Ironi Kota Medan dalam 425 Tahun

Oleh: Rosni Lim

Ironi Kota Medan sebagai kota ketiga terbesar di Indonesia, kota terbesar di luar Pulau Jawa, dan ibukota Propinsi Sumatera Utara, di satu sisi menyajikan dunia yang gemerlapan dengan gedung-gedung tinggi pencakar langit untuk hotel, perkantoran, mall, tempat hiburan, restoran, rumah mewah/villa, universitas/sekolah favorit; sedangkan di sisi lain masyarakat pinggiran dengan pemukiman kumuh, tepi sungai, pinggiran rel kereta api, emperan toko, kolong jembatan.

Di satu sisi, jalan-jalan lebar dan mulus nan sejuk dengan pepohonan di tepi jalan berdiri kokoh dan tegar, sedangkan di sisi lain jalan-jalan sempit penuh lobang di sana-sini dengan banyak sampah betebaran di pinggirnya. Mulai dari pejabat dan karyawan bank berseragam rapi bersih yang berkantor di gedung mewah, hingga ke abang tukang becak, tukang parkir, tukang sampah, terakhir pemulung, pengemis, dan gelandangan.

Gap yang demikian nyata ini merambah juga ke soal sandang dan pangan. Pusat perbelanjaan mewah menjadi tujuan konsumsi masyarakat kelas menengah ke atas, sedangkan dagangan kaki lima dan loakan tujuan menengah ke bawah.

Masalah pemadaman listrik bergilir setahun lalu perlahan mulai teratasi, terbukti dari tidak adanya lagi pemadaman listrik setahun belakangan ini, kalaupun ada sesekali saja. Mungkin, karena banyaknya jerit kritik dari masyarakat pelanggan setia listrik, sehingga keluhan ini pun diperhatikan dan syukurlah telah diperbaiki.

Beberapa jerit kritik lain dari masyarakat penghuni Kota Medan tercinta, yang pada 1 Juli 2015 ini merayakan ulang tahun ke-425 tahun, di antaranya adalah: masalah penggalian lobang di tengah/tepi jalan untuk perbaikan/pemasangan pipa air, masalah jalan-jalan berlobang baik di jalan utama (jalan raya), jalan kedua (persimpangan jalan raya), hingga ke jalan sempit (gang). Selain itu, masalah sampah bertumpuk di tempat pembuangan sementara dekat lokasi tempat tinggal atau pasar, masalah sampah dibuang ke sungai/selokan, hingga masalah air ledeng yang entah kenapa bila hujan deras menjadi keruh dan tak layak minum.

Sejatinya, bila ingin Kota Medan terus maju dan maju sebagai kota metropolitan tanpa meninggalkan gap yang demikian kentara antara si kaya dan si miskin, antara kehidupan mewah dan kumuh, yang bisa menimbulkan kecemburuan sosial, maka hal-hal yang dirasa pantas dibenahi harus mendapat perhatian serius bagi yang berkompeten dan dibenahi ataupun ditangani segera.

Masalah listrik yang sudah teratasi setahun belakangan ini, sudah membuktkan bahwa kekurangan-kekurangan yang kita rasakan di kota tercinta ini, sebenarnya dapat diatasi dengan segera juga. Mengingat kriminalitas dan hal-hal lainnya memang sering terjadi di kota-kota besar, maka perlu partisipasi dari masyarakat sendiri untuk lebih lebih berhati-hati dalam mengantisipasi atau menyikapi setiap gejala yang timbul.

Kemacetan

Kemacetan di jalan-jalan protokol dan jalan-jalan inti ataupun jalan-jalan yang selalu ramai dan macet karena berada di antara banyak persimpangan, hingga kendaraan saling berebutan, juga menjadi masalah.

Pada jam-jam sibuk di Kota Medan, jalan-jalan di jantung kota maupun jalan-jalan lainnya menjadi demikian macet. Jam pagi 07.00-09.00 WIB waktu anak-anak berangkat sekolah dan orangtua/dewasa berangkat kerja. Jam siang 11.30-13.30 WIB waktu anak-anak pulang sekolah dijemput orangtua masing-masing. Mobil pribadi, mobil jemputan, bus, angkot, becak mesin, becak dayung (yang mulai hilang dari peredaran), berbaris antri mengangkut penumpang. Jam sore 16-30-18-30 WIB waktu karyawan pulang kerja, juga menjadi jam sibuk langganan macet di ruas-ruas jalan tertentu.

Untuk mengatasi masalah kemacetan di Kota Medan, telah dibangun beberapa jembatan/jalan layang di persimpangan yang paling ramai, yaitu: Jembatan Layang Pulo Brayan, Jembatan Layang Amplas, dan akan menyusul lagi beberapa jembatan layang di beberapa lokasi lain. Bagi kendaraan yang tak mau mengantri lama di persimpangan, boleh melewati jalan layang yang otomoatis lebih mulus dan lancar. Namun, kadang karena tak bisa mencapai arah tujuan bila melewati jalan layang, kendaraan pun terpaksa mengantri panjang, walaupun tidak separah antriannya dibandingkan bila tiada jalan layang.

Masalah kemacetan karena ramainya arus lalu lintas atau kendaraan yang berlalu lalang ini juga disikapi dengan melakukan pemotongan jalan, yaitu memundurkan bangunan-bangunan di pinggir jalan supaya jalan semakin lebar untuk kendaraan-kendaraan yang lewat. Tentunya dalam hal ini, pemilik bangunan mendapat ganti rugi dari pihak yang berwenang.

Masalah kemacetan ini bisa juga diatasi dengan menjadikan jalur satu arah saja untuk jalan-jalan tertentu. Karena kebijakan seperti ini, pengendara sering harus memutar arah berkali-kali atau melewati jalan panjang hingga bisa sampai ke tujuan.

Wajah kota Medan beberapa dekade lalu dibandingkan sekarang telah jauh berbeda. Beberapa bangunan atau tempat yang dulu cukup terkenal, diubah menjadi wujud lain. Sebut saja, tempat penjualan buku-buku pelajaran bekas di Titi Gantung dulu, sekarang perdagangannya dipindahkan ke tempat lain.

Taman Ria, Medan Fair, yang dulu merupakan arena permainan anak-anak di alam terbuka tanpa tenda, telah disulap menjadi gedung plaza mewah alias Medan Fair Plaza. Beberapa bioskop di daerah Pulo Brayan Medan yang menjadi kenangan penulis waktu kecil, seperti: Bioskop Brayan, Bioskop Dewi, Bioskop Palapa, pun telah lenyap berganti bangunan lain.

Deli Plaza, Sinar Plaza, akan pula berubah wajah menjadi bangunan yang jauh lebih modern dan super lengkap untuk mengikuti perkembangan zaman. Hotel J.W. Marriot yang terletak di depan gedung Stasiun TVRI Medan, menjadi kebanggaan Kota Medan yang terus berkembang sebagai kota metropolitan. Di samping itu, tetap harus diingat Menara Air Tirtanadi yang merupakan ikon Kota Medan.

Itu hanya sedikit contoh dari banyaknya bangunan tempo doeloe di Kota Medan yang telah dirombak menjadi bangunan lain yang lebih modern sesuai zaman, dan perubahan wajah Kota Medan yang terus merias diri menjadi lebih cantik dan menarik. Namun ada beberapa bangunan bersejarah yang tidak boleh diubah, seperti: Kantor Pos Besar Medan, Istana Maimun, Rumah Tjong A Fie, dan lain-lain, yang menjadi objek kunjungan wisata bersejarah para wisatawan.

Dipindahkannya bandar udara Kota Medan (Bandara Udara Polonia Medan) ke Kuala Namu International Airport (KNIA) yang super luas, mewah dan lengkap, juga sebagai bukti terus berkembang dan majunya Kota Medan.

Mengenai arus lalu lintas di Kota Medan, dulu sangat lancar karena masih sepinya kendaraan yang berlalu lalang, belum banyaknya berbagai macam bangunan yang saling merapat, plus belum adanya segala macam kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi yang seramai atau sekompleks sekarang.

Bagaimanapun, wajah Kota Medan terus berubah dari waktu ke waktu. Perubahan itu merupakan bukti terus berkembang dan berbenah dirinya Kota Medan menuju ke arah yang lebih baik, namun beberapa peninggalan bersejarah harus tetap ada.

Harapan kita, perubahan wajah Kota Medan, semoga bukan saja dalam hal infrastruktur, melainkan juga dalam hal perubahan mental dan kepribadian para pemimpin maupun penduduknya sendiri menuju ke arah yang lebih baik dan berdisiplin.

Selamat Ulang Tahun Kota Medan ke-425 Tahun! * * *

 Medan, Juni 2015.

()

Baca Juga

Rekomendasi