Oleh: Ris Pasha. MEMPERINGATI sesuatu apalagi ulang tahun atau Yubileum, dengan berbagai kegiatan adalah hal biasa. Kali ini, adalah peringatan Yubileum yang religius. Pendeta Newmann dari Belanda datang ke Tanah Karo melalui Buluhawar, 125 tahun lalu.
Kedatangan Newmann, awal dari penginjilan di Tanah Karo, hingga berdirinya Gereja Batak Karo Protestan. Untuk mengenang kehadiran Pendeta Newmann ke Tanah Karo, pesta Yubileum dilaksanakan. Termasuk pameran lukisan pada 11-18 April 2015 di Sukamakmur Deliserdang.
Beberapa lukisanpun digelar. Dua peluikis asal Tanah Karo, Prof. Dr. drg. Rasinta Tarigan dan Marthin Sitepu dari Bali. Walau aliran mereka berbeda, namun lukisan mereka menggambarkan Tanah Karo duhulu dan sekarang.
Untuk lukisan Prof. Dr. drg. Rasinta Tarigan, penulis tertarik pada enam buah lukisannya, dari sekian lukisan yang akan dipamaerkan nanti. Lukisan-lukisan kubisme Prof. Rasinta Tarigan berjudul Pdt Newmann, salah satu yang menarik perhatian penulis.
Dari wajah Newmann terpancar lidah-lidah segi tiga Roh’ul Kudus. Roh kebenaran yang keluar dari Bapa dan bersaksi tentang Kristus. Walau lukisan wajah Newmann adalah wajah yang diambil dari dokumentasi, namun yang menarik lukisan kubis Rasinta, melatarbelakanginya. Newmann muda terpancar dari goresan kuas Prof. Rasinta dengan dominasi warna biru. Ada beberapa lukisannya yang warna birunya sangat kuat, walau tidak mendominasi. Pertanda ketulusan dan keikhlasan yang terpancar.
Lukisan kedua berjudul Kampung Buluhawar. Gereja pertama yang beridri tegak di Tanah Karo berada di kampung ini. Tebaran segi tiga hampir mengelilingi lukisan ini dan rumah adat Karo bertebaran sebagai sebuah imajinasi pelukis tentang gambaran perkampungan Buluhawar masa 125 tahun lalu.
Pada puncak lukisan matahari bersinar terang sebagai simbol terangnya “kabar gembira” yang disampaikan oleh Newmaan dalam fotonya di sudut kanan atas lukisan.
Lukisan ketiga berjudul, Kedatangan Yesus Kedua Kali. Pelukis mengimajinasikannya dari Alkitab. Ketika sangkakala ditiup, malaikat menyambutnya dan Yesus turun untuk mengadili orang yang hidup dan yang mati. Pengadilan yang terjadi di seluruh bumi, termasuk bumi Tanah Karo.
Lukisan ke empat berjudul, Gunung Sinabung Meletus. Prof Rasinta selaku pelukis tidak menggambarkannya sebagai sebuah letusan yang menakutkan. Walah dengan meletusnya Gunung Sinabung, menyebabkan kehancuran rumah tradisional dan penderitaan penduduk sekitar. Rasinta justru melalui lukisannya, mempertanyakan, siapa yang salah menyebabkan Gunung Sibaung meletus tiada henti-hentinya meletus. Lukisan Rasinta menjawab, kemungkinan Tuhan memberikan peringatan kepada manusia agar selalu berbuat baik dan selalu berdoa kepadaNya.
Allah memperlihatkan kekuasannya agar manusia sadar atas segala dosa-dosanya serta keangkuhannya dalam berbagai perbuatannya. Dalam letusan itu, justru seekor merpati putih mengepakkan sayap. Pertanda harapan orang Karo masih ada. Karenanya, berpengharapanlah selalu.
Lukisan ke lima berjudul, Berdoa. Sejauh manakah jarak antara manusia dengan Allah sang Pencipta? Jaraknya hanya sejauh doa manusia itu sendiri. Lagi-lagi lidah-lidah segi tiga mendominasi lukisan ini serta tebaran rumah-rumah adat Karo yang semakin memusnah. Rasinta menampilkan rumah adat Karo dalam dua hal.
Pertama rumah adat Karo adalah salah satu identitas masyarakat Karo. Menurut penulis, Rasinta justru prihatin, karena rumah adat Karo semakin lama semakin habis dan tak ada lagi yang membangunnya dan tinggal pada rumah adat Karo.
Lukisan ke enam berjudul, Bersuling. Biasanya yang suka beruling adalah laki-laki. Dalam lukisan ini justru seorang gadis yang bersuling. Untuk menyampaikan doa kepada sang Pencipta, tidak hanya dengan kata verbal dalam doa. Doa juga bisa disampaikan dengan alat musik. Bambu yang demikian banyak di Tanah Karo, membuat suling banyak ditemui di sana. Gadis ini menyampaikan doanya dengan suara suling, tentunya ditiup dengan sanubari hatinya.
Dua luksan lainnya membuat penulis tertarik adalah lukisan Marhin Sitepu dari Bali. Marthin yang dikenal dengan aliran abstrak, selalu melukis dengan cat acrylic di atas kanvas. Marthin sudah pameran melanglang buana ke berbagai negara, baik di Asia maupun di Eropa, terakhir ke Wina, Austria.
Marthin jestru tidak berpanjang-panjang dalam memberikan judul lukisannya. Setiap orang yang menyaksikan lukisannya, wajib membuka Alkitab, karena judul lukisannya hanya kutipan dari Alkitab. Lukisan pertamanya berjudul yang menarik perhatian penulis, adalah; Lukas 10:38-42. Lukisan kedua berjudul Lukas 6:41.
Yubileum 125 tahun GBKP dan pameran lukisan ini akan dihadiri oleh utusan-utusan gereja dari seluruh dunia. Mereka ikut merayakannya, terutama utusan dari Belanda dan Jerman serta gereja-geraja yang banyak membantu perkembangan GBKP.
Kakek (Bolang) Prof. Dr. drg. Rasinta Tarigan, adalah angkatan pertama yang langsung dibaptis oleh Newmann di Sibolangit.