Oleh: Tauhid Ichyar. Negri nusantara ini berada di atas kawasan cincin api pasifik, tempat bertemunya lempeng-lempeng tektonik utama dunia, ditandai tumbuhnya ratusan gunung berapi, yang secara bergiliran siap meletus dari waktu ke waktu. Di atas karpet api ini negeri indah nan subur membentang dari Sabang hingga Marauke.
Dibulan Desember ini, tepatnya tanggal sebelas merupakan peringatan Hari Gunung Internasional. Sebagian kita pasti tidak mengetahui adanya hari-hari tertentu yang diperuntukan mengingat gunung, walau negeri kita berada di hamparan ratusan gunung berapi yang tidak dapat diprediksi kapan meletus. Kita juga bertanya-tanya apakah hari gunung itu, apa manfaatnya diperingati? Atau hanya sebatas seremonial saja.
Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa nomor 27/245 menetapkan tahun 2002 sebagai Tahun Gunung Sedunia, sekaligus menetapkan tanggal 11 Desember sebagai Hari Gunung Sedunia (International Mountain Day) yang dimulai tahun 2003, serta mendorong masyarakat internasional untuk menyoroti pentingnya penyelamatan gunung yang berkelanjutan (sustainable mountain development).
Badan dunia PBB, menetapkan serangkaian hari-hari peringatan guna membantu setiap anggotanya dalam memberikan perhatian pada isu-isu yang perlu dilakukan dan penanganan secara bersama. Dengan penetapan hari tersebut setiap anggota mampu membangun kinerja yang baik dalam merawat, menyelamatkan serta mengantisipasi dampak apabila terjadi letusan.
Majelis Umum PBB menyerukan kepada seluruh anggotanya dan organisasi lainnya untuk menjadikan hari gunung sebagai cerminan dari prioritas penanganan permasalahan. International Mountain Day atau Hari Gunung Internasional adalah sebuah kesempatan untuk menciptakan kesadaran tentang pentingnya gunung bagi kehidupan, sebagai sumber air bersih, penyeimbang iklim, penyanggah hutan serta sebagai stabilitas bumi. Setiap anggota perlu meyoroti peluang dan kendala dalam pengembangan gunung untuk membangun kemitraan yang membawa perubahan positif pada pegunungan dunia dan dataran tinggi lainnya.
Deforestasi Gunung
Pada awal tahun 2015, Gunung Sinabung kembali menunjukan karakternya, meletus, memuntahkan isi gunung dengan tinggi semburan mencapai 3 kilometer. Letusan ini disertai awan panas yang menuju bagian selatan. Letusan yang terjadi pada Sabtu 3 Januari 2015 pukul 08.33 WIB hingga 09.19 WIB itu lebih besar dari biasanya yang hampir setiap hari.
Keberadaan gunung berapi di Indonesia membuktikan betapa hebatnya potensi gunung-gunung di Indonesia. Apabila terjadi letusan sebuah gunung sangat dahsyat meninggalkan korban. Lihatlah saat letusan Gunung Tambora tahun 1815 yang berakibat pada Year Without a Summer (Tahun Tanpa Musim Panas) di benua Eropa dan Amerika.
Letusan Gunung Krakatau tahun 1883 menyebabkan gelombang tsunami, letusan Gunung Merapi pada Oktober-Desember 2010 lebih dari 350.000 warga harus dievakuasi karena zona bahaya mencapai 20 km dari puncak gunung, 353 warga tewas hingga yang teranyar, dan letusan Gunung Sinabung di Sumatera Utara yang masih berlangsung hingga saat ini.
Peristiwa letusan Gunung Sinabung mengakibatkan 19 orang tewas dan 26.088 warga harus dievakuasi. Lebih dari setahun hujan abu yang tak kunjung berhenti berakibat pada runtuhnya rumah-rumah warga yang berada di kaki gunung. Sebagaimana keberadaan gunung-gunung berapi yang bertebaran di permukaan bumi, Majelis Umum PBB memiliki minat dan komitmen dalam mengajak setiap anggotanya berperan aktif dalam menjaga, memelihara, melestarikan, mengawasi sumber daya alam serta memberikan kesadaran masyarakat akan pentingya gunung dan segala habitat yang terdapat di dalamnya.
Indonesia adalah negara dengan hutan tropis terbesar ketiga dunia setelah Brazil dan Zaire, yaitu seluas 133,7 hektare. Luas tersebut meliputi 10% dari total hutan tropis di dunia. Menurut Matt Hansen (2013) dalam Jurnal Science Indonesia kehilangan hutan/deforetasi seluas 15,8 juta hektar antara tahun 2000 hingga 2012. Deforestasi tersebut terjadi di wilayah hutan berkerapatan tinggi di Sumatera dan Kalimantan, konversi akibat hutan tanaman industri dan perkebunan sawit (kompasiana).
Laju deforestasi hutan semakin mengkhawatiran manakala kebakaran hutan di Indonesia semakin mengganas. Kebakaran hutan yang semula terfokus di Sumatera, menjalar keberbagai wilayah timur Indonesia. Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho menyatakan, jumlah titik api di seluruh Indonesia meningkat drastis menjadi lebih dari 3000 titik, titik api meningkat lagi, tercatat 3.226 titik api di seluruh Indonesia”. (CNN Indonesia 21/10/15).
Ini artinya bahwa laju deforestasi hutan Indonesia tidak terkendali. Setiap musim panas terjadi kebakaran hebat dan butuh waktu lama memadamkannya. Melihat kenyataan ini, gunung sebagai tempat hidup berbagai jenis hayati, tumbuhan dan makhluk hidup mengalami degradasi yang sangat mengkhawatirkan.
Ring Of Fire Pasifik
Cincin Api Pasifik atau Lingkaran Api Pasifik (Ring of Fire) adalah daerah yang sering mengalami gempa bumi dan letusan gunung berapi yang mengelilingi cekungan Samudra Pasifik. Daerah ini berbentuk seperti tapal kuda dan mencakup wilayah sepanjang 40.000 km. Daerah ini juga sering disebut sebagai sabuk gempa Pasifik. Sekitar 90% dari gempa bumi yang terjadi dan 81% dari gempa bumi terbesar terjadi di sepanjang Cincin Api ini. Daerah gempa berikutnya (5-6% dari seluruh gempa dan 17% dari gempa terbesar) adalah sabuk Alpide yang membentang dari Jawa ke Sumatera, Himalaya, Mediterania hingga ke Atlantika. Berikutnya adalah Mid-Atlantic Ridge. (Wikipedia)
Negri nusantara ini berada di atas kawasan cincin api pasifik, tempat bertemunya lempeng-lempeng tektonik utama dunia, yang ditandai oleh tumbuhnya ratusan gunung berapi, yang secara bergiliran siap meletus dari waktu ke waktu. Di atas karpet api ini negeri indah nan subur membentang dari Sabang hingga Marauke. Tersusun dari ribuan pulau, Indonesia dilingkari jalur gempa paling aktif di dunia.
Di negri ini terjadi tumbukan tiga lempeng benua yaitu Indo-Australia dari sebelah selatan, Eurasia dari utara dan Pasifi dari timur. Kondisi tersebut mengakibatkan wilayah nusantara selalu berada dalam tatanan bencana akibat letusan gunung api, gempa dan tsunami.
Di atas bumi yang paling bergolak ini, masyarakat tumbuh dan berkembang selama ribuan tahun. gunung api melakukan aktifitas aktifnya, berkali-kali letusan gunung api merenggut kehidupan. Namun masyarakat selalu kembali dalam naungan kawasan gunung api, karena di balik kehancuran yang diakibatkannya, gunung api menyimpan berkah yang yang tak terhingga. Debu akibat letusannya menyuburkan tanah dan merajut Nusantara sebagai untaian zamrud yang berjajar sepanjang Katulistiwa. Jalur cincin api ini juga memiliki potensi energi tenaga panas bumi yang berlimpah, kekayaan jenis dan sebaran mineral yang terendapkan, serta kekayaan hayati yang khas.
Kawasan cincin api di samping potensi merusaknya luar biasa, juga banyak memberikan dampak positif, terutama bagi daerah-daerah yang berada di sekita gunung berapi. Letusannya membantu menjaga keseimbangan suhu di bumi, sehingga suhu bumi tetap stabil. Abu vulkanik yang dimuntahkannya mengandung mineral penting yang dapat menyuburkan tanah. Endapan-endapan vulkanik dapat dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi bangunan, pupuk atau lainnya, serta masih banyak lagi manfaat lain yang terkandung di dalamnya.
Dengan peringatan hari gunung dunia pada 11 Desember, kita dapat melihat berbagai akibat dan berkah yang ditimbulkan dari kawasan cincin api di negeri nusantara ini. Kembali pada diri kita masing-masing, apakah kita memandang keberadaan kawasan cincin api hanya sebagai keindahan semata yang selalu dieksplorasi tanpa batas, tanpa berfikir bagaimana menjaganya ? Atau kita hanya melihat sisi ganasnya saat terjadi erupsi.
Kesejukan, keindahan, kekaguman, keganasan merupakan keberkahan dari kedahsyatan geliatnya. Semua itu layak dan pantas kita syukuri, karena sesungguhnya betapa semua itu adalah kasih sayang dan anugrahNya kepada kita yang bertempat tinggal di kawasan cincin api. Begitu ganasnya gunung berapi di saat erupsi, ternyata kawasan gunung berapi merupakan reservoir air raksasa penyangga stabilitas bumi. Perlu kesadaran dan kerja keras agar gunung terhindar dari deforestasi tak terkendali.
(Penulis adalah pecinta dan pemerhati masalah lingkungan)