Medan, (Analisa). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta ikut mengawasi tender pembangkit listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) agar tidak sampai terjadi penyimpangan. Imbauan tersebut disampaikan Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia Transfaransi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi saat disodori data bahwa tender IPP yang sedang dilakukan PLN banyak mengubah aturan yang sebelumnya ditetapkan.
Perubahan dimaksud, antara lain dalam dokumen pengadaan pembelian tenaga listrik pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Meulaboh (2x200 MW). Sebelumnya Perusahaan Domestik yang berhak menjadi peserta domestik didefinisikan sebagai perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia baik yang berstatus PT.PMA (Penanaman Modal Asing) maupun PT. PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri). Kemudian, direvisi menjadi Perusahaan Domestik adalah perusahaan perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan yang tidak memiliki status sebagai perusahaan modal asing. Dengan aturan ini, maka PT.PMA tertutup untuk ikut tender di Meulaboh ini. Selain di Meubaloh, PLN juga membuka tender yang sama di Bengkulu (2x100 MW), Jambi (2x400 MW), Mulut Tambang, Sumbagsel (2x150 MW), dan Sumsel 2x300 MW). Untuk tender PLTG ada juga di Bangka (100 MW).
“Perubahan-perubahan aturan dalam tender seringkali disetting untuk memenangkan salah satu pihak peserta tender, sehingga tender diduga rawan praktek suap. Karena itu, masuknya KPK akan membersihkan dari praktek-praktek ‘bau amis’ tersebut,” seru Uchok S Khadafi kepada media yang dirilis kemarin.
Ditambahkannya, semua masalah korupsi di kementerian yang ditangani KPK saat ini banyak berasal dari proses lelang. Karena itu diharapkan lelang di PLN bisa lebih transparan. Seringkali, ungkapnya, modus permainan dalam lelang adalah sudah dipilih siapa pemenangnya lalu semua persyaratan lelang akan diarahkan kepada perusahaan yang akan dimenangkan tadi.
"Semua perubahan persyaratan seharusnya dijelaskan oleh PLN jangan sampai muncul kecurigaan dari berbagai pihak," katanya. Sebab, sebutnya, seharusnya PLN tidak membatasi perusahaan yang ikut lelang dalam pembangkit listrik, apakah itu PMA atau PMDN karena Indonesia masih membutuhkan banyak pembangkit untuk mengantisipasi krisis listrik. Jika alasannya untuk peningkatkan produk dalam negeri, PLN bisa memaksa perusahaan PMA dalam membangun pembangkit dengan syarat penggunaan produk dalam negeri. Karena itu, seru Uchok, kebijakan pelarangan perusahan yang berstatus PMA ikut tender akan menghambat masuknya investasi ke dalam negeri.
Sementara, Dirut PLN Nur Pamudji dalam rilis tersebut disebutkan belum mau berkomentar. Menurutnya, pihaknya tidak mau berkomentar jika sumber yang menyebutkan informasi tersebut tidak valid. Begitupun, pada berbagai kesempatan, Nur mengatakan, pihaknya serius menerapkan good corporate governance (GCG) di PLN. Karena itu, pihaknya pun menggandeng Transparency International Indonesia (TII). (rel/ss)