Oleh: Jekson Pardomuan. “Ketika Yesus melihat hal itu, Ia marah dan berkata kepada mereka: "Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya." Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tangan-Nya atas mereka Ia memberkati mereka.” (Markus 10 : 14 – 16)
Ketika seorang anak diserahkan kepada Tuhan atau dibabtis pastilah orangtua akan mendapatkan nasehat dari pendeta tentang tugas dan tanggungjawab orangtua dalam mendidik anak-anak sampai mereka dewasa. Banyak hal yang bisa dilakukan orangtua untuk membekali anak-anaknya agar kelak setelah mereka dewasa bisa mandiri dan memiliki tanggungjawab.
Dalam Amsal 29:17 dituliskan “Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu.” Di tengah situasi dan kondisi seperti sekarang ini, banyak orangtua yang mempercayakan pendidikan anaknya kepada sekolah atau ke tempat penitipan anak. Ketika anak berada di rumah dengan orangtua, interaksi antara anak dan orangtua sangat jarang terjadi. Orangtua sudah lelah bekerja seharian, waktu untuk mendidik anak sudah tidak ada lagi karena sudah waktunya tidur malam.
Di dunia pendidikan kita saat ini ada dikenal pendidikan anak usia dini (PAUD) ada pendidikan dasar, pendidikan menengah dan akhirnya masuk ke perguruan tinggi. Banyak orang berpikir bahwa pendidikan untuk anak itu dimulai ketika anak sudah bisa sedikit berkata-kata dan sedikit menangkap apa yang kita maksudkan, bahkan tidak jarang ada orang tua yang mendidik anaknya ketika anaknya dirasa sudah cukup besar.
Tak perlu heran kalau ada orangtua saat ini yang memaksakan kehendaknya kepada anak. Sejak usia lima tahun sudah dipaksakan untuk belajar ini dan itu, dipaksa harus bisa ini dan itu. Kadang-kadang kita tak menyadari bahwa cara kita memaksakan anak untuk bisa cepat tahu menulis, membaca dan berhitung akan berdampak pada mental si anak.
Pendidikan bagi anak-anak itu sebenarnya sudah dimulai pada waktu anak masih berada dalam kandungan ibunya dan masih berwujud janin. Ini bukan sebuah mitos, sebab dalam dunia medispun ditemukan bahwa suasana hati ibu yang sedang hamil sangat mempengaruhi bayi yang dikandungnya. Jika ibu yang hamil itu tidak menghendaki kelahiran bayinya, maka jika anak itu lahir, kelak anak itupun akan bertumbuh menjadi anak yang tertolak.
Jangan pernah berpikir bahwa anak kita yang masih kecil tidaktahu apa-apa. Justru mereka sangat peka untuk menangkap semua informasi dan semua perbuatan yang kita lakukan. Ingatlah bahwa anak merupakan titipan dan anugerah yang Tuhan percayakan kepada kita.
Sebab itu jadilah orang tua yang bijak sana dan bertanggungjawab atas anak kita. Sekalipun ada beberapa di antara kita yang terlambat dalam memberikan pendidikan kepada anak, jauh lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Berikan waktu yang lebih lagi untuk anak-anak kita.
Seperti ayat firman Tuhan di awal renungan ini, Yesus berkata “Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku.” Apakah anak-anak bisa menjalin hubungan yang berarti dengan Tuhan? Banyak kisah menceritakan tentang anak-anak yang walaupun masih sangat kecil, sudah menyerahkan diri kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh, dan penyerahan itu ternyata tidak menjadi luntur.
Sekolah Minggu
Ketika melihat sebuah ibadah di salah satu gereja, biasanya gereja itu memberlakukan sekolah minggu bagi anak-anak dilaksanakan pagi hari atau di beberapa gereja yang memiliki gedung dan ruangan cukup, ibadah untuk anak sekolah minggu akan dipisahkan di sebuah ruangan.
Akan tetapi, ada juga orangtua yang kurang sungguh-sungguh untuk mengajak anaknya sekolah minggu. Saat ibadah untuk orang dewasa, orangtua mengajak anaknya ikut serta dan membiarkan anaknya duduk manis di dalam ibadah orangtua. Padahal, gereja itu telah menyediakan kelas sekolah minggu untuk Batita, Balita, anak-anak yang sudah sekolah dan anak remaja.
Ajakan Tuhan Yesus “Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepadaKu.” ( Matius 19:14 ) harus benar-benar kita renungkan, terutama kepada keluarga yang memiliki anak-anak. Anak-anak selalu tertarik kepada Tuhan Yesus dan Ia tidak pernah menyuruh mereka menunggu sampai mereka benar-benar mengerti dulu tentang konsep teologia sebelum boleh datang kepada-Nya. Ia juga tidak menegor mereka sebaliknya, “Ia meletakkan tangan-Nya atas mereka. “ ( Matius 19:15 ).
Anak-anak mempunyai tempat istimewa dalam hati Tuhan. Sambil memanggil seorang anak, Tuhan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Surga.” ( Matius 18:4)
Yesus menjadi marah ketika murid-murid-Nya menghalang-halangi anak-anak datang kepada-Nya (Markus 10:14). Barangkali murid-murid mengira bahwa ada ha-hal yang lebih penting yang akan dikerjakan oleh Tuhan mereka dan mereka tidak ingin Dia diganggu oleh anak-anak itu. Betapa sering kita telah menghalangi anak-anak datang kepada Tuhan? Berapa sering kita telah tengelam dalam hal-hal yang kita anggap “lebih penting” dari pada membawakan mereka kepada Tuhan.
Terkadang, orangtua lupa tanggungjawabnya untuk mengajak anak-anak datang kepada Tuhan. Mengajak anak-anak ikut serta bersekutu dengan Tuhan. Atau mengajak anak-anak untuk mengadakan ibadah kecil bersama keluarga di rumah. Mengajar anak-anak untuk rajin membaca firman Tuhan dan memberikan penjelasan kepada anak-anak tentang pengertian firman yang mereka baca.
Dunia ini semakin jahat terhadap anak-anak Tuhan. Banyak acara saat ini yang sengaja digelar pada hari-hari kita beribadah. Banyak orangtua saat ini yang memaksakan anaknya untuk ikut sebuah kontes kecantikan atau perlombaan menggambar tepat pada hari wakti ibadah. Orangtua memaksakan kehendak kepada anak agar bisa mendapat prestasi.
Prestasi sehebat apa pun yang dimiliki anak kita kalau anak yang kita didik dan besarkan itu tidak mengenal Tuhan sama saja dengan sia-sia. Anak yang sejak kecil telah kita didik untuk selalu berkompetisi, dan tak pernah kita ingatkan dengan firman Tuhan, kelak setelah mereka dewasa mereka akan merasa bahwa dirinyalah yang paling hebat.
Kita harus menyadari bahwa tidak ada di antara kita yang mampu menyelamatkan diri kita sendiri walau sebagian orang mengira bahwa mereka lebih cerdik daripada orang lain, bahwa mereka bisa akal-akalan dengan Allah, mereka bisa mencari jalan menuju keselamatan lewat usaha sendiri. Itu adalah pemikiran duniawi. Dan saat ini pemikiran seperti itu sudah mulai bermunculan. Ada banyak orang saat ini yang merasa paling kaya, merasa paling pintah dan hebat.
Kita tak pernah menyadari bahwa segala sesuatu yang kita dapatkan itu adalah berkat dari Tuhan. Kerajaan Allah hanya buat mereka yang menyadari bahwa mereka memang sepenuhnya tidak mampu, mereka tidak berdaya saat berhadapan dengan perkara rohani, seperti bayi-bayi yang menghadapi realita kehidupan.
Kasih karunia Allah adalah tempat kita bergantung sepenuhnya, bukan hanya pada saat kita pertama kali percaya, akan tetapi kita memerlukan kasih karunia-Nya yang memberi kekuatan bagi kita untuk menjalani kehidupan iman kita setiap hari. Amin.