yang sudah semakin tidak tahu malu dan malah terkesan binal dan bebal. Seolah perilaku korupsi sudah merupakan hal biasa. 

Terutama menjelang Pemilu Legislatif yang hanya tinggal beberapa hari lagi, justru , dimana bukan hanya ditengarai telah banyak dilakukan berbagai kecurangan, penyalahgunaan dana bantuan sosial dan sumber-sumber dana lainnya, tapi praktik berkampanyenya saja malah sudah sering “dipriit” oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Sehingga makna Hari Raya Nyepi adalah bebas dari belenggu hawa nafsu melalui wahana mengurung diri. Berpuasa ( hiburan) dan merenung selama semalaman. 

Mengingat hidup ini adalah hnaya seumur jagung, kiranya marilah kita saling berbuat kebaikan, kebenaran, keadilan, amal dan dharma bhakti serta memuji-muji “ Shang Hyang Widhi “ , Tuhan sang maha pencipta. 

Supaya tercipta dan terlaksana tata dan praktik kehidupan Indonesia yang “manis” dan hidup harmonis secara saling berdampingan.

Senantiasa menggalang rasa persaudaraan, persekutuan, persatuan dan kesatuan. 

Hidup rukun dan damai mana , bermaksud bukan hanya antar sesama warga seiman dan sesuku/seetnis , tetapi juga dengan yang bukan seagama dan sesuku/seetnis yang bermakna kebhinekaan.

Namanya saja Indonesia, indo = bermacam-macam/berbeda-beda, nesia = bangsa/negara. Sehingga Indonesia berarti bangsa yang berbeda-beda ( heterogen) tetapi satu yakni : “ Bhineka Tunggal Ika “ ( berbeda-beda tapi tetap satu ).

Salah satu wujud kebihinekaan mana, dimana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2014 tentang Pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/Pred.Kab/6/1967 , 28 Juni 1967. Mengganti istilah “China” dengan “Tionghoa” karena sebutan China dinilai telah menimbulkan dampak psikososial-diskriminatif dalam hubungan sosial warga bangsa Indonesia dari keturunan Tionghoa.

Sehingga dengan memaknai Nyepi, yakni umat wajib ikut dalam mencegah dan memerangi maraknya berbagai praktik korupsi , narkoba ( narkotika dan obat-obat berbahaya ), terorisme, amoral (oleh oknum pejabat negara dan atau penegak hukum) yang kini bukan hanya bertambah kuantitas ( jumlahnya ) tapi juga kualitasnya (modusnya).

Sehingga kita perlu merenung diri, mengoreksi diri (self instrospection) apakah selama menjalani kehidupan ini kita telah melakukan hal-hal dan atau perbuatan yang baik dan benar, bersahabat, jujur dan transparan serta berguna bagi masyarakat, terutama dilingkungan sekitar kita dulu ?. 

Serta selalu berupaya dan berusaha menjaga persatuan dan kesatuan sebagaimana amanah UUD 1945 dan Pancasila (sila ketiga : “ Persatuan Indonesia “) yang merupakan salah satu “ anugerah “ bagi bangsa Indonesia yang majemuk ini ?.

Terutama ikut, bukan hanya sekedar berpartisipasi, tapi wajib menjaga agar Pemilu 2014 ( Legislatif 9 April dan Presiden 9 Juli ) dapat berjalan dan berlangsung sukses, aman, tenteram dan damai.

Oleh karena itu, mengingat hidup ini adalah singkat namun kita nilai sebagai sebuah anugerah/berkah, maka marilah kita syukuri dengan menghidarkan diri dari berbagai perbuatan negatif dan kontradiktif (korupsi, zhalim, fraud/kecurangan) terutama jelang dan saat pelaksanaan Pemilu 2014 mendatang.

Selamat Hari Raya Nyepi Caka 1936. Om santi santi santi Om !.******

Penulis: Alumnus FE Universitas Tri Sakti Jakarta, tinggal di Jakarta Timur.

()

Baca Juga

Rekomendasi