Oleh: Dr. Edison, SpKN, MKes
Mendengar kata nuklir semua orang persepsinya akan langsung tertuju ke kejadian bom atom di Hiroshima dan Nagasaki.
Kedokteran nuklir tidak berhubungan dengan bom atom melainkan kedokteran nuklir dan pencitraan molekuler merupakan cabang ilmu yang mempelajari proses fisiologis dan patofisiologis yang terjadi pada tubuh dengan memberikan radiofarmaka ke dalam tubuh dan radiofarmaka tersebut akan mengikuti proses di dalam tubuh sesuai dengan jenis radiofarmaka yang digunakan.
Fasilitas kedokteran nuklir sebagian besar berada di Jakarta antara lain di RS kanker Dharmais, RSUPN Cipto Mangunkusumo, RSPAD Gatot Soebroto, RS MRCCC, RS Pusat Pertamina, RS Gading Pluit dan sebagian lagi di luar Jakarta seperti RSUP dr Hasan Sadikin Bandung, RSUP dr Kariadi Semarang, RSUP dr Sardjito Yogyakarta, RSUP dr M Djamil Padang dan RSUP H Adam Malik Medan.
Pengadaan fasilitas Kedokteran nuklir dan pencitraan molekuler belum menjadi prioritas dari Departemen Kesehatan sehingga perkembangannya tidak secepat seperti di luar negeri. Selain itu faktor penghambat lainnya karena biaya peralatan yang relatif mahal, juga karena perlu perhatian khusus terhadap proteksi radiasi baik untuk pekerja radiasi, pasien, keluarga pasien dan lingkungan sekitar.
Kedokteran nuklir dan pencitraan molekuler meliputi pelayanan diagnostik in vivo, in vitro, in vivtro dan terapi radionuklida. Teknik diagnostik in vivo merupakan prosedur diagnostik yang memberikan radiofarmaka ke dalam tubuh pasien untuk mempelajari proses fisiologi dan morfologi pada organ. Prosedur ini dapat dilakukan dengan pencitraan maupun non pencitraan yang dilakukan secara dinamik, serial maupun statik. Teknik diagnostik in vitro dan in vivtro menggunakan teknik nuklir untuk menganalisa spesimen yang berasal dari tubuh pasien seperti darah, urin, feses, saliva. Terapi radionuklida menggunakan radiofarmaka untuk terapi radiasi internal.
Pemeriksaan diagnostik di kedokteran nuklir dan pencitraan molekuler menggunakan peralatan kamera gamma SPECT CT, PET CT atau PET MRI. Pemeriksaan yang dilakukan di bagian kedokteran nuklir dan pencitraan molekuler antara lain sidik tulang, sidik perfusi miokard, sidik tiroid, renogram, sidik seluruh tubuh, skintimammografi, dakriosistografi, sidik tumor, sidik otak, sidik ventilasi perfusi paru, uji pengosongan lambung, sidik hepatobiler, limfoskintigrafi.
Pemeriksaan sidik tulang merupakan pemeriksaan paling banyak dilakukan di kedokteran nuklir dan pencitraan molekuler. Pemeriksaan ini dilakukan pada penderita yang dicurigai keganasan maupun sudah terdiagnosa keganasan. Sidik tulang dilakukan untuk menentukan stadium dari penyakit, penentuan protokol pengobatan, menentukan lokasi nyeri, penentuan respon pengobatan. Pemeriksaan sidik tulang dianjurkan dilakukan secara berkala pada pasien dengan keganasan yang sering metastasis ke tulang seperti kanker kelenjar prostat, payudara, paru.
Keunggulan pemeriksaan sidik tulang adalah dapat mendeteksi kelainan yang terjadi pada tulang 3-6 bulan lebih awal sebelum terjadi kerusakan tulang akibat proses keganasan, selain itu dengan sidik tulang dapat mendeteksi kelainan yang terjadi pada seluruh tulang tanpa menyebabkan paparan radiasi yang berlebih karena pemeriksaan sidik tulang dilakukan dengan pencitraan seluruh tubuh (whole body imaging) terutama pada kasus yang tidak diketahui sumber fokus nyeri.
Pemeriksaan lainnya adalah sidik perfusi miokard yang penting untuk tata kelola pasien penyakit jantung koroner dan merupakan metoda diagnostik non invasif untuk penilaian perfusi dan viabilitas miokard. Pemeriksaan ini dilakukan dengan dua tahap yaitu pemeriksaan latihan fisik atau farmakologi (stress test) dan pada saat istirahat (rest test). Pemeriksaan ini dilakukan dua tahap karena pada beberapa pasien pada saat istirahat didapat perfusi miokard normal sedangkan bila dilakukan pemeriksaan beban latihan fisik atau farmakologi akan ditemukan adanya defek perfusi.
Sensitivitas dan spesifisitas dari pemeriksaan ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan modalitas pemeriksaan lainnya. Parameter lainnya yang dapat dilakukan di kedokteran nuklir dan pencitraan molekuler adalah penentuan besarnya shunt, fraksi ejeksi ventrikel kiri jantung, rejeksi jantung pada kasus transplantasi jantung, dilatasi transien iskemik otot jantung, penilaian status adrenergik jantung, pergerakan dinding jantung, volume diastolik dan sistolik akhir serta skor untuk pemeriksaan stress test dan rest test. Selain itu dari hasil pemeriksaan sidik perfusi miokard dapat ditentukan prognosis dari tindakan dan dapat memprediksi angka kekambuhan serangan penyakit jantung.
Pemeriksaan sidik tiroid penting dilakukan pada pasien dengan kelainan kelenjar tiroid yang berguna untuk menentukan bentuk, besar dan letak kelenjar tiroid. Parameter yang dapat dilakukan adalah penentuan angka penangkapan tiroid yang berperan dalam hal penentuan diagnosa pasti serta perhitungan untuk pemberian terapi iodium-131 radioaktif. Berbagai keadaan dapat menyebabkan kenaikan atau penurunan kadar hormon tiroid sehingga pemeriksaan sidik tiroid sangat penting untuk membedakan penyebab kelainan tersebut. Peranan penting sidik tiroid lainnya adalah penentuan peradangan pada kelenjar tiroid, tiroid ektopik, tidak adanya tiroid dan menentukan sisa jaringan tiroid pada pasien paska operasi tiroid.
Pemeriksaan hepatobilier sering dilakukan untuk melihat kelainan fungsi hati, kandung empedu dan saluran empedu. Pemeriksaan ini dilakukan untuk membedakan cholecystitis akut dan kronis, deteksi refluks empedu ke lambung, deteksi kebocoran empedu, atresia biliaris.
Pemeriksaan fungsi ginjal dan urologi terdiri dari renografi konvensional, renografi kaptopril, renografi diuresis, laju filtrasi glomerulus, aliran plasma ginjal efektif, sidik ginjal, ureterocystografi dan sidik testis. Pemeriksan untuk fungsi ginjal dan urologi di kedokteran nuklir merupakan pemeriksaan dapat dilakukan secara dinamik, maupun statik dengan melihat aliran radioaktivitas dari ginjal ke saluran kemih.
Pemeriksaan ini dapat menentukan fungsi ginjal masing-masing (fungsi ginjal secara terpisah) serta dapat dilakukan pada pasien gagal ginjal. Peranan pemeriksaan fungsi ginjal antara lain dalam hal penentuan protokol pengobatan selanjutnya apakah hanya obat-obatan, operasi, cuci darah maupun transplantasi ginjal. Pada pasien yang menderita hipertensi juga dilakuan pemeriksaan fungsi ginjal untuk melihat apakah ada kelainan renovaskuler pada pasien tersebut.
Pemeriksaan sidik ginjal mempunyai peranan dalam hal penentuan apakah sudah terjadi jaringan parut pada ginjal dan lokasi parut serta melihat respon pengobatan. Refluks serta kebocoran urin ke abdomen juga dapat ditentukan dari pemeriksaan kedokteran nuklir karena kadang-kadang kebocoran sangat kecil yang sulit terdeteksi oleh mata maupun alat konvensional lainnya, sedangkan dengan teknik kedokteran nuklir yang melihat akumulasi radiofarmaka dapat ditentukan apakah ada kebocoran serta lokasi kebocoran urin.
Pemeriksaan paru dilakukan dengan pemeriksaan sidik ventilasi perfusi paru. Pada pasien yang dilakukan pemeriksaan ini dapat ditegakkan diagnosa emboli paru sekaligus dapat ditentukan thrombosis vena dalam tungkai bawah. Pemeriksaan perfusi paru berguna dalam penentuan fungsi regional paru yaitu memprediksi hasil operasi pada pasien yang direncanakan untuk tindakan operasi paru. Sidik ventilasi paru berguna dalam diagnosa dini penyakit paru obstruktif menahun pada fase awal sebelum gambaran foto polos dada memberikan gambaran yang khas.
Pemeriksaan pengosongan lambung dilakukan pada pasien dengan sindroma dumping atau gangguan pengosongan lambung pada penderita diabetes mellitus (gastroparesis diabetik). Selain itu juga dilakukan untuk melihat respon pengobatan obat-obatan untuk lambung serta penelitian konsentrasi efek obat-obatan di dalam lambung. Pemeriksaan yang tidak kalah pentingnya yang masih sulit dilakukan dengan modalitas lainnya adalah deteksi lokasi pendarahan saluran cerna bagian bawah. Pemeriksaan ini mempunyai peranan untuk dokter bedah dalam penentuan lokasi operasi serta hasil operasi.
Pemeriksaan sidik otak dapat dilakukan dengan alat SPECT dan PET untuk melihat perfusi otak pada penyakit vaskuler maupun degeneratif. Pada fase awal stroke, sidik perfusi otak sudah menunjukkan kelainan sebelum tampak kelainan dengan modalitas pemeriksaan lainnya. Pemeriksaan lainnya yang dapat dilakukan adalah studi fungsi dan distribusi neuroreseptor seperti dopamin, opiat, nikotinik dan muskarinik. Kegunaan lainnya adalah membedakan viabilitas tumor, nekrosis tumor, tumor yang kambuh serta untuk penentuan stadium.
Pemeriksaan sidik seluruh tubuh merupakan salah satu pemeriksaan yang sangat penting terutama di bidang onkologi. Berbagai teknik pemeriksaan yang dapat dilakukan seperti dengan menggunakan Tc-99m sestamibi, iodium-131, Tc-99m tetrofosmin yang masing-masing mempunyai peranan tersendiri tergantung jenis tumor tersebut. Pemeriksaan ini dapat menentukan tumor pada pasien, apakah tumor viable, rekuren, primer maupun tumor yang sudah nekrosis (non viable).
Pemeriksaan in vitro dan in vivtro dilakukan dengan teknik radioimunoassay (RIA) antara lain pemeriksaan fungsi tiroid seperti T3, T4, fT4, TSH sensitif, tiroglobulin, pemeriksaan kadar mikroalbuminuria untuk deteksi awal kebocoran mikroalbumin dari ginjal, kadar penanda tumor, identifikasi jenis virus baru. Keuntungan dari pemeriksaan dengan teknik RIA adalah sangat sensitif bahkan dapat mendeteksi kadar zat sampai femtogram, mudah pemakaian dengan tidak perlu banyak tenaga ahli dan prosedur pengambilan dengan pipet yang tidak rumit sehingga derajat kesalahan akibat human error minimal, dapat dioperasionalkan kapan saja, reagen yang stabil. Pemakaian radioaktif pada teknik RIA dengan dosis radiasi radioisotop yang sangat kecil yang tidak membahayakan terhadap petugas, pasien dan lingkungan.
Dalam kedokteran nuklir disebut dengan terapi radiasi internal dengan menggunakan sumber radiasi terbuka. Terapi dengan iodium-131 dilakukan pada pasien penyakit Graves’, struma diffusa toksik, struma multinodosa non toksik, karsinoma tiroid berdifferensiasi baik, karsinoma medullari tiroid. Terapi paliatif metastasis tulang dilakukan dengan radioisotop phospor-32, stronsium-89, samarium-153, rhenium-186, stannum-117m. Terapi paliatif ini dapat memperbaiki kualitas hidup pasien dan mengurangi ketergantungan terhadap obat-obat penghilang nyeri lainnya. Terapi radionuklida lainnya adalah radioimunoterapi untuk leukemia, limfoma dan tumor padat lainya serta terapi intraperitoneal dan intrapleura dengan penggunaan iodium-131 dan ytirium-90. Perkembangan terapi juga pada radiasi sinovektomi dengan pemberian intraartikular radiofarmaka ke sendi pada kasus hemarthrosis rekuren dan kronik sinovitis terutama pada pasien hemofilia yang sulit ditangani dengan obat medikamentosa.
Kedokteran nuklir dan pencitraan molekuler mempunyai peranan penting dalam penentuan diagnosa, protokol pengobatan, prognosis, memprediksi dan menentukan respon pengobatan serta rekurensi. Kedokteran nuklir dan pencitraan molekuler juga mempunyai peranan penting dalam terapi terutama untuk kasus kelainan tiroid dan keganasan.