MENTERI Pariwisata Arief Yahya akan membuka Festival Danau Toba 2015 yang digelar pada 19-22 November di Kabupaten Karo. Agak berbeda memang agenda kegiatan yang dihelat kali ini dengan tahun-tahun sebelumnya. Bahkan muncul berbagai pertanyaan, mengapa Festival Danau Toba tidak diadakan di Danau Toba? Belum tahu apa alasan pasti dari panitia penyelenggara mengapa festival ini digelar di Kabupaten Karo. Padahal tujuan utama kegiatan ini adalah untuk mempromosikan Danau Toba dimata dunia.
Ada beberapa alasan yang terungkap mengapa agenda tahunan masyarakat Sumatera Utara ini diadakan di Tanah Karo. Memang rencana awal Festival Danau Toba (FDT) akan digelar di Kabupaten Samosir pada Oktober. Bupati Samosir Mangindar Simbolon juga semangat daerahnya ditunjuk sebagai tuan rumah pelaksanaan FDT. Namun sejelan dengan perkembangan waktu Pemkab Samosir menyatakan menolak sebagai tuan rumah dengan alasan tidak memiliki anggaran. Alasan lain pada 9 Desember Kabupaten Samosir salah satu daerah yang ikut dalam pelaksanaan Pilkada serentak. Hingga akhirnya dengan berbagai pertimbangan tuan rumah pelaksanaan FDT dialihkan di Kabupaten Karo dipusatkan di Panggung Terbuka Mejuah-juah Brastagi. Inilah alasan birokrasi dialihkannya FDT di Kabupaten Karo yang saat ini sedang dilanda bencana erupsi Gunung Sinabung.
Berbagai upaya dilakukan untuk mendongkrak kembali kunjungan wisata Danau Toba yang pernah memuncak ditahun 1980an. Awalnya dikenal dengan Pesta Danau Toba dengan panitia penyelenggara adalah pemerintah daerah. Kemudian Pesta Danau Toba lambat laun ditinggalkan pengunjung seiring merosotnya kunjungan wisata ke Danau Toba. Berbagai alasan mengapa Danau Toba tidak lagi dilirik untuk dikunjungi. Salah satunya adalah infrastruktur yang tidak mendukung. Akses jalan menuju Samosir buruk dan memakan waktu terlalu lama. Begitu juga sarana dan prasaran hingga saat ini belum ada perubahan. Begitu juga dengan minimnya promosi oleh pemerintah daerah. Bayangkan, FDT hari ini (19 November) sudah dibuka tetapi gaungnya tidak dirasakan oleh masyarakat Sumatera Utara. Apakah karena kepanitiaannya diambil alih oleh pemerintah pusat ? Sehingga gaung di daerah dirasa tidak ada. Bahkan banyak masyarakat Sumatera Utara tidak tahu kalau FDT bakal digelar.
Tidak bisa dipungkiri keindahan yang dimiliki Danau Toba tidak lagi dilirik oleh wisatawan lokal dan manca negara. Pemerintah harus belajar dari negara tetangga Malaysia dan Singapura dalam mengelola dunia pariwisata. Keindahan dan kekayaan alam tidak akan dilirik jika salah urus. Apapun kegiatan yang akan digelar untuk mendongkrak kembali citra Danau Toba tidak akan berhasil jika persoalan-persoalan kecil tidak diselesaikan terlebih dahulu. Sehingga pesta apapun namanya yang digelar setiap tahun selalu sepi dari pengunjung. Rasanya sia-sia anggaran yang digelontorkan untuk FDT ini, karena tujuannya tidak tercapai.
Antusian Menteri Pariwisata Arief Yahya untuk membangkitkan pariwisata patut diapresiasi. Bahkan akan menjadikan Danau Toba sebagai salah satu destinasi wisata unggulan. Alasannya kini Danau Toba sudah masuk dalam “Top Ten” destinasi prioritas. Arief Yahya selalu menyontohkan keberhasilannya mempromosikan Borobudur sebagai destinasi wisata Jogjakarta, padahal lokasi Borobudur tidak di Jogjakarta. Begitu juga yang akan dilakukan di Sumatera Utara dengan menjual Danau Toba sebagai ikonnya. Harus disadari Jogjakarta sangat jauh berbeda dengan Sumatera Utara. Baik letak geografis, budaya lokal, maupun karakter masyarakatnya. Dari segi geografis, Borobudur dapat ditempuh beberapa jam saja dari Kota Jogjakarta dengan kondisi jalan yang baik. Bandingkan dengan letak Danau Toba dari Ibukota Provinsi Sumatera Utara yakni Kota Medan. Butuh waktu tiga jam dengan kondisi jalan yang buruk. Masalah inilah selama ini dikeluhkan dan belum ada pemecahan.
Menteri Pariwisata tidak akan bisa jalan sendiri untuk membangkitkan Danau Toba sebagai destinasi wisata unggulan. Kegagalan Danau Toba sebagai Geopark dan terdaftar di Unesco harus dijadikan sebagai introsfeksi. Semangat besar yang digaungkan pemerintah melalui Kementrian Pariwisata tidak akan terwujud dan sia-sia jika tidak dilakukan bersama-sama lintas sektoral. Benahi dahulu infrastrukturnya, siapkan sarana dan prasarana, bekali masyarakat lokal sebagai tuan rumah yang baik, baru lakukan pembenahan secara totalitas. Menaikkan citra Danau Toba dimata dunia tidak bisa setengah-setengah, harus “full power”. Festival Danau Toba tahun ini juga harus dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk membangkitkan pariwisata di Sumatera Utara. Semoga FDT 2015 kali ini mampu menarik kembali kunjungan wisata ke Danau Toba.