Oleh: Jekson Pardomuan.
Siapakah Allah seperti Engkau yang mengampuni dosa, dan yang memaafkan pelanggaran dari sisa-sisa milik-Nya sendiri; yang tidak bertahan dalam murka-Nya untuk seterusnya, melainkan berkenan kepada kasih setia? – Mikha 7 : 18.
Firman Tuhan selalu mengajarkan kita untuk tidak memendam amarah sampai matahari terbenam. Ketika kita memendam amarah dan sakit hati terhadap seseorang karena seseorang itu telah berbuat kesalahan, mungkin terasa berat bagi kita untuk memaafkan kesalahannya. Akan tetapi, ajaran firman Tuhan mengajar kita untuk selalu memaafkan. Efesus 4:32 menyatakan, “Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.”
Kemudian Kolose 3:13 menyatakan, “Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian.” Ada lagi firman Tuhan yang menuliskan “Akal budi membuat seseorang panjang sabar dan orang itu dipuji karena memaafkan pelanggaran.” – Amsal 19 : 11.
Tak ada manusia yang sempurna. Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan, walau mungkin kecil dan sederhana. Kesalahan dapat membuat orang lain merasa kecewa, sakit hati dan kemudian menimbulkan luka batin yang dalam. Biasanya untuk menemukan proses rekonsiliasi, hal utama yang dilakukan adalah meminta maaf atas kesalahan yang dibuat. Akan tetapi, kenyataan yang ada adalah si pembuat salah enggan untuk meminta maaf dan terkadang manusia yang sudah jelas-jelas berbuat salah masih juga menganggap dirinya benar. Hal ini yang nantinya bisa berujung ke perselisihan berkepanjangan.
Meminta maaf dan memaafkan mungkin bisa dilakukan dalam waktu singkat. Tapi melupakan kesalahan, biasanya jarang di lakukan. Padahal untuk mewujudkan rekonsiliasi yang sejati, memaafkan dan melupakan kesalahan adalah dua hal yang harus berjalan bersama. Tanpa proses mau melupakan kesalahan, tak mungkin ada proses perdamaian dan rasa saling memaafkan yang sempurna.
Kita harus belaja untuk bisa memaafkan dan melupakan kesalahan orang lain. Kita tidak hanya sekadar bisa meminta maaf, memaafkan kesalahan orang lain. Tapi juga belajar melupakan semua kesalahan yang terjadi. Dengan demikian, kasih yang sejati akan lebih mudah diberlakukan dalam hidup kita. Walau terkadang terasa sangat berat untuk menjalankannya, proses memaafkan dan melupakan kesalahan orang lain harus kita jalankan dengan sepenuh hati.
Siapa pun mengakui kalau untuk memaafkan orang lain merupakan suatu tindakan yang sulit, apalagi memaafkan orang yang telah mengecewakan dan menyakiti hati kita. Yang pasti, kita tidak boleh membalas dendam terhadap seseorang yang telah menyakiti kita. Tuhan Yesus meminta kita untuk mengasihi dan mengampuni saudara-saudara kita, bahkan Tuhan meminta kita untuk mengasihi musuh kita seperti kita mengasihi diri kita sendiri. Ia meminta kita mempunyai hati yang tulus untuk memaafkan orang lain. Jikalau ada yang menyakiti, mengejek, dan dendam kepada kita, Tuhan ingin kita semua mengampuni mereka.
Bagaimanakah kita dapat belajar untuk saling mengampuni dan memaafkan? Sementara orang yang selama ini kita anggap sahabat tiba-tiba berkhianat, menjerumuskan kita ? Apakah semudah itu kita memberikan permohonan maaf kepadanya ? Di dalam Alkitab ada banyak tokoh yang berjiwa besar dan mau mengampuni orang yang bersalah kepada mereka. Seperti, Esau memaafkan Yakub adiknya. "Tetapi Esau berlari mendapatkan Yakub, didekapnya dia, dipeluk lehernya dan diciumnya dia, lalu bertangis-tangisanlah mereka." (Kejadian 33:4)
Yakub telah merebut berkat yang seharusnya diterima oleh Esau. Pada mulanya Esau sangat marah, bahkan ia ingin membunuh Yakub! Tetapi setelah waktu berlalu, Esau dapat menerima dan memaafkan Yakub.
Ada juga Yusuf yang memaafkan saudara-saudaranya. "Yusuf mencium semua saudaranya itu dengan mesra dan ia menangis sambil memeluk mereka. Sesudah itu barulah saudara-saudaranya bercakap-cakap dengan dia." (Kejadian 45:15). Kita semua tahu cerita tentang Yusuf yang dijual oleh saudara-saudaranya. Bahkan pada awalnya saudara-saudaranya bermaksud membunuh Yusuf. Bersyukurlah Tuhan memelihara Yusuf.
Nabi Musa memaafkan Harun dan Miryam. "Lalu berserulah Musa kepada Tuhan: "Ya Allah, sembuhkanlah kiranya dia."" (Bilangan 12:13). Pada waktu itu Musa memimpin umat Israel keluar dari Mesir. Mereka berjalan melewati padang gurun. Saat itulah Harun dan Miryam, kakak-kakak Musa menghina Musa. Mereka cemburu pada Musa. Mereka tidak mau dipimpin oleh Musa. Padahal Musa adalah pemimpin yang diangkat oleh Allah. Akibatnya Allah menjadi marah pada Harun dan Miryam, lalu menghukum mereka dengan penyakit kusta.
Apa yang dilakukan oleh Musa? Musa mengampuni mereka dan bahkan berdoa kepada Tuhan agar menyembuhkan Harun dan Miryam. Mengapa dia mau melakukan hal itu? Alkitab mengatakan hati Musa sangat lembut (Bil 12:3). Karena itu dia juga seorang pemaaf.
Kemudian, ada Daud yang memaafkan Saul. "Daud tidak mengizinkan orang-orangnya bangkit menyerang Saul." (1 Samuel 24:8). Saul sangat membenci Daud, dan telah beberapa kali berusaha membunuh Daud. Daud terpaksa melarikan diri dari satu tempat ke tempat lain. Saul mengerahkan segenap kekuatan untuk mengejar dan membunuh Daud. Sampai suatu saat Saul sedang membuang hajat di dalam sebuah gua, tempat persembunyian Daud.
Ini kesempatan baik untuk menghajar Saul. Pengikut-pengikut Daud juga berpikiran begitu. Mereka ingin membunuh Saul. Tetapi apa yang dilakukan Daud? Apakah dia membalas dendam? Tidak! Dia hanya memotong sedikit kain baju Saul untuk menyatakan kalau dia mau membunuh Saul, sangat gampang. Tetapi dia memaafkan Saul dan melepaskannya.
Di dalam Alkitab, ada Yesus Kristus, memaafkan orang-orang yang menyalibkan Dia. "Yesus berkata, Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang telah mereka perbuat." (Lukas 23:34). Yesus Kristus sesungguhnya bisa saja menghancurkan mereka, itu adalah hal gampang. Dia hanya tinggal berseru, maka ribuan malaikat akan turun untuk memusnahkan musuh-musuh-Nya. Akan tetapi Yesus tidak membalas dendam. Dengan hati yang tulus dan penuh kasih, Dia mengampuni mereka. Dia bahkan juga berdoa kepada Allah Bapa untuk mengampuni orang-orang jahat itu.
Di dalam Kitab Perjanjian Baru ada Stefanus mengampuni orang-orang yang membunuhnya. "Sambil berlutut ia berseru dengan suara nyaring: "Tuhan janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!"" (Kisah Rasul 7:60). Kisah Stefanus mirip kisah Tuhan Yesus, sebab Stefanus mencontoh Tuhan Yesus. Stefanus adalah seorang penginjil yang rajin. Suatu saat dia ditangkap dan dilempari batu sampai mati oleh orang- orang yang membenci Injil.
Rasul Paulus memaafkan orang-orang yang meninggalkan dia. "Pada waktu pembelaanku yang pertama tidak ada seorangpun yang membantu aku, kiranya Tuhan mengampuni mereka." (2 Timotius 4:16). Paulus dipenjarakan karena memberitakan Injil. Pada waktu ia dipenjarakan, banyak teman-temannya yang meninggalkan dia. Mereka takut ikut dipenjarakan dan dianiaya. Mereka sama sekali tidak membantu Paulus, justru pada waktu Paulus amat membutuhkan mereka. Seharusnya ini membuat Paulus marah kepada mereka dan tidak mau lagi berteman dengan mereka. Tetapi Paulus dengan penuh kasih memaafkan dan berdoa agar mereka diberkati Tuhan.
Lantas bagaimana dengan kita ? Apakah kita bisa saling memaafkan dan mengampuni ? Sekarang adalah saatnya bagi kita untuk tidak membalas dendam dan memegang teguh firman Tuhan agar kita menjadi pribadi yang mudah memaafkan dan melupakan kesalahan orang lain. Puji Tuhan. Amin.