Kisruh Masalah Indomaret

Oleh: Surya Darma Hamonangan Dalimunthe. Sepekan, 3 Indomaret disambangi kawanan perampok, ”begitulah bunyi salah satu judul berita harian ini beberapa waktu lalu. Walaupun ada banyak minimarket lain yang ada di Indonesia, seperti Alfamart, Alfamidi, 7-Eleven, Lawson, Circle K,  Ahadmart,  serta minimarket-minimarket tunggal  yang dimiliki kelompok keluarga, Indomaret memang yang paling fenomenal dan terlihat memiliki paling banyak cabang. Di Medan sendiri, sulit untuk melalui jalan-jalan strategis tanpa menemukan setidaknya satu Indomaret.

Tidak heran jika PT. Indomarco Prismatama, yang menjadi induk Indomaret, adalah yang pertama ‘digugat’ di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada tahun 2000 karena dianggap melanggar Undang-undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Substansi putusan yang dikeluarkan KPPU pada waktu itu adalah PT. Indomarco ‘kurang memperhatikan prinsip keseimbangan sesuai asas demokrasi ekonomi dalam menumbuhkan persaingan sehat antara kepentingan pelaku usaha dengan kepentingan umum’.

  Lebih jauh KPPU memerintahkan PT.Indomarco untuk menghentikan ekspansi di pasar tradisional bagi mewujudkan keseimbangan persaingan pelaku usaha besar, menengah dan kecil; menganjurkan PT. Indomarco agar melibatkan masyarakat setempat melalui metode waralaba; merekomendasikan Pemerintah supaya menyempurnakan kebijakan lokasi, tata ruang, perizinan, jam buka, dan lingkungan sosial; serta menyatakan bahwa KPPU sendiri akan melakukan kajian, pengawasan, dan penyelidikan lebih lanjut terhadap dugaan adanya praktek persaingan usaha tidak sehat.

Terlepas dari putusan-putusan KPPU di atas, 14 tahun yang telah berlalu tidak menghentikan laju ekspansi Indomaret. Anjuran KPPU agar PT. Indomarco menggunakan metode waralaba sangat manjur. Penulis sendiri menyaksikan bahwa Indomaret merupakan salah satu stan terbesar yang ada pada International Franchise License & Business Concept Expo & Conference (disingkat IFRA) tahun 2013 lalu. Ribuan orang memadati stan tersebut dalam beberapa hari pameran. Jangkauan cabang Indomaret yang hendak didirikan pun sangat luas, meliputi seluruh Indonesia.

Apa sebenarnya daya tarik Indomaret bagi para pewaralaba? Pertama, potensi keuntungan besar, yaitu per bulannya dapat mencapai 12 persen atau lebih, di atas keuntungan deposito. Kedua, potensi kegagalan kecil, di bawah 10 persen, yaitu jika 100 orang berinvestasi di Indomaret, kurang dari 10 orang yang gagal. Ketiga, potensi omzet besar, dapat mencapai 9-10 juta per hari. Keempat, peluang balik modal, di luar sewa bangunan untuk toko, dapat terjadi hanya dalam jangka waktu 2 tahun. Kelima, banyaknya program nilai tambah seperti kartu keanggotaan dan pengiriman uang untuk TKI.

Mengapa masyarakat umum tertarik berbelanja di Indomaret? Produk yang dijual mencakup ribuan item sehingga lebih lengkap dari toko biasa. Ruangan berpendingin, harga produk terlihat jelas, dan diskon rutin untuk barang-barang pilihan. Ada jaringan ATM dan fasilitas pembayaran yang terhubung dengan bank. Produk-produk yang tidak didapatkan di toko biasa seperti tiket kereta api dapat dibeli. CCTV memberikan rasa aman. Sebagian kalangan, seperti anak muda, menganggap berbelanja di Indomaret dapat meningkatkan gengsi.

Lalu, mengapa begitu banyak sentimen negatif tentang Indomaret? Contohnya adalah penolakan terhadap Indomaret di Humbang Hasundutan (Humbahas) yang diberitakan harian ini. Kehadiran Indomaret dianggap akan memonopoli perdagangan bahan pokok dan  secara tidak langsung menenggelamkan sejumlah Usaha Kecil Menengah (UKM) yang sedang berkembang di Humbahas. Pihak Pemkab Humbahas diminta agar menunggu kesiapan para pengusaha UKM sebelum memberi izin berdirinya Indomaret agar persaingan sehat dapat tercapai.

Pedagang Khawatir

Sejumlah pedagang juga khawatir bahwa kehadiran Indomaret yang didukung kekuatan modal akan memonopoli pasar. Hal ini dapat terjadi karena toko kelontong biasa membeli produk dari distributor sedangkan Indomaret membeli produk langsung dari pabriknya.

Kekhawatiran monopoli ini berkembang kepada para petani dan pengelola industri rumah tangga serta industri kreatif yang selama ini memasok kebutuhan masyarakat di beberapa minimarket dan pasar tradisional. Mereka khawatir  tidak lagi dapat menjual produk mereka secara berkesinambungan akibat tersaingi Indomaret.

Kehadiran Indomaret di dikhawatirkan akan menghilangkan kehilangan sumber pencarian banyak warga. Keterikatan antara petani, perajin dan kuli angkutan barang hingga ke pedagang kakilima atau pedagang eceran berpotensi terputus total. Mungkin karena sebab ini juga sebuah reaksi yang lebih keras ditunjukkan oleh ratusan orang yang mengaku sebagai pedagang kaki lima di kota Samarinda. Mereka melakukan penyisiran di seluruh wilayah Samarinda, menutup paksa, dan bahkan melakukan perusakan dengan memecahkan kaca etalase beberapa Indomaret.

Sebuah hasil studi oleh Sutrisno Iwantono, Deputi Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha Kantor Menteri Negara Koperasi dan UKM, memang menemukan bahwa kehadiran Indomaret di kawasan pemukiman mengancam toko-toko sejenis yang dikelola oleh koperasi, pengusaha kecil dan menengah. 85 persen UKM yang berjarak kurang dari 100 meter dari Indomaret pasti mengalami penurunan pembeli atau omzet. Beberapa koperasi malah gulung tikar karena Indomaret menjual produk-produk dengan lebih kompetitif akibat penguasaan jaringan komoditi dari hulu ke hilir.

Sebuah solusi yang ditawarkan oleh Sutrisno adalah agar Indomaret mau bekerjasama dengan koperasi dan UKM dengan sistem waralaba yang tidak memberatkan. Saat ini, untuk menjadi waralaba Indomaret dibutuhkan dana sekitar Rp 300 juta dan ini tidak terjangkau oleh koperasi dan UKM. Selain ini, ada lagi beberapa solusi yang dapat menjadikan Indomaret lebih diterima di masyarakat, sekaligus mengurangi atau mengatasi tindakan perampokan yang sekarang sering terjadi di seluruh Indomaret seIndonesia.

Pertama, menggiatkan kegiatan CSR. Mungkin ini adalah sebuah kebetulan, namun pada toko-toko Alfamart Medan jarang diberitakan terjadinya perampokan seiring dengan pemberitaan gencarnya kegiatan CSR mereka.

Kedua, memperlakukan pekerjanya dengan lebih humanis. Bukan tidak mungkin pekerja yang mereasa tidak adil diperlakukan berkomplot untuk melakukan perampokan. Ketiga membatasi penjualan alkohol terutama kepada anak-anak di bawah umur. Keempat, membayar pajak dengan semestinya. Kelima, mendukung pelaksanaan kebijakan 80 persen produk berasal dari  UKM.

Namun, pada akhirnya memang pihak pemerintahlah yang paling bertanggung-jawab. Banyak hal-hal negatif terjadi karena pemerintah tidak bijak mengatur keberadaan Indomaret dan sejenisnya. Contoh dapat diambil dari pemerintah Kota Malang dengan produk hukum yang mengharuskan pendirian toko modern dilakukan pada jarak 500 meter antar minimarket, toko, pasar tradisional, usaha perdagangan mikro. Minimarket yang tidak memenuhi peraturan dapat ditutup atau tidak akan diberikan izin untuk berdiri.

Di Medan dan sekitarnya, pemerintah daerah sepertinya belum tegas menutup Indomaret dan sejenisnya yang belum memiliki izin. Fenomena perampokan Indomaret sebenarnya mencerminkan kegagalan pemerintah dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi  yang berkeadilan untuk membentuk kerukunan sosial dan menekan gejala  kriminal dan tindak kekerasan.

Walaupun di ‘hilir’ para perampok Indomaret di atas dilaporkan telah diringkus, hendaknya di ‘hulu pemerintah lebih tegas lagi dalam persoalan minimarket ini. Jangan sampai  masyarakat dan dunia luar menjuluki Indonesia melalui fenomena perampokan Indomaret yang terjadi berulang-ulang. ***       

Penulis adalah alumnus  Teknik Sipil Singapura, Penerjemah Pusat Pengembangan bahasa IAIN Sumut, konsultan UISU untuk konferensi internasional ICMR 2014.

()

Baca Juga

Rekomendasi