Oleh: Drs. Riduan Siagian SH. MH. Ada pernyataan yang menyebutkan bahwa kedamaian suatu negara bisa dilihat dari pelaksanaan hukum yang berlaku. Dengan kata lain, baik buruknya pelaksanaan hukum di suatu negara bisa menjadi cermin dari damai tidaknya kehidupan di negara tersebut. Pertanyaannya, apakah penegakan hukum di Indonesia sudah baik? Apakah pelayanan hukum kepada masyarakat sudah optimal?
Sebelum dibahas, sebenarnya apa pengertian sistem hukum? Menurut Sudikno Mertukusumo, sistem hukum merupakan tatanan atau kesatuan yang utuh yang tediri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain yaitu kaidah atau pernyataan tentang apa yang seharusnya, sehingga sistem hukum merupakan sistem normatif. Dengan kata lain, sistem hukum adalah suatu kumpulan unsur-unsur yang saling berinteraksi yang merupakan satu kesatuan dan bekerjasama ke arah tujuan tertentu.
Lalu, bagaimana tanggapan masyarakat Indonesia terhadap sistem hukum Indonesia? Berdasarkan kuisioner yang penulis buat, kebanyakan menanggapi dengan kurang baik. Mengapa bisa begitu? Alasan yang disampaikan pun beragam. Mereka menganggap sistemnya sendiri sudah baik, namun pelaksanaannya tidak sesuai yang diharapkan. Peraturannya sebenarnya sudah ada, namun tidak ditegakkan. Buat apa ada peraturan kalau tidak ditegakkan? Masyarakat pun kehilangan kepercayaan terhadap hukum Indonesia, karena menurut mereka "ah, paling cuma wacana doang. Ga akan ditegakkin lah."
Rapuhnya Hukum di Indonesia
Harus diakui bahwa hukum begitu mahal di negeri tercinta ini sampai ada stigma keadilan bisa dijual, membuat takut kalangan bawah namun menjadi teman bagi kalangan atas yang berduit dan juga punya jabatan. Kalau sudah begini siapa yang akan percaya pada hukum, akan ada antipati yang sangat mendalam bagi sebagian besar rakyat yang tidak bisa merasakan adilnya sebuah hukum.
Di sisi lain, sudah menjadi rahasia umum, jika 'penjara' bukan lagi sebagai tempat pesakitan khususnya bagi para narapidana berduit. Pada akhirnya fakta berbicara, membuka kebobrokan demi kebobrokan pengelolaan di dalam penjara. Politik uang menjamah segala bentuk kegiatan di dalamnya. Bagi narapidana berduit, akses mendapatkan fasilitas lengkap akan dimudahkan, mulai dari bilik asmara, ruangan untuk pesta sabu, hingga pabrik produksi narkoba, bahkan fasilitas cuti berlibur untuk sekadar refreshing. Simbiosis mutualisme antara napi berduit dan aparat penegak hukum dapat terjalin dengan baik selama fulus lancar, yang tentunya tanpa melupakan peribahasa ada rupa pasti ada harga.
Sebenarnya, fungsi hukum adalah menjadi penggerak tata tertib dalam masyarakat, alat dalam pengendali keadilan sosial di masyarakat secara fisik maupun batin serta sebagai alat penggerak pembangunan suatu bangsa. Penegakkan hukum di Indonesia berporoskan pada Pancasila dan UUD. Tetapi kenyataannya, fungsi hukum di Indonesia tidak berjalan sesuai fungsi sebenarnya. Poros hukum pun seolah terabaikan saat ini.
Penegakkan hukum di Indonesia mulai dari skala kecil hingga skala besar masih inkosisten dan tebang pilih. Pelanggaran hukum dan penegakkan sebagai tindak lanjut pelanggaran tersebut yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku menjadi salah satu indikator bahwa hukum di Indonesia belum terlaksana dengan baik.
Sebagai contoh, pelanggaran hukum skala kecil yang dilakukan oleh masyarakat yaitu pelanggaran tata tertib lalu lintas. Seperti tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), mengendarai ugal-ugalan dan contoh dalam pelanggaran tata tertib lalu lintas lain. Memang hal tersebut ada dalam skala kecil dalam penegakan hukum, akan tetapi penegakan hukum yang dilakukan oleh pihak yang berwenang (dalam hal ini Kepolisian) terkesan tidak serius dan banyak terjadi penyimpangan saat penindakan di lapangan.
Dalam pelanggaran hukum skala besar seperti tindak pidana korupsi, tindak kekerasan, tindak pencurian, tindak pembunuhan dan lain-lain yang dalam pelaksanaan teknis penegakkan hukumnya acapkali tidak sesuai dan tidak mengacu pada KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana).
Pelayanan hukum yang diberikan oleh pihak yang berwenang pun terkadang tidak bisa melayani masyarakat dengan baik. Otomatis, dengan penegakkan dan pelayanan hukum yang tidak maksimal membuat masyarakat kita saat ini cenderung menyepelekan hukum yang ada. Ketidakpercayaan masyarakat akan benarnya penegakkan dan pelayanan hukum di Indonesia membuat masyarakat kita mengabaikan hukum.
Dalam kondisi berantakannya dan amburadulnya penegakan hukum di Indonesia, secara tidak langsung, Negara menggiring seluruh masyarakat serta komponen masyarakat untuk tidak mempercayai penegakan hukum di Indonesia. Akhirnya Negara sebenarnya secara tidak langsung telah mengundang seluas-luasnya masyarakat beserta komponen masyarakat untuk melakukan perbuatan main hakim sendiri. Suatu bukti nyata, diberbagai daerah bahkan di Jakarta dan Jawa Barat selalu terjadi konflik horizontal antar masyarakat dari kelompok yang berperkara di Pengadilan Negeri karena telah terjadi ketidak percayaan yang sangat mendalam terhadap para hakim dan para jaksa.
Rapuhnya hukum di Indonesia saat ini, tentu tak boleh dibiarkan begitu saja yang akan menjadi bom waktu bencana bagi panggung penegakan hukum di Indonesia. Singkatnya, cara untuk menguatkan hukum di Indonesia yang semakin rapuh ini adalah menutrisi hukum dan semua komponen terkait dengan hal-hal positif yang bisa memulihkan serta membawanya ke jalan yang benar. Hal-hal itu bisa kita mulai dengan meningkatkan kesadaran hukum aparat serta masyarakat guna menegakkan hukum dan moral dengan baik.
Disamping itu, penting juga untuk mengubah peraturan perundang-undangan yang saat ini masih lebih merefleksikan kepentingan politik penguasa dibanding kepentingan rakyat. Meningkatkan kelancaran proses penegakan hukum dengan menambah sarana dan prasarananya pun menjadi salah satu komponen yang penting. Memang bukan hal yang mudah untuk memperbaiki hukum yang sudah terlanjur rusak kemudian mempertahankan kekuatannya agar tidak kembali rapuh. Meskipun demikian, pasti selalu ada celah untuk meruntuhkan keburukan yang sedang menimpa hukum dan membangun kebaikan demi tegaknya hukum dan keadilan di Indonesia karena hukum bernilai bukan hanya karena itu hukum, melainkan karena ada kebaikan di dalamnya.
Akhirnya, kita tentu telah mengetahui bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Kalau Indonesia ingin konsisten dengan sebutan Negara hukum, yang pertama dan nyata harus dibenahi adalah kualitas penegakan hukum yang selama ini sangat buruk. Sikap dan mental penegak hukum yang memperjualbelikan hukum harus diberantas. Sebab, ketika kondisi keadilan terus menerus dihindari bukan hal yang tidak mungkin pertahanan dan keamanan bangsa menjadi taruhannya. Dari ketidakadilan ini dikhawatirkan dapat terjadi perlawanan-perlawanan yang dapat menjadikan masyarakat menjadi anarkis atau kekerasan yang kontra produktif terhadap pembangunan bangsa.
Disamping itu, peningkatan mental, moral dan sikap warga negara dengan memberikannya peyuluhan. Agar mereka terbiasa dan dapat menjauhi pelanggaran hukum yang ada di Indonesia, juga tidak kalah penting. Mulailah menanamkan pada diri sendiri agar tidak melanggar hukum sekecil apapun itu, seperti melanggar rambu lalu lintas di jalan, karena biasanya tindakan melanggar hukum itu berawal dari hal-hal yang kecil. ***
* Penulis adalah dosen, berdomisili di Jakarta