Ketoprak Dor

Oleh:Fadmin Prihatin Malau

Di sisi kedai kopi Atak, setiap gajian kecil dan gajian besar, juga dijadikan pasar jual beli segala kebutuhan buruh kebun. Lapangan luas itu terkadang di isi juga oleh pertunjukan kesenian. Sebelum pertunjukan, tentunya dibangunkan pentas, kemudian tempat duduk dari bambu. Areal pertunjukan dikelilingi oleh tepas/gedek bambu. Bagi penonton dikutip bayaran sebesar Rp. 2,50,- bagi dewasa dan Rp. 1,- bagi anak-anak. (dikutip dari Novel Acek Botak, halaman 260 karya Idris Pasaribu penerbit Kakilangit Kencana 2009).

Novel Acek Botak menceritakan tentang pertunjukan kesenian Ketoprak Dor di tanah harapan, tanah Deli. Ketika buruh kebun gajian kecil dan gajian besar di tanah lapang digelar pementasan Ketoprak Dor.

Ketoprak Dor dimulai pertunjukannya pukul 21.00 dan berakhir menjelang azan Subuh. Cerita terdiri dari puluhan babak, diselingi dengan nyanyian dan tarian. Ketoprak Dor, membawakan cerita-cerita yang sedang hangat dibicarakan. Pemainnya memakai jas, kebaya dan sepatu mengilap.

Interiornya yang biasa disebut dekorasi pentas, selalu menggambarkan kemewahan. musik memakai akordion, biola, gitar, kendang dan saksofon. (dikutip dari Novel Acek Botak, halaman 260 dan 261 karya Idris Pasaribu penerbit Kakilangit Kencana 2009).

Awalnya Ketoprak untuk hiburan rakyat di luar kerajaan. Kesenian Ketoprak menggunakan iringan suara lesung dan alu digunakan sebagai alat penumbuk padi. Lesung dan alu menimbulkan suara, prak, prak, prak. Nah, itulah asal nama kesenian Ketoprak.

Kesenian Ketoprak berkembang, sehingga akhirnya diminati keluarga kerajaan. Artinya, Kesenian Ketoprak bukan hanya hiburan rakyat di luar kerajaan. Kondisi ini terjadi awal abad ke-19, Kesenian Ketoprak dipentaskan Wreksodiningrat, seorang bangsawan Kraton Solo.

Pementasan Ketoprak ketika itu diiringi instrumen gamelan, biola dan rebana. Sejak itu tahun 1940-an Ketoprak dikenal masyarakat Yogya. Ketoprak terus berkembang dan menjadi pertunjukan primadona masyarakat di Jawa tahun 1960-an.

Kemudian tahun 1966-1969, kesenian Ketoprak redup karena terjadi pergolakan politik di Indonesia. Tahun 1970-an kesenian Ketoprak kembali bangkit berkat peran pemerintah Orde Baru. Waktu itu Kesenian Ketoprak digelar di instansi pemerintah dan militer. Kesenian Ketoprak tahun 1990-an terus berkembang. Banyak muncul group kesenian Ketoprak di pulau Jawa terutama di Yogya. Ketoprak muncul dengan pola baru yakni cenderung mengadopsi teater moderen.

Waktu itu pementasan Ketoprak tetap menggunakan Bahasa Jawa tetapi cerita yang ditampilkan bebas dan beragam, mirip dengan teater. Kostum, tatarias disesuaikan dengan adegan atau jalan cerita yang dilakoni para pemainnya.

Beda Ketoprak dengan Ketoprak Dor

Di samping narasi Novel Acek Botak, karya Idris Pasaribu penulis teringat ketika tahun 1987. Ketika itu menjadi wartawan majalah Famili Jakarta mendapat tugas membuat liputan Koeli Kontrak di Medan, Sumatera Utara. Meskipun tidak ada dalam materi liputan tetapi menuliskan kesenian Ketoprak Dor di lingkungan kebun. Dituliskan sebab bagian tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Koeli Kontrak kala itu.

Wawancara penulis 28 tahun lalu dengan generasi ketiga Koeli Kontrak di Medan, Sumatera Utara. Generasi Koeli Kontrak, mengakui kesenian Ketoprak Dor lahir di Tanah Deli sebab tidak sama dengan di Jawa. Kesenian Ketoprak Dor produk kesenian asimilasi dari berbagai kesenian di Tanah Deli.

Ketoprak Dor memiliki beragam budaya yang ada di Sumatera Utara. Hal itu dapat dilihat dari pementasan Ketoprak Dor. Ada unsur kesenian Melayu, kesenian India dan Tionghoa, termasuk penggunaan bahasa dalam pementasan Ketoprak Dor. Begitu juga kisah-kisah yang dipentaskan sudah berakulturasi.

Dahulu cerita pementasan Ketoprak Dor tentang keseharian para koeli kontrak di Tanah Deli. Cerita kisah perjalanan koeli kontrak di perkebunan. Cerita tentang kerinduan kampung halaman yang ditampilkan ceria dan kelucuan. Kerinduan kampung halaman tetapi bukan cerita kesedihan, tetapi riang dengan dagelan pelecut tawa.

Beda Ketoprak Dor di Tanah Deli dengan di Jawa tidak ada kata Dor. Jika Ketoprak awalnya menggunakan iringan suara lesung dan alu yang digunakan sebagai alat penumbuk padi. Lesung dan alu menimbulkan suara, prak, prak, prak. Boleh jadi dari suara prak, prak, prak menjadi Ketoprak.

Ketoprak Dor di Tanah Deli diiringi alat musik akordion, biola, gitar, rebana dan saksofon tetapi dimunculkan bunyi “Dor!.”  Ketika dimunculkan bunyi “Dor” itu menjadi nyawa dan khas Ketoprak Dor.

Hadirnya bunyi “Dor!” untuk sebagai tekanan kelucuan. Biasanya pada ujung dialog yang membuat para penonton tertawa maka dihadirkan bunyi “Dor!”

Sama dengan asal kata Ketoprak maka Ketoprak Dor juga sebagai tanda sebuah tawa. Bunyi “Dor!” memiliki arti penting sebab setiap kali bunyi “Dor!” maka disaat itulah penonton tertawa.

Kini muncul panggung-panggung kesenian Ketoprak Dor di Medan sekitarnya patut diapresiasi. Kesenian Ketoprak Dor pernah sepi dalam waktu sekian lama. Sekian lama kesenian Ketoprak Dor menghilang kini komunitas Jawa Deli (Jadel) melestarikannya. Kesenian Ketoprak Dor mentas di Jalan Balam, Kecamatan Medan Sunggal, Sabtu malam 14 November 2015 lalu.

Ketoprak Dor dengan lakon Joko Bodo Sabtu malam, 7 November 2015 lalu di Kawat V Tanjung Mulia Medan Deli. Minggu malam, 22 November 2015 di Jalan Pancing Mabar Hilir, Medan Deli tampil Ketoprak Dor LMARS. Sabtu malam 28 November 2015 di Jalan Balam Medan Sunggal tampil Ketoprak Dor Langen Setio Budi Lestari.

Pementasan Ketoprak Dor ini perlu diapresiasi untuk menyemangati. Kesenian Ketoprak Dor dalam beberapa waktu lalu nyaris tak terdengar. Kini adanya pementasan Ketoprak Dor menjadi pembangkit Ketoprak Dor yang adanya di Tanah Deli. Sementara di Pulau Jawa tidak dikenal kesenian Ketoprak Dor, yang ada hanya Ketoprak tanpa Dor.

Penulis salut kepada penulis Novel Acek Botak, Idris Pasaribu. Masa kecilnya memang diperkebunan tembakau. Kemudian, bahkan pernah ikut bermain Ketoprak Dor bersama grup Triple "A" (Anang, Antung dan Adoel," di Delitua. Wajar Kalau penulkis Novel Acek Botak ini, tau betul apa dan bagaimana itu Ketroprak Dor.

* * *

Penulis; Dosen Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Medan, mantan Sekretaris Majelis Kebudayaan PW. Muhammadiyah Sumatera Utara

()

Baca Juga

Rekomendasi