Hampir tidak ada sungai kecil (parit) di lingkungan Kota Medan ini yang tidak tercemar dengan limbah sampah. Seringkali kita melewati titi penyebrangan yang di bawahnya terdapat aliran parit bisa dipastikan parit tersebut tidak lagi terjaga kebersihannya. Ditandai dengan berseraknya sampah limbah rumah tangga yang membuat warna air paritnya menjadi hitam pekat, serta mengeluarkan aroma busuk yang tidak sedap.
Oleh: M. Arif Suhada. Wajar jika kemudian kita lebih mengenal parit-parit tersebut dengan istilah parit busuk (Parbus). Seolah hal itu mengartikan tidak ada lagi parit yang bersih di lingkungan kota. Pemandangan parbus tidak saja menciderai estetika lingkungan, lebih dari itu bisa menimbulkan bahaya penyakit khususnya bagi masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar lokasi parbus.
Limbah sampah yang terdapat di parbus merupakan tempat favorit bagi berkembangbiaknya bakteri jahat yang berbahaya bagi manusia.
Siapapun yang tidak memiliki kekebalan tubuh yang kuat, akan sangat rentan terserang berbagai penyakit seperti gatal-gatal, diare, cacingan, demam berdarah, dan malaria.
Kendatipun demikian, masih banyak masyarakat yang kurang peduli dengan kebersihan parbus. Jangankan berupaya bergotong-royong guna membersihkan sampah-sampah yang mencemari parbus tersebut, sebaliknya parbus justru dijadikan tempat yang paling digemari untuk membuang sampah. Tanpa ada rasa bersalah, masyarakat dengan begitu mudahnya melemparkan sampah hasil rumah tangga ke aliran parbus tersebut.
Parbus pun tak ubahnya sebagai tempat sampah bersama. Tidak diketahui pasti, apa yang melatarbelakangi masyarakat membuang sampah ke parbus. Apakah demi menghindari tagihan pembayaran sampah dari dinas kebersihan, ataukah faktor ketidakpedulian akan kebersihan lingkungan sehingga masyarakat mencemari parbus dengan sampah yang dihasilkannya.
Bagi warga Medan, tentu sudah tidak aneh dengan perbuatan masyarakat yang demikian. Jamak terjadi, tengah malam adalah waktu yang paling sering dijumpai masyarakat membuang sampah ke parbus. Karena perbuatan tersebut sudah menjadi suatu kebiasaan yang dianggap benar, maka orang yang satu dengan yang lainnya tidak lagi peduli untuk memberi teguran ataupun melarangnya.
Keberadaan papan reklame di sekitar parbus yang berisi anjuran untuk tidak membuang sampah, sama sekali tidak dihiraukan. Begitulah jika faktor ketidakpedulian lebih besar ketimbang kesadarannya. Ajakan untuk cinta lingkungan seperti yang kerap tertulis di papan reklame itu tidak lebih sekedar pernak-pernik pelengkap kota.
Kota Denda
Salah satu negara di Asia yang terkenal dengan kebersihan lingkungan adalah Singapura. Rakyat Singapura dengan serius mematuhi kebijakan pemerintahnya tentang kelestarian lingkungan. Kesadaran penuh rakyat Singapura tersebut tidak terlepas karena adanya pengenaan denda berat bagi setiap warganya yang melakukan pelanggaran.
Hampir semua pelanggaran yang terjadi di Singapura, dari mulai pelanggaran ringan sampai berat semua dikenakan denda. Sampai-sampai Singapura dijuluki “Kota Denda”. Dendanya pun tidak tanggung-tanggung. Sebagai contoh, dilansir detik.com (26/1) seorang pria dikenakan denda 19,800 dolar Singapura atau sekitar Rp 183 juta rupiah karena tertangkap kamera membuang puntung rokok dari jendela apartemennya.
Tidak sampai disitu, pria berusia 38 tahun itu juga diwajibkan membersihkan tempat-tempat umum selama lima jam, dengan memakai rompi berwarna oranye bertuliskan “Perintah Hukuman Kerja”. Keseriusan pemerintah Singapura dalam menjaga kebersihan lingkungan di wilayahnya tidak main-main. Badan Lingkungan Hidup Nasional Singapura mengatakan pihaknya memiliki sekitar 600 kamera di lokasi yang berbeda dan mempekerjakan 206 penegak peraturan. Pihaknya akan melakukan tindakan tegas bagi siapapun yang melakukan pelanggaran di Singapura.
Agaknya penggunaan denda sebagaimana yang diterapkan Singapura dapat diikuti oleh Indonesia, khususnya Kota Medan. Jakarta telah membuat peraturan yang sama bagi warganya yang membuang sampah sembarangan akan dikenakan denda.
Uang denda yang diperoleh dari pihak-pihak yang melakukan pelanggaran bisa menjadi pemasukan bagi kas daerah. Yang pada gilirannya bisa dipakai untuk menyediakan sarana prasarana untuk mendukung kebersihan lingkungan, seperti pengadaan tong sampah umum di pinggiran jalan.
Meski disatu sisi, pengenaan denda juga membuka cela bagi oknum nakal untuk meraup penghasilan tambahan dengan cara tidak menyetorkan uang hasil denda tersebut ke kas daerah. Oleh karena itu, perlu pengawasan yang ketat terhadap para penegak peraturan itu agar meminimalisir penyelewangan yang terjadi.
Kebiasaan masyarakat yang membuang sampah ke parbus, tidak bisa dibiarkan begitu saja. Pemerintah perlu melihat ini sebagai suatu penyimpangan yang berat, karena masalah lingkungan berkaitan dengan masalah hajat hidup orang banyak, bahkan semua makhluk hidup. Tidak hanya untuk masa kini, lebih-lebih untuk generasi mendatang. Karena itu, pengenaan sanksi berupa denda bagi siapapun yang membuang sampah sembarangan mesti diterapkan.
Hal ini tentu akan memberatkan bagi siapapun yang melakukan pelanggaran, dan harapannya bagi pihak yang melanggar nantinya mau menaati peraturan yang ada demi kebaikan bersama. Akan lebih baik, jika pada penerapannya, pemerintah juga terlebih dahulu harus menyediakan sarana prasana tempat pembuangan sampah, agar masyarakat tahu kemana sampah-sampah yang mereka hasilkan harus dibuang. Semoga bermanfaat.
(Penulis adalah mahasiswa UIN-SU dan peminat masalah lingkungan)