Oleh: Dede Harison
PAGI itu, Rabu (16/11) cuaca agak mendung. Tepat pukul 06.00 WIB, iring-iringan mobil dobel kabin berstiker merah bergerak melaju dari Mes Kompleks Pertamina EP Field Rantau menuju Simpang Tiga Seumadam, terus masuk ke dalam beberapa kilometer. Penumpang dalam iring-iringan mobil tersebut Tim Dewan Proper dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI yang akan dibawa oleh rombongan PT Pertamina Rantau menuju desa terpencil di pedalaman Aceh Timur.
Tim Dewan Proper terdiri atas tiga orang, yakni Darwina Widjayanti dan Agnes Aristiarini (Dewan Proper) dan Erlangga (Sekretaris Proper KLHK RI) didampingi dua stafnya, akan menilai kinerja perusahaan berplat merah ini menyangkut program Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan yang menyasar kepada pemberdayaan masyarakat, pelestariaan lingkungan dan kegiatan sosial lainnya.
Tidak mudah untuk mencapai Tampur Paloh. Butuh nyali dan energi agar bisa sampai ke desa yang diapit oleh perbukitan cadas rimba Leuser tersebut. Dari Kota Kualasimpang, memakan waktu 6-7 jam perjalanan jalur darat dan air. Medan jalan dipenuh lubang.
Tampur Paloh secara administratif masuk dalam wilayah Pemerintahan Kecamatan Simpang Jernih, Aceh Timur. Namun letak ibukota kecamatan dengan Tampur Paloh dipisahkan oleh bentangan sungai besar. Butuh waktu 1 jam 40 menit dari dermaga Desa Batu Sumbang menuju Tampur Paloh menyusuri Sungai Tamiang menggunakan boat tek-tek (sebutan warga lokal).
Setibanya di dermaga getek (rakit) Desa Batu Sumbang sekitar pukul 10.15 WIB. Sedikitnya ada tujuh sampan bermesin yang sudah siap membawa rombongan Dewan Proper dan Pertamina EP menuju Tampur Paloh. Tim Muspika Simpang Jernih terdiri atas Koramil, Polsek dan Pemerintah Kecamatan tampak sibuk mempersiapkan boat kayu yang akan dinaiki penumpang.
Seluruh penumpang diwajibkan mengenakan rompi pelampung. Boat pertama diisi pemandu lokal, aparat keamanan dan awak media. Penum boat kedua, Tim Dewan Proper dan petinggi Pertamina. Begitu juga dengan penumpang boat 3-7. Masing-masing boat hanya bisa dinaiki maksimal 6 sampai 8 penumpang saja.
“Hari ini air sungai sedikit naik, mudah-mudahan hingga sampai ke dermaga Tampur Paloh, boat tidak kandas. Biasanya kalau air dangkal, sejumlah orang harus turun mendorong boat yang kandas,” kata salah seorang pemandu sebelum boat bergerak maju.
Kemudian, boat tek-tek pun berangkat melawan arus Sungai Tamiang selama hampir dua jam. Aliran air Sungai Simpang Jernih tampak keruh sejak pagi menjelang siang, itu tandanya di kawasan hulu sungai usai turun hujan. Mata air aliran sungai Aceh Tamiang bersumber dari pegunungan Pinding, Kabupaten Gayo Lues yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Aceh Tamiang.
Selain air sungai keruh, arusnya juga agak deras. Tak pelak boat kayu yang kami tumpangi semakin terhuyung-huyung diterjang arus. Apalagi saat mendekati pusaran “Batu Katak”, perbatasan antara Desa Batu Sumbang dangan Desa Melidi suara mesin boat semakin meraung melawan kencangnya arus.
Di kawasan Batu Katak sangat rawan terjadi kecelakaan. Di lokasi itu, selain diapit oleh tebing cadas, terdapat batu besar di tengah sungai membuat arus tidak terkendali dan membentuk pusaran kencang, sehingga boat yang melintas harus ekstra hati-hati.
Apalagi saat banjir, warga setempat melarang keras siapa pun tidak boleh melintas pada malam hari. “Bang tolong turun duduk di bawah dulu,” saran tekong/pengemudi boat kepada salah seorag penumpang yang duduk di depan boat saat memasuki kawasan Batu Katak.
Larangan tersebut tidak hanya sekadar hisapan jempol belaka. Pada empat tahun silam tepatnya November 2012, boat yang membawa rombongan guru Program Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM3T) terbalik di kawasan Batu Katak. Insiden itu menewaskan sejumlah orang. Sejak kejadian itulah bagi siapa saja yang melintasi kawasan berbahaya tersebut diimbau selalu berhati-hati.
Pada pukul 11.40 WIB, satu persatu boat bersandar di dermaga Tampur Paloh. Rombongan langsung disambut oleh belasan tukang ojek berseragam kaos Pertamina. Para tukang ojek tersebut pemuda setempat yang sengaja menjemput kedatangan tamu. Jarak dari bibir dermaga ke permukiman penduduk sekitar 3 km dengan kondisi jalan becek dan berbukit. Tim Dewan Proper dan penumpang lainnya bergantian naik ojek.
Sejak gencar dikunjungi oleh PT Pertamina EP Field Rantau, Desa Tampur Paloh yang berada di lereng rimba bukit Leuser ini semakin terbenahi. Terutama menyangkut fasilitas mutu pendidikan. Bahkan desa paling terisolir di pedalaman Kabuptaen Aceh Timur ini telah “mengorbit” di jejaring media sosial seperti Yotube, Facebook dan laman internet media massa.
Data kecamatan setempat, jumlah penduduk Tampur Paloh sebanyak 108 KK atau sekitar 430 jiwa, terdiri atas laki-laki 216 dan perempuan 214. Luas Desa Tampur Paloh 130,00 Km2 yang dikelilingi hutan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Warga Tampur Paloh 99 persen suku Gayo dan mayoritas beragama Islam. Kendati tinggal di wilayah terisolir dengan segala keterbatasannya, namun mereka tetap gigih bertani dan berkebun untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Salah satunya bercocok tanam padi darat, karena tidak ada sawah berair di lereng Tampur Paloh.
Butuh Pertamina
“Terimaksih sudah melihat desa kami yang sangat terpencil ini. Inilah wajah desa kami yang susah dijangkau oleh siapa pun. Kami sangat butuh Pertamina tetap hadir di sini, dan kami berharap bapak dan ibu dari Kementerian yang datang ke sini semoga dapat memperhatikan desa kami yang tertinggal,” ujar tokoh adat Desa Tampur Paloh usai memberi peusijuk (tepung tawar) kepada Tim Dewan Proper dan jajaran BOD Pertamina EP Pusat, Pribadi Mahaguna Bangsa dan Herutama Trikoranto.
Bagi siapa saja yang mendapat peusijuk sembari disematkan kain selendang khas Gayo, secara otomatis menjadi warga kehormatan keluarga besar suku Gayo, Tampur Paloh. Usai dikukuhkan menjadi tamu kehormatan, tim penilai Proper melihat galeri produksi warga Tampur Paloh yang tergabung dalam kelompok “Munde Sendang” di bawah binaan Pertamina dan SKK Migas. Kelompok tersebut memproduksi aneka kerajinan anyaman purun seperti, tikar, topi, tas dan dompet dengan memanfaatkan tumbuhan purun dari desa setempat dan ada juga purun yang didatangkan dari wilayah Aceh Tamiang.
Selanjutnya, rombongan bergerak menuju SMP Merdeka Tampur Paloh yang berada di sebuah bukit tak jauh dari permukiman.
“Kami sangat berterimakasih dan bersyukur ibu dan bapak mau datang ke mari. Beginilah kondisi desa dan sekolah kami.. Sebelum datang pihak Pertamina ke mari, desa kami jauh dari kata layak. Semua dikerjakan dengan cara gotong royong swadaya masyarakat. Tapi saat ini kami sangat bersyukur Pertamina telah membangun sekolah untuk anak-anak kami,” kata Keuchik (kepala desa) Tampur Paloh, Ali Napiah dalam sambutannya di sebuah balai kecil di sekolah tersebut.
Dikatakan, Desa Tampur Paloh yang dihuni sekitar 400-an penduduk ini merupakan desa relokasi korban banjir bandang pada tahun 2006 silam. “Dulu letak desa kami berada di pinggir sungai dekat dermaga boat sekarang,. Namun semuanya habis disapu banjir bandang sehingga kami berpindah ke lokasi atas bukit untuk membangun kembali permukiman,” jelasnya.
Sebelum Pertamina hadir, kondisi sekolah yang didirikan Yayasan Merdeka sejak tahun 2007 pascabanjir bandang itu sangat memprihatinkan. Sekolah itu dinamakan Sekolah Merdeka yang mengandung arti dan harapan warga Tampur Paloh sangat ingin merdeka di segala bidang, terutama pendidikan.
Dulunya Sekolah Merdeka setingkat SMP tersebut, hanya memiliki satu bangunan yang terbuat dari papan tanpa sekat ruangan untuk menampung seluruh murid dari kelas I-III. Pada tahun 2016, keadaan Tampur Paloh berangsur berubah. Saat ini SMP Merdeka sudah memilik tiga ruang kegiatan belajar (RKB) baru yang dibangun oleh Pertamina EP Field Rantau bersama SKK Migas. Tiga bangunan RKB yang diberi nama Tampur, Belumai dan Ketapang ini sangat unik, berbentuk seperti balai panggung tanpa dinding berbeda dengan gedung sekolah pada umumnya.
Namun, bukan berarti Pertamina tidak mampu membangun sekolah permanen berlantai keramik, melainkan desain bangunan RKB tersebut khusus permintaan warga setempat agar bernuansa layaknya sekolah alam. Pertamina juga membangun perpustakaan yang diberi nama “Perpustakaan Rantau” lengkap dengan beragam jenis buku bacaan siswa.
Di samping itu, Pertamina EP juga telah mengembangkan temuan energi listrik alternatif dari zat asam/getah pohon kedondong hutan yang kini telah banyak ditanam di areal sekolah tersebut, untuk penerangan sekolah dan rumah warga yang belum terjamah listrik negara. Hal itu dilakukan Pertamina karena Tampur Paloh sudah dipilih menjadi pusat riset temuan energi baru dan terbarukan tersebut.
Ketua Yayasan Merdeka, Ali Muda Tinendung, memaparkan pihaknya berharap Tampur Paloh benar-benar menjadi desa pendampingan Pertamina bersama SKK Migas melalui program “Siekula Anak Nanggroe” untuk pengembangan mutu pendidikan di daerah terpencil dan terisolir tersebut.
“Saya bangga, Sekolah Merdeka sudah ada muncul kalau kita browser di google internet. Hal ini tidak terlepas dari peran masyarakat dan Pertamina yang mau mengorbitkan Tampur Paloh dan Sekolah Merdeka keluar daerah bahkan sudah sampai ke Jakarta,” akunya.
Dikatakan, selama Sekolah Merdeka dibangun tahun 2007 pascabanjiir bandang, banyak yang telah dikorbankan oleh masyarakat baik tenaga, pemikiran maupun harta benda agar sekolah tetap eksis. “Sekolah ini dibangun bermodalkan niat Bismillah dan berkat gotong royong bersama masyarakat. Jadi setiap warga Tampur Paloh memiliki saham di sekolah ini,” kata Ali Muda.
Kendati Pertamina sudah membangun sejumlah fasilitas dan infrastruktur bahkan akan menjadikan Tampur Paloh sebagai pusat riset pengembangan energi listrik dari pohon kedondong hutan, Ali berharap kemajuan itu jangan sampai mencerai beraikan masyarakat Tampur Paloh, karena pihaknya dan masyarakat tidak sekadar mengedepankan materi semata. Justru pihaknya menolak bangunan fisik sekolah mewah dan permanen.
“Dengan kondisi yang sudah ada saat ini, Alhamdullilah pikiran kami dan anak-anak kami tetap segar dan tetap bisa berbaur bersama masyarakat dengan segala kondisi. Semua fasilitas sekolah boleh digunakan masyarakat dan sebaliknya sekolah juga bisa menggunakan fasilitas yang ada pada masyarakat. Jadi tidak ada jarak hubungan masyarakat dengan sekolah, anak-anak dan seluruh komponen masyarakat tetap terjaga dan semakin kuat,” ujarnya.
Ali Muda Tinendung berharap, Sekolah Merdeka bisa berkembang seperti sekolah yang lain. Dengan kekuatan yang sudah ada, ditambah masuknya power Pertamina EP Rantau melalui program CSR-nya membuat Sekolah Merdeka semakin terbenahi dan mendekati kata merdeka yang sesungguhnya.
“Setahu saya PT Pertamina baru kali ini menjadikan desa kami sebagai satu-satunya kawasan pendampingan di luar wilayah kerja Pertamina EP Field Rantau. Hal itu sangat membanggakan bagi kami. Somoga dukungan yang diberi selama ini bisa menguatkan semangat kami di sini dan bisa membuat anak-anak kami semakin merdeka menentukan pilihan dan menentukan cita-cita yang akan dicapai oleh mereka,” tandasnya.
Serahkan buku bacaan
Acara kunjungan Dewan Proper KLHK RI di Tampur Paloh ini diisi dengan penyerahan buku bacaan sesuai kurikulum yang berlaku secara simbolis kepada Ketua Yayasan Merdeka dan unsur Muspika. Momen tersebut tampak diabadikan oleh Pertamina dengan menerbangkan satu unit pesawat tanpa awak yakni kamera (drone) yang dikendalikan melalui remote kontrol atau komputer.
Sebelum itu, Pertamina EP Field Rantau juga telah membuat film dokumenter pribadi, mengangkat human interest keterisoliran warga Tampur Paloh pada saat membawa puluhan batang kedondong hutan yang akan ditanam di Sekolah Merdeka beberapa bulan lalu.
Kepala Sekolah SMP Merdeka, Rahmad Rezeki kepada Analisa menuturkan, saat ini fasilitas sekolah sudah memadai dan mampu menampung seluruh siswa dari kelas I-III. Bahkan saat ini Yayasan Merdeka juga mendirikan sekolah Madrasah Aliyah (MA) setingkat SLTA. Tujuan didirikan sekolah MA tersebut agar alumni SMP Merdeka dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya tanpa harus keluar kampung. “Tiga RKB yang dibangun Pertamina dibagi menjadi dua sekolah, dua RKB untuk siswa SMP dan satu RKB untuk siswa MA,” jelasnya.
Menurut Rahmad, jumlah murid Sekolah Merdeka saat ini sebanyak 75 orang terdiri atas 51 siswa SMP dan 24 siswa MA. Sedangkan jumlah tenaga guru baru ada tujuh orang. Guru-guru tersebut berstatus bakti yayasan tanpa mengharap bayaran. Uniknya, bagi siapa pun yang mengunjungi Sekolah Merdeka bisa langsung mengajar siswa/i-nya sesuai ilmu yang dimiliki.
“Dengan ruang kelas yang sudah ada diprediksi muridnya pun akan terus bertambah. Saat ini kita membutuhkan mess untuk tempat tinggal guru. Karena mes yang ada saat ini terlalu kecil untuk menampung guru dan para siswa yang ingin menetap di sini,” tuturnya.
Kendati sudah ada sekolah baru, namun bangunan sekolah lama yang kondisinya sudah reot tidak dibongkar pihak sekolah. Rencananya bangunan cikal bakal dunia pendidikan di Tampur Paloh itu akan terus dilestarikan hingga menjadi satu sejarah dan dikenang oleh generasi yang pernah menimba ilmu di sekolah kampung .
“Kami tidak akan bongkar bangunan itu, kecuali terpaksa. Selain memiliki nilai histori, masyarakat juga masih membutuhkan bangunan itu untuk menyimpan barang-barang milik desa,” ujar Rahmad Rezeki.
Sebelumnya, Public Relation (PR) PT Pertamina EP Pusat, Muhammad Baron menyampikan, Pertamina merasa bangga dengan kehadiran Tim Dewan Proper KLHK RI ke Tampur Paloh sembari menikmati udara segar desa tersebut. Pihaknya juga mengucapkan terima ksih yang tak terhingga kepada unsur Muspika Simpang Jernih yang selalu setia mendampingi Pertamina dalam menjalankan program-program sosial di wilayah terisolir tersebut. “Kami semua berharap program-program kami dapat diterima oleh masyarakat dan kita bisa bersinergi lagi agar masyarakat bisa lebih menikmati hasilnya ke depan,” ujarnya.
Pada saat acara Media Edukasi di Jambi, September 2016 lalu, M Baron pernah menyatakan, apa yang dilakukan Pertamina selama ini melalui program (tanggung jawab perusahaan/CSR) pihaknya ingin masyarakat bisa mandiri ketika Pertamina tidak ada lagi atau tidak beroperasi lagi di daerah itu.
Sementara itu, Rantau Field Manager (FM) Richard Muthalib melalui Legal & Relation Asistant Manager, Eshel Jufry, mengatakan, kunjungan Tim Dewan Proper bersama pihak KLHK RI ke Tampur Paloh untuk melakukan penilaian Proper peringkat emas secara nasional tahun 2016. Sebelumnya, PT Pertamina EP Rantau juga pernah meraih Proper tertinggi itu, yakni level emas pada tahun 2015.
Pihaknya mengaku optimis bisa meraih Proper untuk kedua kalinya. “Dengan apa yang sudah kita lakukan selama ini dan membangun sinergi antara perusahaan dengan masyarakat bersama pihak-pihak terkait lainnya, kita optimis dapat mempertahankan Proper emas tersebut tahun ini,” katanya.
Tim Dewan Proper, Agnes Aristiarini, mengaku senang bisa sampai ke Tampur Paloh, karena perjalanan menuju Tampur Paloh sangat menyenangkan baginya. Bahkan wanita yang selalu lengket dengan kameranya ini ingin sekali menyewa boat menyusuri Sungai Tamiang. Dia hanya ingin tahu sumber airnya berasal dari mana.