Pohon untuk Kesejukan Lingkungan

Oleh: Dra. Yusna Hilma Sinaga

MENANAM pohon selalu dirangkai ketika memper­ingati Hari Pohon pada 21 November setiap tahun. Na­mun, kondisi lingkungan masih saja memprihatinkan, pada hal menanam pohon dapat melestarikan lingkung­an. Mengapa bisa terjadi hal yang bertolak belakang itu?

Sebaiknya menanam po­hon tidak hanya dilakukan ke­tika memeringati Hari Po­hon saja, tapi harus setiap saat. Selesai menanam, po­hon harus dirawat hingga di­pastikan tumbuh dengan baik.

Pohon kini sudah menjadi kebutuhan hidup manusia itu, karena akan membuat ling­kungan sekitar menjadi sejuk dan nyaman. Sangat banyak manfaat pohon bagi manusia, satu pohon bisa menghasil­kan Oksigen (O2) 1,2 Kg/hari. Sedangkan ma­nu­sia membutuhkan minimal 0,5 Kg Oksigen/hari dan mele­pas­kan Karbon-dioksida (CO2) ketika bernafas. Coba hitung berapa banyak manu­sia bisa dihidupi sebuah po­hon. Hebatnya lagi, dalam satu masa pohon besar bisa menyerap 1 ton CO2 yang di­lepaskan manusia ketika ber­nafas.

Jadi jika manusia mena­nam 20.000.000 pohon, ma­ka akan menghasilkan 260. 000.000 ton O2 dan akan meng­hilangkan 10.000.000 ton CO2. Pohon dapat menu­runkan partikel debu.

Ber­da­sarkan pengamatan Bian­poem (1997), pohon dengan luas 300 x 400 meter bujursangkar dapat menu­run­kan kadar partikel debu dari 7.000 partikel/liter men­jadi 4.000 partikel/liter.

Di samping itu pohon mam­pu meningkatkan air ta­nah per daun jarum dapat mengikat air tanah hingga 60%, sedangkan pohon ber­daun lebar dapat mengikat air tanah hingga 80%. Pohon dapat mencegah bencana long­sor sebab dapat menahan pengikisan tanah pada gu­nung, menahan partikel hu­jan sehingga tidak langsung menyentuh tanah.

Sementara yang membuat efek rumah kaca adalah CO2 maka de­ngan kehadiran po­hon dapat mencegah efek ru­mah kaca. Efek rumah kaca terjadi karena adanya pe­num­pukan gas CO2 di at­mos­fer yang menyebabkan berlubangnya lapisan atmos­fer maka dengan banyaknya po­hon di hutan akan menye­rap 3,7 ton CO2 dan meng­ubah­nya menjadi 2 ton O2 untuk manusia dan mencegah terjadinya efek rumah kaca.

Pohon secara alami bisa men­jadi tempat berlindung berbagai jenis hewan peliha­raan dan hewan liar termasuk juga manusia. Pohon juga memberikan makanan kepa­da banyak hewan. Hebatnya berdasarkan penelitian me­dis, ternyata orang yang se­dang sakit, bila dekat atau bisa memandang pohon akan mempercepat kesembuhan sampai 8% dibandingkan de­ngan orang sakit yang tidak dekat dengan pohon atau ti­dak memandang pohon.

Nah, manfaat pohon luar biasa hebatnya. Namun, mengapa kita masih saja ti­dak mau menanam pohon. Menanam pohon akan men­da­pat multi manfaat dari po­hon yang ditanam itu. Jadi tidak ada ruginya me­nanam pohon. Keuntungan bukan saja buat yang menanam te­tapi semua makhluk hidup di dekat pohon itu.

Berbagai alasan muncul bagi orang yang tidak mau menanam pohon, antara lain tidak ada waktu dan tidak ada lahan. Dua alasan ini kurang bisa diterima, sebab manusia tidak pernah tidak punya wak­tu bila waktu itu diatur dengan baik. Tidak mau me­nanam pohon karena tidak ada lahan. Mengapa sampai tidak ada lahan? Bila ada ke­mauan dan menyadari man­faat besar dari sebuah pohon pasti akan menyediakan la­han untuk bertanam pohon.

Menanam pohon harus menja­di kemauan semua pi­hak tanpa terkecuali. Peme­rin­tah untuk menggerakkan masyarakat menanam pohon, minimal satu pohon pada setiap tempat tinggal. Tidak alasan tidak ada lahan. Un­tuk itu Pemkab dan Pemko bertanggungjawab dengan memberikan konpensasi ke­pada masyarakat yang mena­nam pohon di depan, sam­ping atau belakang rumah­nya, yakni dengan memba­yar lahan pemilik rumah yang menanam pohon terse­but.

Bila Pemkab atau Pemko memberikan konvensasi buat masyarakat yang menanam pohon di lahan rumah, kantor dan tempat usaha masyarakat dipastikan masyarakat terta­rik dan mau menanam po­hon. Pemkab dan Pemko ju­ga harus memberi konvensasi kepada masyarakat yang menanam pohon di lahan miliknya dengan memotong atau meniadakan pajak bumi dari lahan itu. Artinya rumah, kantor dan bangunan sejenis­nya apa bila memiliki tanam­an pohon maka yang dikutip atau dipungut hanya pajak bangunannya saja, tidak ikut pajak bumi.

Hal ini bisa dilakukan Pem­kab dan Pemko dalam membangun Ruang Terbuka Hijau (RTH) minimal 30% dari luas Pemkab dan Pemko itu. Masyarakat yang memi­liki tanaman atau pohon di lahan bangunan rumah, toko dan bangunan sejenis hanya membayar Pajak Bangunan saja, sedangkan Pajak Bumi tidak dihitung.

Sebaliknya bagi masyara­kat yang tidak menanam po­hon pada lahan bangunan mi­liknya maka dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Kondisi ini baik dilakukan Pemkab atau Pemko dalam mewujudkan lingkungan yang hijau, asli dan lestari de­ngan lingkungan yang sehat. Semoga memeringati Hari Pohon tidak sebatas acara serimonial saja. Semoga!

(Penulis alumni Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara, pemerhati masalah lingkungan hidup)

()

Baca Juga

Rekomendasi