Oleh: Iqbal Nasution
Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia, dengan luas laut sekitar 5,9 juta km² dan garis pantai sepanjang 81.000 kilometer. Mulai dari Sabang hingga Meraoke, terdapat 17.504 pulau yang membentang.
'Bumi Nusantara' diakui dunia internasional, sebagai negara maritim, melalui konfrensi PBB sebagai negara kepulauan. Hal ini, berdasarkan Undang-Undang nomor 17 tahun 1985 tentang pengesahan Archipelago State (negara kepulauan). Letaknya yang strategis pada posisi silang, di antara Benua Asia dan Australia. Peranan laut begitu penting, sebagai pemersatu bangsa, teritorial dan konsekwensinya.
Untuk itu, pemerintah berkewajiban menegakkan hukum baik terhadap ancaman pelanggaran pemanfaatan perairan serta menjaga dan menciptakan keselamatan dan keamanan pelayaran. Selain itu, perbatasan suatu negara memiliki peranan yang sangat penting.
Dalam hal ini Indonesia harus menjaganya. Salah satu instansi yang berperan, yaitu Direktorat Kenavigasian Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Ironisanya, intansi kenavigasian ini, hanya dikenal sebatas keselamatan pelayaran.
Hal ini, sebagaimana yang diungkapkan Kepala Bidang Distrik Navigasi Belawan, Sudarwedi. Dia menambahkan, banyak sekali masyarakat yang belum mengetahui peran navigasi dalam menjaga pulau-pulau terluar Indonesia. Navigasi merupakan salah satu unsur yang berperan dalam unit pelaksana teksnis (UPT) di daerah yang membidangi tentang keselamatan pelayaran.
Pihaknya, selama ini, berupaya mengoptimalkan sarana navigasi, berupa rambu-rambu di Perairan Sumatera Utara dan sebagian Perairan Aceh. Selain itu, sarana bantu navigasi pelayaran (SBNP), menara navigasi (mercusuar) di pulau-pulau terluar, telekomunikasi pelayaran, kapal negara kenavigasian, bengkel kenavigasian dan survey hidrografi.
Hal ini, guna menentukan alur pelayaran yang aman serta infrastruktur lainnya. Pengaturan alur lalu-lintas dan perambuannya itu, demi kelancaran dan keselamatan pelayaran. Sarana rambu navigasi di wilayah tugas Distrik Navigasi Belawan berjumlah 84 unit.
Sebelumnya, berjumlah 74 unit. Kemudian tahun lalu bertambah menjadi 10 unit, yang sebagian besar ditempatkan di Perairan Kuala Tanjung dan alur pelayaran Pelabuhan Belawan. Dari keseluruhan jumlah sarana itu, ada menara suarnya.
Sekarang ini, ada lima menara suar yang dijaga petugas Distrik Navigasi Belawan. Masing-masing menara suar yang tersebar di wilayah Sumut dan Aceh ini, dijaga empat petugas.
Salah satu menara suar itu, ditempatkan di pulau terluar yang berbatasan dengan Malaysia, yaitu Pulau Berhala. Pulau ini, juga turut dijaga petugas TNI-AL. Selain itu, menara suar yang ditempatkan Pulau Nipah dan Pandan.
Menara suar yang berada di Pulau Berhala merupakan, menara suar tertua, karena dibangun saat masih zaman penjajahan Belanda. Kondisinya saat ini, sudah banyak direnovasi. selanjutnya, tak semua orang juga bisa secara bebas memasuki pulau itu, karena ada pos perbatasan yang dijaga marinir.
Kemudian, di provinsi Aceh terdapat dua menara suar, yaitu Pulau Jambo Aye dan Tamiang. Selanjutnya, ada juga lampu suar yang tidak dijaga, yaitu rambu suar di kawasan Parapat dan Pantai Cermin.
“Berbeda memang, antar menara suar dan rambu suar, kalau setiap menara suar tetap dijaga petugas navigasi. Kemudian rambu suar tidak dijaga, karena rambu-rambu hanya sebagai tanda bagi kapal-kapal yang melintas di area itu, agar mengetahui keberadaan menara suar, daratan dan pulau, ucapnya.
Hal ini, demi menjaga keselamatan pelayaran, namun keduanya memiliki fungsi yang sama. Untuk jenis rambu suar, lampunya akan menyala secara otomatis pada saat gelap. Begitu juga, lampu-lampu yang berada di tengah laut. Untuk tahun ini, tidak ada penambahan menara suar maupun lampu suar.
Kemungkinan penambahan tidak ada, tapi kalau peningkatan dari menara suar menjadi lampu suar, bisa saja dilakukan, sesuai dengan perluasan wilayah tugas Distrik Navigasi Belawan.
“Seyogyanya, di setiap pulau-pulau terluar harus ditempatkan menara suar atau rambu. Keberadaan menara suar bisa juga menjadi tapal batas suatu negara. Apabila tidak ada menara suar atau rambu-rambu, bisa saja dicaplok negara lain,” terangnya.
Laut sebagai jalur komunikasi (sea lane on communication) diartikan pemanfaatan laut untuk kepentingan lalu-lintas pelayaran antar pulau, negara maupun benua, baik angkutan penumpang maupun barang. Untuk itu, perlu ditentukan alur perlintasan laut kepulauan bagi kepentingan pelayaran lokal maupun internasional serta fasilitas keselamatan pelayaran.
Sesuai dengan Deklarasi Juanda menekankan, lndonesia sebagai negara kepulauan yang merupakan, kesatuan wilayah darat, laut termasuk dasar laut dan tanah di bawahnya serta udara di atasnya. Seluruh kekayaannya, merupakan suatu kesatuan wilayah lndonesia.
Selanjutnya, berdasarkan konvensi PBB tentang hukum laut (UNCLOS) 1982 yang menempatkan hak dan kewajiban negara dalam memanfaatkan laut. Dalam mengelola potensi laut, ada beberapa jenis laut yang dibedakan atas derajat dan tingkat kewenangan pemerintah lndonesia. Laut perlu mendapat perhatian dan dikelola dengan baik oleh pemerintah maupun negara tetangga.
Batas maritim lndonesia ini, ditetapkan melalui kebijakan nasional, bilateral, regional dan internasional, namun konteks bilateral dan regional masih banyak garis batas yang belum ditetapkan, khususnya yang berkaitan dengan berbagai kawasan laut. Melalui peraturan pemerintah (PP) nomor 38 tahun 2002 tentang penetapan 183 garis pangkal bagi perairan dengan batas laut wilayah 12 mil dari garis pangkal.
Indonesia belum menetapkan zona tambahan di luar 12 mil wilayah laut, namun telah mengumumkan ZEE (zona ekonomi eksklusif) seluas 200 mil dari garis pangkal. Untuk negara kepulauan, maka penetapan titik dasar (base point) dihitung dari pulau-pulau terluar ataupun karang yang tenggelam saat air pasang (low tide elevation).
Secara internasional, lndonesia berhasil menetapkan Selat Malaka yang dapat digunakan, sebagai alur lnternasional dan sumbu dari tiga alur laut kepulauan lndonesia (ALKI) serta penetapan traffic separation scheme (TSS).
Konsep kriteria dan pengaturan di bidang kelautan mempunyai implikasi yang luas dan harus dipertimbangkan dalam pemanfaatan ruang laut Nasional.
Kedaulatan negara atas laut dapat diartikan, sebagai hak bagi suatu negara, untuk melakukan penguasaan dan pengelolaan laut, guna dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Efektivitas kedaulatan negara di laut, tergantung kepada kemampuan dan kapasitas pemerintah dalam pemeliharaan serta pemanfaatan sumberdaya alam khususnya di laut.
Keselamatan pelayaran merupakan kebutuhan, sehingga perlu segera diwujudkan dan mengaktifkan fungsi-fungsi keselamatan pelayaran, melalui pembentukan lembaga dan menejemen serta fasilitas sarana dan prasarananya.
Demi keselamatan pelayaran dan kelancaran lalu-lintas kapal pada daerah tertentu ditandai dengan bahaya navigasi. Hal itu, sesuai ketentuan yang berlaku serta disiarkan melalui stasiun radio pantai. Untuk itu, perlu dilakukan sosialisasi taua imbauan kepada mayarakat maritim, dalam penggunaan sarana kenavigasian dan keselamatan pelayaran, imbaunya.