Izin Kampus Politeknik Aceh Tamiang Dipertanyakan

Kualasimpang, (Analisa). Pembangunan kampus Politeknik Aceh Tamiang yang menelan anggaran sekitar Rp47 miliar dari anggaran pendapatan dan belanja Aceh (APBA) 2010 dan 2012-2014 di Desa Sapta Marga, Kecamatan Manyak Payed, Aceh Tamiang dipertanyakan.

Sampai tahun ini, ternyata izin operasional dari Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Tinggi Kemen­te­rian Pendidikan dan Kebu­dayaan untuk politeknik ini tidak terbit.

Sementara, salah satu yayasan yang ditunjuk oleh Pemkab Aceh Tamiang sebagai pengelola juga diragukan keberadaannya, bahkan terindikasi fiktif.

Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif LembAHtari, Sayed Zai­nal M SH dalam siaran pers yang di­terima Analisa, Kamis (15/10).

Menurutnya, ini berbanding ter­ba­lik dengan rencana besar Bupati Aceh Tamiang yang sebelumnya, Ab­dul Latief, untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) di bidang pendidikan. Sebab, setelah menyerap dana besar, tapi tak diikuti dengan rencana terukur dan teruji.

Sayed merincikan, anggaran yang dukucurkan untuk pembangunan gedung politeknik tahap pertama senilai Rp5 miliar dilaksanakan secara swakelola berdasarkan SK Bupati Aceh Tamiang No 116/2012 tanggal 27 Febuari tahun 2012. Pada 2013, diterima dana pembangunan tahap kedua senilai Rp5 miliar dan kembali dilaksanakan secara swa­ke­lola. Tahun ini, H Hamdam Sati dan Iskandar Zulkarnain sudah terpilih sebagai Bupati dan Wakil Bupati Aceh Tamiang.

Pada 2014, dilaksanakan pemba­ngunan tahap ketiga. Dana dari APBA yang diterima senilai Rp4,8 miliar. Baru pada tahun ini pelak­sa­naannya melalui lelang.

Ironisnya, pada tahap ketiga ini justru bermasalah terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Aceh. Diduga terjadi kerugian negara Rp285 juta.

Selain pembangunan tidak selesai sesuai dengan jumlah anggaran, juga ada indikasi rekayasa saat peren­ca­naan tahap ketiga, urainya sembari me­nyebutkan, kasus ini sebenarnya sudah ditangani polisi namun tidak diketahui tindak lanjutnya.

“LembAHtari prihatin dengan komitmen dan keseriusan Bupati Aceh Tamiang agar politekni ini me­miliki izin sesuai Undang-Un­dang (UU) No 12/2012 tentang Pen­didikan Tinggi dan PP No 04/2014 tentang Penyelenggara Pendi­dikan Tinggi dan Pengelola Pergu­ruan Tinggi,” tambahnya.

Langkah Cepat

Karena itu, menurutnya, Bupati Aceh Tamiang harus segera me­ngam­bil langkah cepat, tepat dan tanggap agar Politeknik Aceh Ta­miang memiliki izin sesuai per­aturan.

“Sebab, dinilai dari segi manfaat, saat ini bisa dikatakan nol besar. Apa­lagi, pihak yang ditunjuk untuk me­ngelola tidak jelas dan entah ba­gai­mana mekanismenya,” katanya.

Sayed Zainal juga mengun­g­kap­kan, Bupati Aceh Tamiang tak per­nah meninggung masalah kegagalan memperoleh izin ini dalam laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) 2014 kepada DPRK. Karena itu, kinerja pengawasan lembaga legislatif juga patut dipertanyakan.

Berdasarkan penelusuran Analisa, luas lahan eks hak guna usaha (HGU) di Tualang Baru dan Sapta Marga yang dibebaskan untuk pem­ba­ngunan politeknik ini seluas 22,22 hektare. Disebut-sebut, ganti rugi pembebasan lahan pada 2010 itu menelan dana Rp31,5 miliar.

Gedung politeknik itu sendiri sampai kini belum mengantungi surat izin mendirikan bangunan (IMB). Dua tahun terakhir, gedung tersebut dipinjamkan kepada aka­demi komunitas di bawah pembinaan Institut Pertanian Bogor (IPB).

Menanggapi izin Politeknik Aceh Tamiang yang belum terbit, Asisten II Bidang Pendidikan Setdakab Aceh Tamiang, Izwardi menjelaskan, izin terhambat karena adanya surat edaran tentang jeda penderian dan perubahan bentuk perguruan tinggi dan pembukaan program studi baru. (dhs)

()

Baca Juga

Rekomendasi