Ulan Bator, Kota Kaya Sejarah Terdingin Dunia

BANGSA Mongolia sudah menguasi teknik mengatasi musim di­ngin ekstrem pa­dang rumput luas selama beberapa abad.

Suhu terpanasnya adalah 20 derajat celcius. Sementara di musim dingin, suhu bisa mencapai -30 derajat celcius. Hal ini menjadikan Ulan Bator sebagai salah satu ibukota paling dingin di dunia.

Ulan Bator telah diberi berbagai nama dalam sejarah. Sebelum tahun 1911, nama resminya adalah Ikh Khuree

Ulan Bator terletak sekitara 1350 meter (atau 4430 kaki) di atas permukaan laut, se­­dikit ke arah timur Mongolia dekat Su­ngai Tuul, dekat lembah di kaki gunung Bogd Khan Uul.

Dikarenakan oleh elevasi yang tinggi, pada garis lin­tang yang relatif tinggi, ber­tempat ratusan kilometer dari pantai ma­napun dan berdampak dari Ketinggian Siberia, Ulan Bator merupa­kan ibu kota ne­gara terdingin di dunia dengan pengaruh mu­son, subartik, iklim semi-arid (Klasi­fi­kasi iklim Köp­pen) dengan waktu musim panas yang pendek, serta musim dingin yang panjang.

Presipitasi setahun adalah 216 milli­metres (8.50 in) yang lebih terpusat­kan pada bulan-bulan di musim panas.

Kejayaan Jenghis Khan

Selama lebih satu abad, Mongol men­jadi kekaisaran terbesar kedua di dunia. Sisa-sisa kejayaannya terlihat jelas di Ulan Bator, ibukota Ne­gara Mongolia.

Tak banyak orang yang sadar, negara kecil ini punya sejarah yang kaya. Sejak didirikan oleh Jenghis Khan pada tahun 1209 silam, Ke­kaisaran Mongol me­nguasai wilayah sekitar 33 juta kilo­meter per­segi pada puncak kejayaannya.

Padahal, Mongo­lia diapit oleh dua negara superbesar yakni Rusia dan Tiong­kok. Wilayah kekuasaannya lalu meluas hingga Eropa Tengah dan sebagian besar wilayah Asia Tenggara.

Di mana ada kejayaan, di situ ada kerun­tuhan. Ulan Bator lenyap pada 1370 si­lam, sebagai hasil invasi Tiongkok pada masa Dinasti Ming. Mereka mengambil alih masyarakat Mongol yang tersisa pasca perebutan wilayah.

Namun, Negara Mongolia tetap ber­tahan. Penduduk yang tersisa lalu me­ngungsi ke wilayah tengahnya, hingga kemudian Ulan Bator ter­bentuk sebagai ibukota ne­gara.

Jika diibaratkan sebagai manusia, Ulan Bator adalah gelandangan. Ia kumuh, ko­tor, tak terawat, dan jarang bersolek. Tapi dibiarkan saja hidupnya seperti itu.

Diibaratkan lagi, Ulan Bator adalah orang tua yang telah banyak makan asam garam. Ia mencintai dirinya sendiri atas apa yang terjadi dalam hidupnya.

Penduduk Mongolia cinta akan ibu­kotanya. Cinta akan sejarah, budaya, dan sisa per­juangan yang membekas di tiap goresan temboknya.

Di balik tembok-tembok itu, ma­sya­ra­katnya berlin­dung dari udara dingin yang ber­langsung sepanjang tahun.

Di balik tembok-tembok itu pula, ma­sya­rakat lokal hidup dengan sederhana dan toleran. Raut wajah Bangsa Hun yang menjadi penghuni pertama Mongolia juga masih jelas terlihat.

Mata sipit, kulit cokelat, serta rona me­rah yang mew­arnai tulang pipi nan besar.

Bangsa Mongol menganut agama Buddha. Anda bisa merunut sejarah masuknya agama ini di Choijin Lama Monastery.

Komplek ini memiliki 5 buah kuil de­ngan 5 gerbang yang berbeda. Di dalam kuil-kuil itu ada lebih 5.000 artefak kuno, 200 di antara­nya bernilai seni tinggi.

Di Bogd Khan Museum yang me­nem­pati sebuah is­tana terdapat beragam pe­ning­­galan abad ke-17 hingga abad ke-20 Masehi.  Ada lukisan sutera juga benda-benda dari emas, perak, dan tembaga. Selain itu ada pula patung dan ukiran kayu khas Mo­ngolia. (bbs/afp/es)

()

Baca Juga

Rekomendasi