Medan Zoo, Aset Wisata Kota Medan yang Terlantar

Oleh: Sagita Purnomo. Kebun Binatang Medan atau yang lebih dikenal dengan sebutan Medan Zoo pernah menjadi objek wisata yang 'melegenda' di kota ini pada masa kejayaannya. Saat belum dipindahkan ke Simalingkar, Kebun Binatang Kota Medan merupakan salah satu objek wisata yang paling banyak dikunjungi oleh masyarakat karena koleksi satwa dan tempatnya sangat nyaman, tidak seperti kondisi saat ini. Semenjak berpindah lokasi dari Brigjen Katamso ke Simalingkar pada tahun 2005 lalu, popularitas Medan Zoo menurun drastis.

Sebagai pasangan muda, beberapa pekan lalu, penulis bersama dengan sang kekasih pernah berkunjung ke objek wisata yang katanya murah meriah ini. Ya, saat ini di Kota Medan, sangatlah langka menjumpai objek wisata yang nyaman dan menyenangkan, karena itu penulis memutuskan untuk berwisata ke Kebun Binatang. Lokasi objek wisata ini terbilang cukup terpencil dan sulit untuk diakses. Nyaris tidak dapat dijangkau oleh angkutan umum seperti angkot. Untuk menuju kesana Anda harus mengendarai kendaraan pribadi seperti kereta dan mobil.

Untuk memarkirkan kendaraan, Anda harus membayar retribusi sebesar Rp. 2.000, sementara untuk tiket masuk sudah mengalami kenaikan dari Rp. 9.000 pada akhir pekan menjadi Rp. 13.000 (termasuk biaya asuransi). Baru beberapa meter penulis masuk ke dalam kebun binatang dan bau tak sedap langsung menyambut hidung. Hal tersebut menjadi nilai minus pertama yang penulis dapat dari objek wisata ini.

Kebun Binatang atau Kebun Pedagang ?

Jika memilih sebutan antara kebun binatang atau kebun pedagang, penulis lebih memilih menyebutnya sebagai kebun pedagang. Pasalnya, dilahan seluas 30 hektar ini, lebih banyak jumlah pedagang dibandingkan dengan koleksi satwanya. Ada banyak terdapat kandang-kandang terutama untuk unggas yang kosong melompong tanpa penghuni. Bahkan ada beberapa kandang satwa yang di dalamnya diisi dengan ayam kampung, burung gereja dan bongkahan kayu atau sampah sungguh memprihatinkan.

Keadaan satwa yang terkurung di balik jeruji besi ini terlihat lemas dan tidak bersemangat. Selain itu, koleksi satwa juga tidak sebanyak seperti yang digembar-gemborkan. Di salah satu sudut kebun binatang terdapat kandang buaya berukuran cukup besar, namun isinya hanya satu ekor saja. Para pengunjung yang mayoritas anak-anak didampingi oleh orang tuanya mengaku kecewa dengan kondisi ini.

Padahal, pada Juni lalu, kebun binatang ini baru saja mendapatkan tambahan dana segar sebesar Rp. 6 Miliar yang disalurkan melalui PD Pembangunan. Ketua DPW Perhimpunan Pemuda Lingkungan Hidup Indonesia (PPLHI) Sumut Hajrul Aswat Siregar, mengatakan bahwa kondisi Medan Zoo sangat miris jika menilik besarnya anggaran dialokasikan.

Terlebih, dalam kawasan Medan Zoo terdapat lebih dari 20 warung kopi (warkop) yang beroperasi. Hajrul pun memplesetkan, Medan Zoo sudah berubah fungsinya menjadi taman warkop. "Kita bingung dengan banyaknya warkop. Ini taman margasatwa atau taman warkop. Padahal PD Pembangunan mendapat anggaran yang tidak sedikit," katanya.

Hajrul menilai, jumlah satwa yang ada di Medan Zoo tidak sepadan dengan besarnya kandang yang dibuat. Tak hanya itu, Hajrul juga melihat kondisi gajah yang kurang sehat. Begitu pula dengan rumah gajah yang kondisinya rusak. Parahnya lagi, ada pamplet yang menyatakan Medan Zoo memiliki orangutan dan singa. Namun itu tidak ada sama sekali. "Kita juga melihat ada prasasti Pemko Medan April 2013 tentang pelepasan primate orangutan yang tidak jelas fungsinya. Kita prihatin dengan kondisi itu. Ini namanya pembohongan," tandas Hajrul (Harian Orbit)

Memprihatinkan

Koleksi satwa di tempat ini sangat sedikit, pengelola kebun binatang melalui media lokal di Kota Medan selalu membangga-banggakan koleksi harimau yang konon katanya sudah mencapai 13 ekor. Selain itu, tidak ada lagi yang bisa dibanggakan dari tempat ini. Hewan-hewan penghuni kebun binatang bisa dikatakan tidak sehat. Mayoritas koleksi satwa yang ada terlihat lesu dan tidak bergairah, begitu juga dengan ekspresi wajah pengunjung yang datang ke tempat ini.

Tapi menurut pengelola Medan Zoo, Sucitra, semua hewan dalam keadaan baik dan tidak ada yang sakit. Selain itu, Sucitra juga mengatakan dokter hewan di Medan Zoo hanya ada satu orang. Mereka tidak khawatir, sebab tugas merawat hewan yang sakit bisa di back-up oleh karyawan ataupun petugas kebun binatang. "Tidak ada hewan yang sakit, kalau ada hewan yang sakit akan dimasukkan ke klinik kesehatan hewan," ujarnya.

Padahal aktivis konservasi M Rasyid Dongoran, juga mengaku sangat prihatin dengan kondisi hewan di kebun binatang tersebut. Ia mengatakan Dirut PD Pembangunan, Harmen Ginting harus bertanggungjawab atas kondisi hewan. "Hewan-hewan yang berada di Kebun Binatang ini bukan hanya harus diberi makan tiga kali sehari. Mereka juga harus diperhatikan kesehatan dan animal welfare-nya," ujar Direktur Sumatera Rainforest Indonesia (SRI) tersebut.

"Hewan tidak bisa berbicara dan mengatakan mereka tidak enak badan, tapi kita sebagai orang awam bisa membedakan mana hewan yang sakit. Nah, dokter hewan bertugas mendiagnosa penyakit hewan tersebut. Harusnya pengelola bisa mendatangkan dokter independen untuk memberi pernyataan resmi mengenai kondisi hewan-hewan," jelasnya (Harian Orbit)

Minim Fasilitas

Sebagai objek wisata, seharusnya Medan Zoo harus didukung dengan berbagai fasilitas yang memadai. Namun kenyataannya fasilitas di tempat ini sangatlah minim, toilet atau WC umum hanya tersedia beberapa unit saja, toko penjualan suvenir hanya ada satu dan dalam keadaan tutup serta tidak terawat. Begitu juga dengan klinik atau pusat pemeriksaan kesehatan satwa yang kondisinya juga mengenaskan.

Sementara untuk wahana hiburan seperti komedi putar, sampan air, baling-baling dan wahana permainan anak lainnya, kondisinya juga tidak kalah memprihatinkan. Mainan yang terbuat dari besi itu sudah berkarat dan seperti sudah tidak layak pakai, namun masih saja tetap dipaksakan untuk digunakan. Bahkan, diantaranya ada yang menjadi barang butut alias tidak dapat berfungsi lagi.

Kondisi ini sangat berbeda jauh dengan Kebun Binatang Surabaya yang pernah penulis kunjungi pada tahun 2013 lalu, meski sering diberitakan miring di media, kondisi kebun binatang ini cukup baik dan lengkap. Tiket masuk dibuat dalam bentuk barcode dalam bentuk gelang yang lebih modern dibandingkan dengan Medan Zoo yang hanya menggunakan kertas manual. Tingkat keamanan, pelayanan dan kenyamanan pengunjung pun lebih baik dan memuaskan.

Padahal Pemko Medan sangat ingin menjadikan tempat ini sebagai salah satu ikon wisata khas Kota Medan. Sayangnya keinginan tersebut tidak dibarengi dengan tindakan nyata untuk mewujudkannya. Pemko justru menempatkan para pejabat jadul dan tidak becus untuk mengelola objek wisata ini. Mereka terlihat tidak memiliki komitmen untuk memajukan Medan Zoo. Padahal, tempat ini sudah didukung dengan morfologi alam yang sangat menjanjikan. Kontur lembah yang naik turun, ditambah dengan rindangnya pepohonan, sungai serta udara yang sejuk, seharusnya bisa menjadi nilai plus dari Medan Zoo yang tidak dimiliki oleh kebun binatang lain di Indonesia.

Sudah saatnya Pemko Medan untuk membuat tindakan sigap dengan melakukan evaluasi besar-besaran di tubuh pengelola Medan Zoo, jika memang terbukti tidak memiliki kemauan untuk maju, tidak ada salahnya untuk mendepak atau memecatnya. Atau bahkan Pemko bisa menggandeng pihak swasta yang memiliki integritas dan kemauan untuk memajukan kebun binatang jika Pemko memang tidak sanggup.

Sudah saatnya Medan bangkit menjadi kota yang maju, terutama dari sektor pariwisata dan pelayanan publik. Sekarang tinggal pilih mau pertahankan pejabat tak becus dan membiarkan Medan Zoo terlantar, atau pecat mereka dan Medan Zoo bisa kembali ke era keemasannya dulu, sebagai ikon wisata Kota Medan ? Semua itu tergantung kepadamu wahai pak Walikota Dzulmi Eldin.***

* Penulis adalah alumni FH UMSU 2014 dan calon Advokat

()

Baca Juga

Rekomendasi