Caburkan Bulung Ritual Pengobatan Karo

Oleh: Ramen Antonov Purba

Suku Karo merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bangsa Indonesia yang sejak dulu telah memiliki budaya. Budaya dalam artian,  Suku Karo sudah menghasilkan berbagai ragam dari ciptaan budi dan karya pikiran mereka. Masyarakat Karo memiliki berbagai jenis upacara ritual-itual yang harus dijalani selama hidupnya.

Beberapa dari upacara itu tetap dipertahankan, hingga saat ini. Ada beberapa juga yang sudah jarang dilakukan atau bahkan tidak dilaksanakan lagi. Sungguh menyedihkan, ketika kebudayaan yang seharusnya dijaga dan tetap dilestarikan, malah hilang dan terkikis karena pengaruh zaman. Kemajuan teknologi harus diakui sebagai salah satu penyebab mulai dilupakannya kebudayaan.

Manusia hidup dengan pola pikir modern dan mengganggap budaya merupakan hal yang kuno dan tidak perlu dilestarikan. Ironis memang. Ketika masyarakat barat banyak berkunjung ke Indonesia untuk melihat dan mempelajari kebudayaan daerah. Masyarakat Indonesia malah berpikir ala kebarat-baratan serta meninggalkan dan melupakan kebudayaan yang merupakan warisan mahal dari para pendahulu (moyang) kita.

Salah satu ritual yang kini sudah sangat jarang dilakukan oleh masyarakat karo yakni ritual caburken bulung. Caburken bulung merupakan suatu upacara pengobatan pada masyarakat Karo. Ritual ini dilakukan seperti halnya pesta perkawinan pada masyarakat Karo.

Uniknya ritual ini, perkawinan antara seorang pria dan wanita yang keduanya masih di bawah umur. Artinya yang menjadi pengantin di ritual ini adalah pasangan di bawah umur. Dipestakan seperti adat perkawinan tanpa dijodohkan atau berpacaran sebelumnya. Sifat perkawinan ini hanyalah simbolis saja.

Adanya perkawinan ini biasanya terjadi, karena salah seorang dari mereka sering sakit-sakitan. Ada kepercayaan dalam masyarakat, seorang anak yang sering sakit-sakitan, bila telah sembuh harus dijodohkan pada anak kalimbubu (kalau anak pria), diantar ke rumah anak beru (kalau anak wanita), dengan harapan dia tidak akan sakit lagi.

Ketika didalami makna ritual ini, terbayang dalam benak kita, ritual caburken bulung ini memiliki kekuatan (power) tersendiri. Tanpa bantuan obat-obatan seorang anak yang sering didera sakit, bisa sembuh hanya dengan sebuah ritual. Jelas fungsi upacara caburken bulung, untuk mengusir bala atau menjadi obat karena salah satu pihak sering sakit-sakitan dan mempererat tali silaturrahmi antara pihak kalimbubu dengan pihak anak beru.

Tata Cara Pelaksaan

Pelaksanaan upacara caburken bulung biasanya dilakukan di rumah pihak perempuan atau sesuai dengan keputusan kedua belah pihak. Sebelum upacara dilaksanakan terlebih dahulu ditentukan hari yang baik (niktik wari mehuli). Dilakukan oleh guru simeteh wari telu puluh (dukun yang mengerti hari yang baik di antara tiga puluh hari yang ada). Berarti sebelum terlaksananya acara caburken bulung ada beberapa proses yang harus dilakukan. Termasuk mencari hari yang baik dan tepat sebagai hari untuk melaksanakan ritual caburken bulung. Dalam upacara caburken bulung dihadiri oleh seluruh kelompok kerabat dari masing-masing pihak seperti pihak laki-laki (sukut/pihak yang mengadakan pesta), kalimbubu (pihak wanita) dan anak beru (dari pihak laki-laki dan dari pihak perempuan).

Proses pelaksanaan caburken bulung, memiliki arti dari benda-benda yang menjadi lambang atau simbol yang dipergunakan seperti: Piso pengumbat (piso tumbuk lada). Digunakan sebagai lambang pengikat tendi antara si laki-laki dengan impalnya. Agar tendinya keras seperti besi mersik. Cincin pengambat (cincin pengikat) melambangkan, tendi si wanita diikat dengan impalnya. Parang Teguh (sejenis rerumputan yang kuat dan teguh) melambangkan kuatnya ikatan antara tendi, sehingga sangat sulit untuk diputuskan. Uis Arinteneng (sejenis kain adat Karo berwarna hitam), melambangkan agar jiwa dan tendi bisa tenang dan penyakit bisa sembuh, tidak ada yang mengganggu. Pinggan Pasu, Pasu berarti berkat. Pinggan pasu di gunakan agar segala berkat yang diberikan kalimbubu kepada anak beru dapat diterima tanpa terhalang apapun. Nasi, Ayam yang masih lengkap. Telur ayam, melambangkan kebersamaan antara anak beru dan kalimbubu tidak pernah terpisahkan.

Selain itu biasanya sebelum dimulai ritual caburken bulung, anak perempuan yang akan mengikuti ritual dicuri (itangko), kemudian ibuniken (disembunyikan) di rumah bibiknya (Orang tua anak laki-laki).

Tetap Terjaga

Begitu tinggi nilai yang terkandung dari ritual caburken bulung ini. Ketika dilihat tahapan-tahapan yang dilakukan, begitu bermakna dan memperlihatkan cita rasa kebudayaan yang tinggi. Sungguh disayangkan ketika kebudayaan dengan nilai yang tinggi, hilang dan terkikis dilumat oleh perkembangan zaman. Tentunya harus ada upaya yang dilakukan untuk tetap melestarikan kebudayaan ini.

Kita harus mengakui, melihat tahapan ritual yang dilakukan banyak yang akan mengaitkannya dengan agama dan kapasitas kepercayaan kita terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Ketika kita melihat ritual ini sebagai upacara yang positif dan terlepas dari penyembahan-penyembahan terhadap berhala, maka yang terlihat adalah kebudayaan dengan kondisi dan tujuan yang luar biasa. Setelah selesai mengikuti ritual, anak yang biasanya mengalami sakit dapat sembuh dan tidak sakit lagi.

Selain faktor agama ada faktor ekonomilah yang membatasi pelestarian kebudayaan caburken bulung ini. Kesulitan untuk mendapatkan ornamen-ornamen asli seperti dulu ketika dilakukannya ritual caburken bulung, membuat ritual ini dilaksanakan tetapi dengan konsep berbeda. Bahkan sudah mulai menghilangkan cita rasa dan nilai kebudayaannya yang tinggi.

Karenanya unsur-unsur yang mengurangi nilai kebudayaan, harus dihindarkan. Para tetua yang mengetahui tentang seluk-beluk dari kebudayaan caburken bulung, harus memberikan informasi jelas terkait demi menjaga kebudayaan caburken bulung ini sendiri. Jangan sampai kebudayaan terkikis hanya gara-gara kita tidak mengetahui informasi yang jelas terkait dengan tahapan-tahapan pelaksanaan kebudayaan itu sendiri. Masyarakat karo harus mampu untuk tetap menjaga dan melestarikan kebudayaan yang merupakan warisan nenek moyang. Penulis yakini memiliki makna budaya ini dan nilainya yang luar biasa.

Ritual caburken bulung hanya satu dari sekian banyak ritual luar biasa dari masyarakat Karo yang sudah jarang dilakukan. Karenanya harus ada usaha untuk memperkenalkan kembali kebudayaan tersebut kepada para generasi muda Karo. Tujuannya agar kebudayaan tersebut tetap terpelihara sampai selama-lamanya.

Jenis alat musik dalam pelaksanaan upacara pengobatan Caburken Bulung seperti, Sarune, Gendang Singindungi, Gendang Singanaki, Gung dan Penganak, harus diketahui oleh anak muda Karo saat ini. Selain itu musik Karo gendang lima sendalanen dengan musik Gendang Simalungun Rayat yang digunakan sebagai pengiring pelaksanaan ritual caburken bulung, harus tetap dilestarikan oleh masyarakat karo pada umumnya.

Penulis; Penggiat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Politeknik Unggul LP3M Medan

()

Baca Juga

Rekomendasi