Oleh: Hari Murti, S. Sos. Dalam tesaurus bahasa Indonesia, kata tumbang dan jatuh memang bersinonim. Kedua kata ini bersinonim dengan kata runtuh, ambruk, rebah, rontok dan lainnya. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tumbang berarti ‘rebah’ yang di belakang kata rebah itu diberi kalimat contoh berupa benda yang misalnya kayu yang terangkat akarnya. Maksudnya, tumbang menunjukkan adanya benda panjang dan vertikal (tegak) yang kemudian karena sesuatu menjadi horisontal posisinya, seperti pohon yang tumbang. Sedangkan jatuh, dalam kamus besar bahasa Indonesia, artinya adalah ‘turun dan meluncur ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi’. Contoh kalimat dalam kamus bahasa Indonesia adalah tabung kaca yang jatuh dan hancur, yang jelas tabung kaca tidak berbentuk vertikal.
Di sisi lain, ketepatan dalam memilih kata adalah kaidah pokok dalam berbahasa, apalagi bahasa di media massa. Kata-kata dalam bahasa berita adalah ibarat tombol-tombol instrumen pada ruang kemudi kendaraan. Sebuah gerakan kecil dari ujung jari pada tombol itu bisa berpengaruh signifikan pada perjalanan kendaraan. Ini artinya bahwa sekian banyak kata-kata yang bersinonim bukanlah ruang gerak kita untuk asal-asalan memilih kata. Kita tidak bisa berlindung di dalam ruang yang disediakan oleh kata yang bersinonim itu. Adanya kata yang bersinonim justru dimaksudkan sebaliknya, yaitu agar kita semakin tepat memilih satu kata yang bermakna paling tepat di antara sekian banyak kata bermakna mirip yang bisa digunakan. Kata-kata yang bersinonim ada agar kita memiliki banyak alternatif memilih kata yang paling tepat di antara yang tepat.
Hanya karena kata itu bersinonim, bukan berarti sudah selesai persoalan ketika kita memilih salahsatu di antaranya. Tak ada kata bersinonim yang benar-benar memiliki makna yang 100 persen sama dan bisa saling menggantikan untuk semua ruang, waktu, dan aktivitas. Jadi, ketika kita sudah tahu ada kata yang paling tepat, tetapi memilih sinonimnya yang mungkin karena ingin melakukan variasi kata, kemungkinan besar kita sudah mengurangi faktualitas berita dari sisi bahasanya.
Itulah yang saya perhatikan dari berita-berita di televisi tentang alat berat crane yang tumbang di Arab Saudi, yang banyak menimbulkan korban itu. Alat itu berbentuk vertikal sehingga tak tepat dikatakan crane jatuh. Alat crane itu menjejak di tanah bagian ujung bawahnya dan di udara bagian ujung atasnya, bukan mengambang atau terangkat di atas permukaan tanah seluruh tubuhnya. Jadi, tidak tepat sama sekali jika keadaan crane yang mengalami masalah itu disebut jatuh. Berbeda halnya jika benda yang sedang diangkat crane, misalnya semen, yang sedang beroperasi secara normal tiba-tiba semen itu terlepas dari ikatan dan meluncur ke tanah, itu cocok disebut jatuh. Tapi kalau bagian atas crane yang biasanya di udara dan tiba-tiba karena diterpa angin kencang lalu menjadi sejajar seluruh tubuhnya dengan tanah itu disebut jatuh, secara jurnalistik itu menimbulkan pertanyaan. Petinju yang tetap harus tegak selama mungkin, tetapi dipukuli lawannya dan tersungkur mencium kanvas tidak disebut jatuh, tetapi tumbang.
Kesalahan lainnya yang cukup perlu dikoreksi adalah kata menelan korban. Para jemaah haji itu dikatakan korban karena tertimpa crane. Sedangkan kata menelan korban menggambarkan seolah korban sudah ada terlebih dahulu, baru ditelan oleh crane dengan cara menimpa orang yang sudah jadi korban tadi. Sebenarnya urutan kejadiannya adalah crane tumbang dan kemudian menimpa jemaah haji sehingga timbul korban. Kata menelan korban, selain tidak rasional, juga tidak cocok dari sisi kronologisnya. Bukankah kata yang tepat adalah menyebabkan korban? ***