Medan, (Analisa). Majelis Tafsir Alquran (MTA) adalah lembaga yang legal secara hukum, tidak sesat dan tidak menyimpang secara syariat maupun perundang-undangan yang berlaku di negeri ini. Keberadaan MTA di tanah air termasuk Sumut sebagai lembaga dakwah dan sosial juga diakui secara hukum.
Demikian disampaikan Ketua Pimpinan Wilayah MTA Sumatera Utara (Sumut) Ustaz Sarijo SAg kepada wartawan seusai memimpin pengajian Ahad pagi, di kantor MTA Sumut, Jalan Perhubungan Laut Dendang, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Minggu (14/9).
Kegiatan MTA berupa pengkajian Alquran dengan acuan tafsir Alquran yang dikeluargan oleh Departemen Agama dan kitab-kitab tafsir baik karya ulama salafi maupun kholafi. Selain itu, MTA membuka lembaga pendidikan formal dan nonformal. Juga aktif dalam kegiatan sosial seperti donor darah, kerja bakti bersama TNI dan Pemda. MTA juga memiliki BMT yang bergerak dalam simpan-pinjam untuk membantu jemaah.
Kita lembaga resmi. Bahkan Presiden SBY hadir ketika meresmikan kantor pusat di Solo beberapa waktu yang lalu. Selain itu beberapa menteri, pejabat penting baik dari TNI, Polri, MUI dan pemerintah telah menyampaikan ceramahnya pada kegiatan jemaah, jelasnya.
Sarijo menambahkan, di Sumut sendiri MTA memiliki sekira 5000-an jemaah yang tersebar di sejumlah kabupaten/kota dan seluruhnya aktif dalam berbagai kegiatan tersebut.
PTTUN
Dalam kesempatan itu Sarijo yang didampingi Humas MTA Sumut Ahmad Toifur menyampaikan rasa syukur karena Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Medan baru-baru ini memenangkan Yayasan Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA) terkait gugatan MTA terhadap Surat Keputusan (SK) Bupati Kerinci, Provinsi Jambi, tentang penghentian kegiatan MTA di kabupaten tersebut.
Dijelaskan, Pimpinan Pusat (PP) MTA yang berkantor pusat di Solo, Jawa Tengah, semula menggugat Bupati Kerinci (saat itu dijabat Murasman) yang menerbitkan SK penghentian kegiatan MTA pada tahun 2013 lalu.
Pasalnya, Bupati Kerinci menerbitkan SK penghentian kegiatan MTA hanya berdasarkan surat pernyataan segelintir orang yang menuduh ajaran MTA sesat. Padahal, setelah diselidiki, surat pernyataan 22 warga ternyata palsu. Karena tandatangan warga bukan untuk menolak MTA melainkan persoalan beras miskin (raskin).
“Bupati Kerinci Murasman yang saat itu hendak bertarung untuk jabatan dua periode telah menjadikan pelarangan MTA sebagai komoditas politik. Bupati dengan sewenang-wenang melarang kegiatan MTA tanpa fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Tindakan sewenang-wenang Bupati Kerinci sangat mengganggu aktifitas dakwah MTA di seluruh Indonesia,” kata Sarijo.
Kemudian, PP MTA melalui advokat Mahendradata dari Tim Pembela Muslim (TPM) menggugat putusan tersebut melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jambi dan akhirnya PTUN memutuskan untuk mencabut SK bupati.
Namun kemudian pihak bupati mengajukan banding ke PTTUN Medan. Akhirnya, majelis hakim PTTUN Medan yang diketuai Nurman Sutrisno SH, MHum dalam putusannnya 22 Juli lalu memutuskan bahwa SK penghentian kegiatan MTA di Kerinci harus dicabut yang berarti kegiatan MTA di Kerinci tetap bisa berlanjut. “Putusan tersebut sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah) karena pihak pemerintah tidak mengajukan kasasi ke MA,” kata Sarijo.
Sarijo menambahkan berbagai kejadian-kejadian atau masalah yang menimpa MTA di berbagai daerah berawal dari isu murahan yang disebarkan orang-orang yang iri melihat aktifitas dakwah dan sosial MTA.
Semua itu untuk menjadikan MTA semakin besar dan semoga dapat memberikan pengabdian terbaik kepada umat dan masyarakat luas, ucapnya. (rmd)