Tak terasa, hampir 9 tahun berlalu sejak pertemuan pertama saya dengan Sri Izzati. Senang sekali rasanya bisa bertemu Izzati lagi pada November 2013 di acara Konferensi Penulis Cilik Indonesia (KPCI) di Twin Plaza Hotel Jakarta. Izzati satu-satunya juri KPCI yang masih belia. Gaya bicaranya ceplas-ceplos dan ceria. Binar cerdas tampak dari matanya. Tak ada kesan angkuh sama sekali, meski namanya sudah dikenal di mana-mana.
Di acara puncak KPCI, perempuan kelahiran 18 April 1995 ini menyanyikan lagu Save the Water sambil bermain biola. Save the Water bukan lagu sembarang lagu. Lagu tersebut diciptakan oleh Izzati sendiri. Lagu ini pulalah yang berhasil menghantarkan Izzati menjadi pemenang harapan di sebuah lomba yang diadakan koran Kompas. Keren, ya?
Ya, Izzati, penulis cilik itu. Kini dia sudah remaja.
Sekadar menapak tilas, tahun 2005 saya bertemu Izzati di acara Temu Penulis, Editor, dan Ilustrator DAR! Mizan di Hotel Papandayan, Bandung. Saya diundang ke acara karena buku pertama saya Si Kembar diterbitkan oleh DAR! Mizan. Sebagai penulis Kecil-Kecil Punya Karya (KKPK) angkatan pertama, Izzati langsung menjadi magnet yang menyedot perhatian. Buku-bukunya KKPK Kado untuk Ummi dan Let’s Bake Cookies bestseller dalam waktu singkat. Saya memanfaatkan momen tersebut untuk mewawancara Izzati (profil Izzati dimuat di rubrik TRP tahun 2006). Berhubung masih kecil, Izzati diwawancara sambil ditemani orangtuanya. Dalam kacamata saya, ayah dan ibu Izzati orangtua yang asyik banget. Mereka ramah, santai, dan sabar banget.
Izzati kecil senang sekali membaca. Umur 10 tahun, segala buku karya JK Rowling, CS Lewis, Enid Blyton, Jacqueline Wilson, Pipiet Senja, dan lain-lain, habis dilahapnya. Selain membaca, dia pun senang sekali menulis buku harian. “Kalau udah selesai nulis, aku baca lagi. Terus, aku tambahin, deh, cerita yang lain (cerita bohong-bohongan) hihihi. Tokohnya aku ganti jadi orang lain. Selesai, kan, karangannya!” celoteh Izzati, lucu.
Meski menulis fiksi, Izzati selalu melengkapi cerita karangannya dengan data akurat. Misal, ketika dia menulis cerita tentang anak berjilbab, dia bertanya kepada ibunya mengenai jilbab. Izzati juga baca buku-buku dan surfing internet untuk melengkapi data yang dia butuhkan. Prestasi keren yang diraih Izzati pada usia 10 tahun adalah rekor MURI sebagai Penulis Novel Termuda. Wow!
Bukan cuma itu. Bukan Izzati namanya kalau tidak terus menuai prestasi. Tahun 2011, penulis yang fasih berbahasa Inggris dan Spanyol ini terpilih menjadi salah satu siswa yang berangkat ke Amerika melalui Rotary Youth Exchange. Rotary Youth Exchange adalah program pertukaran pelajar sekolah menengah dari Rotary International. Anak-anak muda di seluruh dunia diajak untuk menyelami budaya baru. Saya sering membaca status-status Facebook Izzati, yang menceritakan pengalamannya di Amerika sana. Foto-foto Izzati bersama teman-temannya kebanyakan kocak dan seru! Tahun 2013 Izzati kembali ke Indonesia dan sekarang tercatat sebagai mahasiswi Universitas jurusan Psikologi Universitas Indonesia.
Juni 2013, saat milad ke-30 penerbit Mizan digelar di Gedung SMESCO Jakarta, Izzati dianugerahi penghargaan KKPK Young Inspiring Writer. Menurut Dadan Ramadhan, Manajer Lini Anak dan Balita DAR! Mizan, penghargaan diberikan karena Izzati dianggap sebagai pionir penulis KKPK. Lepas satu dasawarsa, sosok Izzati masih mendapat tempat istimewa di hati para pembaca cilik kita. Bertepatan dengan milad ke-30 Mizan, seri KKPK yang digagas oleh Andi Yudha Yusfandiar ini juga merayakan milad ke-10. Saya pribadi sebagai salah satu editor KKPK, tak henti berdecak melihat kreativitas dan imajinasi anak-anak. Semakin hari, karya anak-anak semakin banyak dan berkembang. Salut!
Hmmm... apakah Izzati masih menulis? Pasti! Kamu bisa membaca tulisan-tulisan kesehariannya di blog The Girl Tells Tales. Awal Maret 2014, buku terbaru Izzati berjudul Satu Keping (DAR! Mizan) launching di acara Pesta Buku Bandung. Kali ini Izzati tidak bercerita tentang dunia anak-anak lagi, dong! Ceritanya seputar cinta dan patah hati khas remaja. Cieee cieee .... Gaya bahasanya mengalir dan mudah dipahami. Kehadiran buku Satu Keping seolah menjadi obat kangen para fans Izzati. Semoga kita semua terus bersua dengan Izzati melalui karya-karyanya. Tetaplah berkarya, Izzati! Tetaplah menulis!
* Haya Aliya Zaki, Mei 2014