Oleh: Saurma
SESEORANG yang merasa lebih super dari orang lain seringkali laksana berada di atas awan. Baginya, segala sesuatu yang ada di bawahnya terlihat demikian kecil sehingga ia menganggap dirinya seperti raja di atas singgasana, seperti langit di atas bumi.
Akibatnya, segala sesuatu menjadi demikian tidak berarti dan dirinyalah yang menjadi pusat dari segala sesuatu. Inikah gambaran diri kita saat ini? Hanya kita yang dapat menjawabnya!
Belakangan ini kita banyak disuguhi berita tentang kesewenang-wenangan oknum pejabat yang memanfaatkan posisinya untuk kepentingan dirinya sendiri dan kelompoknya. Berita-berita sejenis itu tentu tidak asal melintas begitu saja di depan mata kita. Ada banyak kesan yang dapat kita tangkap dari semua informasi yang disampaikan. Bahwa posisi dan jabatan ternyata mampu menimbulkan kesewenang-wenangan. Mampu membuat kita lupa diri padahal semua itu tidak selamanya.
Seperti pesta, sebuah jabatan pun, satu waktu pasti akan berakhir juga. Ada waktu yang akan membatasi dan ketika waktunya berakhir maka kita tidak memiliki kuasa apapun lagi dan bila kesewenangan kita terkuak maka kita tinggal memanen akibat dari perbuatan kita sebelumnya. Bukan buah manis dari pekerjaan kita.
Tetapi bila kita melaksanakan tugas dengan kesungguhan dan mengutamakan kinerja dan prestasi tentu saja semua itu bukan akhir tetapi awal menuju posisi yang lebih baik lagi. Kelelahan saat bekerja keras mengejar prestasi akan terbayar dengan sebuah prestise yang patut dibanggakan.
Pilihannya, tergantung pribadi masing-masing. Sehingga, ada pejabat yang mengerjakan tanggung jawabnya dengan sekedar saja, tetapi ada pula yang melaksanakannya dengan penuh inisiatif untuk mengejar prestasi.
Rombongan
Sesuatu yang sering menarik perhatian masyarakat adalah ketika seseorang ditempatkan menjadi pejabat. Tidak jarang terlihat secara kasat mata oknum pejabat tersebut membawa serta 'rombongannya' ke tempat dimana ia diberi jabatan. Selanjutnya, sudah dapat diduga, rombongannya itupun seakan mendapat karpet merah untuk dilintasi. Mereka akan mengikuti kemana si pejabat akan ditugaskan.
Hal ini tidak lain dimaksudkan untuk menjadikan rombongan tadi sebagai 'punggawa-punggawa' yang siap 'pasang badan' untuknya jika sesuatu yang dikuatirkan terjadi. Mereka juga dimanjakan dengan berbagai situasi dan kondisi yang akan jelas tampak berbeda bila dibandingkan pegawai lainnya. Semua ini seperti menjadi trend yang berlangsung di berbagai tempat dimana para oknum pejabat dimaksud bertugas.
Ada juga memang yang melakukannya untuk mendapatkan orang kepercayaan yang diharapkan akan setia dan jujur serta mampu menjadi 'kaki tangan' terpercaya oknum pejabat tersebut. Biasanya hal itu dimaksudkan untuk mensterilkan situasi di lingkungan kerja baru sang pejabat karena menyadari sebagian orang di sekitarnya bisa jadi setia pada pejabat sebelumnya dan belum tentu sungguh-sungguh patuh padanya. Daripada kuatir atas kemungkinan terjebak karena belum menguasai sistem kerja yang berlaku di tempat tugas dengan jabatan baru itu, maka orang khusus dalam rombongan tadi akan menjadi andalan untuk pengamanan posisinya.
Semua ini dianggap akan memberi kenyamanan tersendiri bagi si oknum pejabat, meskipun belum tentu seluruhnya seperti yang diharapkannya. Kewenangan demikian ini tidak jarang menabrak aturan karena hanya berdasarkan perasaan suka atau tidak suka. Dengan begitu, akan ada saja pihak yang merasakan ketidaknyamanan, bahkan merasa dirugikan.
Masuknya rombongan itu dapat dianggap sebagai mencegat jalannya untuk naik tingkat akibat tidak memiliki 'deking' khusus. Satu waktu persoalan demikian ini dapat pula bertumpuk menjadi ketidaksenangan dan setelah jabatan sang oknum tadi berakhir maka dengan gampang terkuaklah kesewenang-wenangannya sehingga memperberat langkah si oknum pejabat tadi dan memaksanya harus mempertanggungjawabkan semua itu.
Bermain Api
Setiap sistem seharusnya memang memiliki lembaga pengawas yang akan memperhatikan setiap kebijakan yang dijalankan. Hal ini bermanfaat untuk mencegah kesewenang-wenangan seperti itu dan memberi arah bagi si pejabat agar tidak melenceng jalannya. Namun seberapa kuat para pengawas ini dapat menjalankan tugas dan fungsinya. Sebab godaan untuk 'bermain api' di sana justru sangat tinggi, sehingga seringkali oknum pengawas malah menutup mata setiap kali oknum pejabat tadi akan melakukan pelanggaran atas kewenangannya.
Praktik ini berlangsung di depan setiap orang dan karena merasa di atas awan, hal itu dilakukan oknum pejabat tadi dengan tanpa rasa sungkan sedikitpun. Apalagi jika kemudian masyarakat di sekitarnya juga sudah apatis dan tidak mau tahu karena malas dan kuatir harus mendapat konflik jika mencampuri hal tersebut, di tengah-tengah keruwetan mencari nafkah dan kesejahteraan lahir dan batin. Akhirnya, praktik seperti ini berjalan dengan mulus dan lancar.
Banyak kasus yang terungkap kemudian menjelaskan bagaimana upaya bermain api ini dilakukan sebelum akhirnya menjerat para pelakunya berhadapan dengan hukum. Oknum pengawas yang seharusnya menjadi 'penjaga pagar' untuk tidak dilanggar justru memberi cela sehingga pelanggaran terus berlangsung dan para oknum tersebut mendapatkan keuntungan bagi dirinya pribadi. Penyalahgunaan wewenang ini terjadi dikarenakan kedua belah pihak bersebahat melakukannya dan keduanya merasa diuntungkan karenanya.
Revisi Sistem
Dari pengalaman selama ini, ternyata sistem yang sudah dibangun dengan menghabiskan anggaran yang tidak sedikit, ternyata belum mampu menutup peluang melakukan hal kesewenang-wenangan yang melanggar aturan. Hal ini membuat pelanggaran demi pelanggaran dapat terus berlangsung.
Pada banyak kasus, acap terdengar bahwa oknum pejabat memang harus menggunakan kewenangannya semasa menjabat sebagai satu kesempatan untuk menguntungkan dirinya sendiri guna membayar apa yang sudah dikeluarkannya kepada pihak terkait untuk bisa menduduki jabatan tersebut. Hal inilah yang disebut-sebut membuat mereka berani melakukan berbagai terobosan meski melanggar aturan.
Kondisi yang sudah seperti benang kusut ini tentu tidak mudah untuk mengurainya. Perlu komitmen dan ketegasan dari para pembuat kebijakan untuk merapikannya kembali. Dibutuhkan pula sosok pemimpin yang tidak merasa di atas awan dan memang memiliki hati untuk membuat segala sesuatunya kembali membaik. Sosok ini pun, sudah pasti tidak akan dapat bekerja sendiri tanpa didukung sistem.
Dengan demikian, sepertinya penting untuk merevisi sistem yang ada dan menggugah para pembuat kebijakan serta para pejabat memilih bekerja untuk prestasi demi sebuah prestise, daripada tergoda bermain api. Sehingga, mereka lebih bersungguh-sungguh menghasilkan kebijakan yang adil dan bekerja sebaik-baiknya. Daripada di tengah, di ujung atau setelah sekian lama habis masa jabatan malah menjadi bulan-bulanan. Bukan demikian?