Oleh: Pramudito
Seorang lelaki pensiunan umur 60 merasa senang ketika seorang teman yang sudah lama sekali tak jumpa mengatakan kepadanya: "Anda masih tampak muda, sama seperti 30 tahun yang lalu." Ya, siapa tak senang dinilai awet muda. Sebaliknya orang akan merasa sedih bila ada yang menilai: "Anda masih 30 tahun, tapi kok seperti usia 50".
Banyak orang merasa fobia pada kata "tua". "Tua" sering dikonotasikan sebagai usia lanjut, sudah memasuki usia senja, lebih parah lagi dirasakan sebagai masa dimana seseorang tidak atau kurang berguna lagi. Karena itu tidak sedikit orang yang berusaha agar ia tetap tampak muda atau katakanlah awet muda. Wanita yang melakukan operasi plastik untuk menghilangkan kerut-kerut pada wajah tujuannya agar tampak tetap muda, dan tentu saja agar tetap cantik. Sedang kalangan pria juga melakukan upaya yang sama agar tetap awet muda. Memang ada segi positifnya. Agar tetap tampak bugar mereka rajin berolah raga. Dengan demikian tubuh mereka tetap sehat. Mereka juga tak segan-segan mengonsumsi obat-obatan atau minuman berenergi, malahan juga berburu obat-obatan "anti aging", kalau perlu memesannya dari Tiongkok yang terkenal dengan ramuan obat-obat tradisionilnya agar konsumennya tidak pernah tua, tetap seperti muda. Ada pula yang cepat-cepat mengecat rambutnya yang mulai ubanan.
Apa yang dilakukan orang-orang agar tetap awet muda tersebut sebenarnya terbatas pada segi fisiknya melulu. Penampilan fisik yang memberikan kesan lebih muda dari usia sebenarnya hanyalah fatamorgana belaka, sesuatu yang ilusif dan benar-benar tidak akan awet selamanya. Ingat, tidak akan ada yang abadi di dunia ini, termasuk keawetan muda. Kesemuanya kelak akan berangsur berubah menjadi tua. Malahan orang-orang yang ditakdirkan mencapai usia tua harus banyak bersyukur pada Tuhan, karena mereka dikurniai usia lanjut, masih dapat menikmati hidup di hari tua, dengan anugerah dan amanah Tuhan dengan umur panjang. Bandingkan dengan orang-orang yang ditakdirkan meninggal di usia muda. Maka seyogyanya kita mengubah paradigma mengenai awet muda ini menjadi sesuatu yang justru lebih awet yakni "awet tua".
Kapan sih seseorang mulai bisa disebut sebagai tua? Itu relatif kriterianya, berbeda dari masa ke masa mengikuti perkembangan zaman. Pada masa dahulu seseorang yang sudah berusia 40 tahun sudah bisa masuk katagori sudah tua karena telah mempunyai cucu. Tapi pada zaman sekarang ukuran tua dari segi umur sudah berubah. Bila kita naik bus atau kereta api orang-orang tua mendapat previlage untuk mendapat tempat duduk prioritas yakni bila usianya sudah mencapai 60 atau lebih. Jadi ukuran "tua" disini adalah 60 tahun. Bisa jadi kelak karena perkembangan kemajuan kesehatan dan juga usia pensiun, seseorang baru disebut tua bila sudah mencapai 70 tahun atau lebih. Tapi sekali lagi ingat, bahwa meskipun seseorang mendapat rezeki umur panjang toh makin lama umurnya juga akan terus bertambah. Maka dalam usia lanjut itu tidak mungkin lagi ia disebut muda alias awet muda. Karena itu orang yang sudah lanjut usianya lebih tepat disebut "awet tua", karena masih segar bugar fisiknya dan tetap cemerlang otaknya. Ia masih bisa berfikir jernih. Lebih dari itu ia masih sanggup berkarya, mengembangkan ilmu yang berguna untuk orang lain. Mental dan karakternya tetap solid seperti ketika masih muda dulu. Bagi orang-orang semacam itu justru akan bangga bila disebut "awet tua". Rambut sudah memutih semua, tapi ia tak sudi mengecat rambutnya yang ubanan itu.
Dulu kita sering mendengar ungkapan "hidup dimulai pada usia 40". Tapi tahukah anda bahwa sebenarnya hidup itu bisa dimulai kapan saja. Bukan berarti bahwa dalam usia muda seseorang harus bersikap santai dan baru akan memulai hidup serius bila kelak sudah tidak muda lagi. Namun yang penting adalah berapa pun usia kita, kita harus selalu memperbaharui sikap untuk memulai hidup baru, agar kita selalu berorientasi ke masa depan untuk menggapai atau melalui tahapan-tahapan hidup guna mencapai cita-cita dan prestasi yang setinggi mungkin. Hidup adalah proses, sedangkan capaian merupakan konsekwensi dari proses itu. Tapi penghargaan terhadap proses harus lebih tinggi dari capaian. Karena menurut orang-orang beriman, manusia hanya bisa menjalani dan berusaha, namun keputusan terakhir mutlak di tangan Tuhan.
Maka demikian pula seseorang yang memasuki dan mulai menjalani masa tua, ia tetap menempuh jalur yang disebut proses itu sampai tiba masanya kelak bila hayat telah meninggalkan badan. Maka agar kita tetap "awet tua" masa tua harus dijalani dengan tekun dan tabah, sebab rintangan dan hambatan tetap akan dihadapi. Karena itu bila seseorang sudah sampai tahapan "awet tua", maka semangat hidupnya adalah tetap sama seperti ketika ia masih muda.
Sebagai bangsa yang berketuhanan sampai usia tua pun kita harus selalu bersyukur pada Tuhan. Itulah salah satu cara penting menikmati dan menjalani hidup agar tetap berkualitas selalu dalam lindungan-Nya. Ternyata bersyukur itu bukan hanya sekedar ucapan "Terimakasih ya, Tuhan" atau "Alhamdulillah", melainkan lebih dari itu. Menurut seorang motivator handal dari Mesir, Dr. Muhammad Musa Syarif syukur adalah juga menggunakan sumber daya (potensi) yang kita miliki atau yang sudah ada untuk mencapai prestasi yang lebih lanjut. Maka bertolak dari pengertian ini, sebagai orang yang sudah tua kita dapat menilai sendiri seberapa banyak potensi atau sumber daya yang sudah kita miliki, itu dapat berupa harta benda dan atau ilmu pengetahuan, keahlian dan ketrampilan. Maka dengan bersyukur selain mengucapkan rasa terimakasih pada Tuhan, kita harus menikmati apa-apa yang sudah kita miliki, sedangkan ilmu pengetahuan, keahlian atau ketrampilan sesederhana sekali pun, kita masih dapat menunjukkan rasa syukur kita dengan tetap beraktivitas, selain menikmati untuk diri dan keluarga, juga dapat ditingkatkan untuk kepentingan orang lain. Itulah hakekat bersyukur yang sebenarnya.
Pada masa mendatang nanti, orang-orang yang sudah lanjut usia justru akan merasa bangga mendapat julukan "awet tua". Orang yang awet tua, meskipun usianya sudah lanjut, ia tetap terpandang dan berwibawa di mata orang-orang yang lebih muda. Kata pantun: Tua-tua keladi makin tua makin menjadi, bukan dalam pengertian yang negatif, tapi bagaikan bulir padi bila sudah berisi justru makin merunduk. Kelapa yang sudah tua akan menghasilkan santan yang lebih bagus.
Mari menjadi tua yang tetap produktif!***
* Penulis adalah pemerhati sosial