Bireuen, (Analisa). Dibutuhkan guru yang memiliki keahlian khusus untuk mendidik anak berkebutuhan khusus (ABK) dalam hal menerapkan pendidikan inklusif. Meski anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak normal dalam satu ruangan, dibutuhkan guru yang khusus pula.
“Pendidikan inklusif tidak membedakan anak normal dan anak berkebutuhan khusus,” kata Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Bireuen, Drs Nasrul Yuliansyah MPd, dalam lokakarya Guru Bimbingan Khusus (GBK) yang digelar Disdikbud setempat di Bireuen, baru-baru ini.
Diungkapkannya, peserta lokakarya ini harus bersyukur karena merupakan pilihan untuk mengikuti lokakarya dari 5.500 guru di Bireuen.
“Untuk menjadi guru bimbingan khusus tentunya dibutuhkan lebih banyak kesabaran, makanya peserta yang dipilih mayoritas dari kalangan perempuan karena kaum perempuan relatif memiliki perasaan dan kesabaran yang lebih baik dari guru laki-laki,” katanya.
Kepala Bidang Pendidikan Dasar Disdikbud, Abdullah SPd selaku panitia mengatakan, lokakarya tersebut diikuti 72 guru bimbingan khusus dari 22 sekolah dasar dan tiga sekolah dasar luar biasa (SDLB) di Bireuen.
“Tujuannya untuk meningkatkan kompetensi guru dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif dan menciptakan lingkungan belajar di sekolah yang inklusif dan ramah terhadap anak berkebutuhan khusus,” ucap Abdullah.
Para peserta dibimbing Drs Subagya MSi dari Universitas Negeri Solo, Dr Joko Juwono MPd (Universitas Sultan Agung Tirtayasa, Tangerang) dan Dra Irma Listianawati MSi (Pokja Inklusif Dinas Pendidikan Jawa Tengah). (mur)