Parbus Bukan Tempat Sampah!

Hampir tidak ada sungai kecil (parit) di lingkungan Kota Medan ini yang tidak tercemar dengan limbah sampah. Seringkali kita melewati titi penyebrangan yang di bawahnya terdapat aliran parit bisa dipastikan parit tersebut tidak lagi terjaga kebersihannya. Ditandai dengan berseraknya sampah limbah rumah tangga yang membuat warna air paritnya menjadi hitam pekat, serta mengeluarkan aroma busuk yang tidak sedap.

Oleh: M. Arif Suhada. Wajar jika kemudian kita lebih mengenal parit-parit tersebut dengan istilah parit busuk (Parbus). Seolah hal itu mengartikan tidak ada lagi parit yang bersih di ling­kung­an kota. Pemandangan parbus tidak saja menciderai estetika lingkungan, lebih dari itu bisa menimbulkan ba­haya penyakit khususnya bagi masyarakat yang ber­tem­pat tinggal di sekitar lo­ka­si parbus.

Limbah sampah yang ter­da­pat di parbus merupakan tempat favorit bagi berkem­bangbiaknya bakteri jahat yang berbahaya bagi manu­sia.

Siapapun yang tidak me­miliki kekebalan tubuh yang kuat, akan sangat rentan ter­serang berbagai penyakit se­perti gatal-gatal, diare, ca­cing­an, demam berdarah, dan malaria.

Kendatipun demikian, ma­sih banyak masyarakat yang kurang peduli dengan kebersihan parbus. Jangankan berupaya bergotong-royong guna membersihkan sampah-sampah yang mencemari parbus tersebut, sebaliknya parbus justru dijadikan tem­pat yang paling digemari un­tuk membuang sampah. Tan­pa ada rasa bersalah, masya­rakat dengan begitu mudah­nya melemparkan sampah hasil rumah tangga ke aliran parbus tersebut.

Parbus pun tak ubahnya se­bagai tempat sampah ber­sama. Tidak diketahui pasti, apa yang melatarbelakangi masyarakat membuang sam­pah ke parbus. Apakah demi menghindari tagihan pemba­yaran sampah dari dinas ke­bersihan, ataukah faktor ke­tidakpedulian akan kebersih­an lingkungan sehingga ma­syarakat mencemari parbus dengan sampah yang dihasil­kannya.

Bagi warga Medan, tentu su­dah tidak aneh dengan per­buatan masyarakat yang de­mikian. Jamak terjadi, te­ngah malam adalah waktu yang paling sering dijumpai masyarakat membuang sam­pah ke parbus. Karena per­buatan tersebut sudah menja­di suatu kebiasaan yang di­anggap benar, maka orang yang satu dengan yang lain­nya tidak lagi peduli untuk memberi teguran ataupun me­larangnya.

Keberadaan papan rekla­me di sekitar parbus yang berisi anjur­an untuk tidak membuang sampah, sama se­kali tidak dihiraukan. Begi­tu­lah jika faktor ketidakpe­dulian lebih besar ketimbang kesadarannya. Ajakan untuk cinta lingkungan seperti yang kerap tertulis di papan rek­la­me itu tidak lebih sekedar pernak-pernik pelengkap kota.

Kota Denda

Salah satu negara di Asia yang terkenal dengan keber­sihan lingkungan adalah Singapura. Rakyat Singapu­ra dengan serius mematuhi kebijakan pemerintahnya tentang kelestarian ling­kung­an. Kesadaran penuh rakyat Singapura tersebut tidak ter­lepas karena adanya penge­naan denda berat bagi setiap warganya yang melakukan pelanggaran.

Hampir semua pelanggar­an yang terjadi di Singapura, dari mulai pelanggaran ri­ngan sampai berat semua dikenakan denda. Sampai-sampai Singapura dijuluki “Kota Denda”. Dendanya pun tidak tanggung-tang­gung. Sebagai contoh, dilan­sir detik.com (26/1) seorang pria dikenakan denda 19,800 dolar Singapura atau sekitar Rp 183 juta rupiah karena tertangkap kamera membu­ang puntung rokok dari jen­dela apartemennya.

Tidak sampai disitu, pria berusia 38 tahun itu juga diwajibkan membersihkan tempat-tempat umum selama lima jam, dengan memakai rompi berwarna oranye ber­tuliskan “Perintah Hukuman Kerja”. Keseriusan pemerin­tah Singapura dalam menjaga kebersihan lingkungan di wilayahnya tidak main-main. Badan Lingkungan Hidup Nasional Singapura menga­takan pihaknya memiliki sekitar 600 kamera di lokasi yang berbeda dan mempe­ker­jakan 206 penegak per­atur­an. Pihaknya akan mela­ku­kan tindakan tegas bagi siapapun yang melakukan pelanggaran di Singapura.

Agaknya penggunaan den­da sebagaimana yang dite­rap­kan Singapura dapat di­ikuti oleh Indonesia, khusus­nya Kota Medan. Jakarta telah membuat peraturan yang sa­ma bagi warganya yang mem­buang sampah semba­rangan akan dikenakan den­da.

Uang denda yang diper­oleh dari pihak-pihak yang melakukan pelanggaran bisa menjadi pemasukan bagi kas daerah. Yang pada gilirannya bisa dipakai untuk menyedia­kan sarana prasarana untuk mendukung kebersihan ling­kungan, seperti pengadaan tong sampah umum di ping­giran jalan.

Meski disatu sisi, penge­na­an denda juga membuka cela bagi oknum nakal untuk meraup penghasilan tam­bah­an dengan cara tidak menye­torkan uang hasil denda ter­sebut ke kas daerah. Oleh ka­rena itu, perlu pengawasan yang ketat terhadap para pe­negak peraturan itu agar meminimalisir penyele­wang­an yang terjadi.

Kebiasaan masyarakat yang membuang sampah ke parbus, tidak bisa dibiarkan begitu saja. Pemerintah perlu melihat ini sebagai suatu pe­nyimpangan yang berat, ka­rena masalah lingkungan berkaitan dengan masalah hajat hidup orang banyak, bahkan semua makhluk hi­dup. Tidak hanya untuk masa kini, lebih-lebih untuk generasi mendatang. Karena itu, pengenaan sanksi berupa denda bagi siapapun yang membuang sampah semba­rangan mesti diterapkan.

Hal ini tentu akan mem­be­ratkan bagi siapapun yang melakukan pelanggaran, dan harapannya bagi pihak yang melanggar nantinya mau menaati peraturan yang ada demi kebaikan bersama. Akan lebih baik, jika pada penerapannya, pemerintah juga terlebih dahulu harus menyediakan sarana prasana tempat pembuangan sampah, agar masyarakat tahu kemana sampah-sampah yang mereka hasilkan harus dibuang. Se­moga bermanfaat.

(Penulis adalah mahasis­wa UIN-SU dan peminat ma­salah lingkungan)

()

Baca Juga

Rekomendasi