Yuk, Beri Masukan ke Kemenkum Berapa Rupiah Kompensasi Korban Salah Tangkap

detikNews - Jakarta, Maukah Anda dipenjara tanpa dosa dan hanya diberi kompensasi Rp 1 juta? Jika tidak mau, maka segera beri masukan ke Kemenkum HAM sebab Presiden Joko Widodo memerintahkan revisi PP 27 yang mengatur hal itu.

Izin prakarsa oleh Jokowi ini turun lewat Mensesneg Pratino dan diterima Kemenkum HAM pada 12 November lalu. Setelah itu, Ditjen Peraturan Perundang-undangan (Ditjen PP) Kemenkum HAM bekerja maraton merevisi PP 27 yang telah berumur lebih dari 32 tahun.

Dalam rancangan revisi yang diterima detikcom, Selasa (17/11/2015), Kemenkum HAM mengusulkan revisi ganti rugi salah tangkap/korban peradilan sesat dengan tiga opsi. Opsi pertama yaitu menaikkan angka ganti rugi dengan mengalihkan nominalnya dengan angka inflasi menjadi minimal Rp 10 juta hingga maksimal Rp 50 juta.

Pasal 9 saat ini:

Ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b dan Pasal 95 KUHAP paling sedikit Rp 5.000 (lima ribu rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000 (satu juta rupiah).

Usulan perubahan Pasal 9:

Ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b dan Pasal 95 KUHAP paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

Jika korban salah tangkap/korban peradilan sesat mengalami sakit, cacat atau meninggal dunia, maka diganti kerugian maksimal Rp 500 juta. Dengan PP 27 yang berlaku saat ini, maksimal Rp 3 juta saja.

Opsi kedua, Kemenkum HAM menyodorkan draft yaitu ganti rugi berdasarkan Upah Minimum Regional (UMR) di mana kejadian tersebut terjadi. Usulan lengkapnya yaitu:

Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b dan Pasal 95 KUHAP didasarkan pada Upah Minimum Regional Provinsi dikalikan jumlah hari penahanan dan menjalani hukuman. 

Apabila penangkapan, penahanan, dan tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP mengakibatkan yang bersangkutan sakit atau cacat sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan atau mati, besarnya ganti kerugian didasarkan pada Upah Minimum Regional Provinsi dikalikan jumlah hari penahanan dan menjalani hukuman dikalikan 2. 

Nah, opsi terakhir adalah memakai patokan besaran rupiah dalam PP 27 yang dibuat di zaman Soeharto dan dikonversi ke dalam harga emas. Sehingga usulan draft tersebut berbunyi:

Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b dan Pasal 95 KUHAP paling sedikit Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Apabila penangkapan, penahanan, dan tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP mengakibatkan yang bersangkutan sakit atau cacat sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan atau mati, besarnya ganti kerugian paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). 

Otak-atik revisi PP 27/1983 ini masih diproses di Kemenkum HAM. Kemenkum HAM selaku aktor utama dalam merivisi PP yakin akan bisa diselesaikan sebelum fajar terbit di Hari HAM Internasional pada 10 Desember 2015 nanti.

"Diharapkan dengan kesadaran bersama untuk memberikan perlindungan HAM bagi masyarakat sebagaimana amanat UUD 1945, maka tanggal 10 Desember saat Peringatan Hari HAM Internasional, perubahan PP 27/1983 ini dapat diundangkan," ucap Dirjen PP Prof Dr Widodo Ekatjahjana berjanji.

Nah, bagaimana menurut pendapat Anda? Apakah punya otak-atik perhitungan yang pas sesuai rasa keadilan dan nilai-nilai HAM terhadap korban salah tangkap/peradilan sesat? Segera beri masukannya ke Kemenkum HAM secepatnya.

()

Baca Juga

Rekomendasi