Alkisah pada zaman dahulu kala di daratan Tiongkok, manusia dan monster hidup berdampingan. Namun kemudian terjadi perang mengakibatkan kaum monster terusir dari peradaban manusia, dan memaksa mereka menetap di pegunungan yang tak terjamah.
Lama hidup damai di dunia terasing, akhirnya para monster ini harus tercerai berai lantaran sesosok monster jahat memulai perang dengan sesama kaumnya sendiri demi merebut tahta kerajaan. Di tengah kecamuk perang itu, sang ratu monster yang sedang mengandung calon pewaris tahta melarikan diri hingga ke dunia manusia. Perang antara kaum monster dan manusia terancam terulang kembali, dan bakal sulit dielakkan.
Begitulah film berjudul ’Monster Hunt’ ini, dimulai dengan tampilan animasi 2D yang menyerupai goresan gambar karya manusia purba di dinding goa. Diperkuat narasi yang dibawakan narator bersuara berat nan tegas, film karya Raman Hui (desainer karakter ’Shrek’, ’Antz’, ’Madagascar’) ini nampak meyakinkan bak film-film epik peperangan semacam dwilogi ’Red Cliff’ atau ’Battle of the Warriors’.
Monster-monster di film ini tidak terlihat mengerikan layaknya kawanan dinosaurus jahat seperti dalam ’Jurassic Park’. Secara visual mereka lebih mirip karakter-karakter naga dalam ’How To Train Your Dragon’ atau karakter lain buatan studio animasi Hollywood.
Para monster dalam film ini tampil dalam bentuk animasi 3D CGI, dan berinteraksi langsung dengan latar dan karakter-karakter hidup. Walaupun mereka tampil dalam bentuk “kartun 3D”, adegan-adegan perkelahian dan kejar-kejaran yang melibatkan para monster --berkat “sihir” teknik pembuatan film terkini-- mampu memompa adrenalin penonton, dan membuat terbawa suasana tegang. Adegan-adegan karakter manusia bertarung melawan monster menggunakan jurus-jurus kungfu tampil begitu halus nyaris sempurna, sama sekali tak terlihat kaku.
Film ini juga dipenuhi begitu banyak kejutan. Berlatar zaman baheula di dunia khayal, untuk menggambarkan film ini secara sederhana, sebagai “Man in Black di dunia kungfu” dengan tambahan unsur komedi dosis tinggi dan sisipan kritik sosial.
Film berdurasi dua jam ini seringkali berganti mood; dari horor menegangkan tiba-tiba menjadi jenaka, lalu berubah jadi tontonan laga, kemudian melodrama, dan kembali lagi jadi komedi. Bagi sebagian orang ini mungkin terkesan tidak konsisten, namun itu sesungguhnya unsur kejutan. Film ini paling berhasil memukau dengan adegan-adegan musikal yang ditampilkannya; ya, film ini memiliki nyanyian-nyanyian presentasinya selevel film-film animasi keluaran Disney.
Sang ratu monster akhirnya harus merelakan anak yang di kandungnya dipindahkan ke dalam perut Tianyin (Boran Jing, ’Rise of the Legend’), seorang pemuda desa biasa, demi menjaganya dari incaran si monster bengis. Penonton harus melihat sendiri adegan persalinan Tianyin yang menderita ketika harus melahirkan bayi monster itu; sungguh konyol sekali dan mengocok perut tanpa ampun.
Lalu lahirlah bayi monster diberi nama Wuba, wujudnya mirip sayuran lobak, namun siapa pun yang melihatnya pasti akan gemas dan menyukainya. Ia terlihat begitu lucu dan ‘innocent’ dengan parasnya menyemburatkan aura penuh kasih sayang. Keberadaannya diincar monster jahat dan manusia yang rela melakukan apa saja demi mendapatkannya, untuk dimasak dan disantap!
Baihe Bai (’Love Is Not Blind’) sebagai Xiaolan si pemburu monster amatiran, dan Boran Jing sebagai Tianyin si pahlawan bodoh, keduanya tampil prima dan mengesankan. Sepanjang durasi film, terlihat karakter mereka dan hubungan keduanya berkembang seiring plot bergulir.
Film ini juga menampilkan aktor gaek Eric Tsang (’Infernal Affairs’) dan aktris legendaris Sandra Ng (’Mr. And Mrs. Incredible’, ’The Lucky Guy’) dalam penampilan cameo yang sungguh jenaka, dan benar-benar tak terlupakan.
Di negeri asalnya film ini menorehkan prestasi sebagai film paling laris sepanjang masa dengan pendapatan tak kurang dari US$ 250 juta dari peredaran domestiknya saja. Bila itu tak cukup meyakinkan untuk pergi ke bioskop dan menyaksikannya, ketahuilah, film ini paling menghibur dibanding film-film lain yang tayang bulan ini. Sekadar membandingkannya dengan tontonan sejenis, ’Hotel Transylvania 2’ buatan Hollywood itu sama sekali bukan tandingannya. (dtc)