Medan, (Analisa). Tak hanya mengandalkan komoditas pertanian, pertambangan dan sejumlah produk industri, ternyata sejak 2004 lalu, Sumatera Utara (Sumut) juga mengekspor kaki atau paha kodok ke beberapa negara di Uni Eropa hingga Asia.
Menurut Kepala Seksi Ekspor Hasil Pertanian dan Pertambangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumut, Fitra Kurnia mengatakan, paha kodok menjadi salah satu tren barang andalan Sumut guna mendongkrak nilai ekspor.
"Bahkan, permintaan dari Uni Eropa, khususnya Perancis dan Belgia meningkat," katanya di Medan, Rabu (16/7).
Fitra mengungkapkan, kodok merupakan salah satu hidangan favorit sejumlah restoran kelas menengah di Perancis dan Belgia, termasuk di Hongkong, Taiwan dan Tiongkok. Maka itu, tak heran dalam beberapa tahun terakhir ini, permintaan akan paha kodok dari negara-negara tersebut terus meningkat.
Namun, pihaknya cenderung mengalami kesulitan untuk memenuhi permintaan, yang disebabkan tidak ada sentra peternakan murni kodok.
"Untuk kodok-kodok yang diekspor saat ini merupakan hasil tangkapan dari lahan pertanian yang kemudian dikumpulkan guna dibesarkan dan dijual kembali," ungkapnya.
Fitra menjelaskan, jika saat ini Sumut hanya mampu melempar paha kodok ke Perancis dan Belgia, sedangkan ke kawasan Asia justru nyaris tak ada akibat harga di Eropa cenderung tinggi.
Adapun kendala utama proses produksi akibat pihaknya masih tergantung pada alam maupun hasil tangkapan. Padahal, kodok memiliki potensi yang sangat besar untuk mendongkrak ekspor sekaligus jadi lahan usaha yang bagus.
Berdasarkan data Disperindag Sumut sepanjang semester I tahun ini, Sumut berhasil mencatatkan nilai ekspor paha kodok sebesar US$878,86 ribu dengan volume sebesar 145,9 ton. Walau mengalami penurunan sebesar 27,2 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, potensi untuk mengembangkan usaha di sektor ini justru masih terbuka lebar karena lahan pertanian termasuk tempat untuk beternak kodok sangat banyak.
"Apalagi, harga paha kodok di pasar ekspor senilai US$6 hingga US$7 per kilogram," jelasnya.
Lebih lanjut, Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Sumut, Sofyan Subang menambahkan, untuk ekspor paha kodok cenderung terganggu akibat faktor alam. Padahal, pesatnya perkembangan pembangunan telah mengganggu ekosistem sehingga kodok dengan jenis tertentu yang biasanya untuk ekspor semakin sulit diperoleh.
Tak hanya itu, volume ekspor paha kodok semakin terganggu akibat konsumsi di dalam negeri, seperti di Sumut juga naik menyusul banyaknya restoran besar dan kecil yang menyajikan menu paha kodok itu.
"Selain di luar negeri, restoran lokal pun mulai banyak yang menyajikan paha kodok sebagai menu andalan. Hal ini dapat menjadi potensi usaha yang bagus jika benar-benar dimanfaatkan oleh masyarakat. Minimal dengan membentuk lahan budidaya," tambahnya. (ik)