Stem Cell Atasi Berbagai Penyakit

Oleh: Prof Dr dr Delfitri Munir, SpTHT-KL

STEM CELL atau disebut juga dengan “sel punca” adalah sel-sel induk yang belum terspesialisasi jadi sel apa pun dalam tubuh manusia.

Kare­na masih begitu muda, sel pun­ca mampu menjadi sel apa saja se­­perti sel otot rang­ka, otot jantung, sel sa­raf, dan jaringan lain-lainnya, ser­ta bisa terus menerus memper­ba­rui diri. Kemam­puan ini­lah yang da­pat dimanfaatkan untuk mengobati pe­nyakit dalam rangka me­nin­gkat­kan kesejahteraan umat manusia.

Tubuh manusia memiliki ratusan jenis sel berbeda yang penting untuk kesehatan kita setiap hari. Sel-sel ini bertanggung jawab menjaga tubuh kita bekerja setiap hari, seperti mem­buat jantung ber­de­tak, otak berpikir, gin­jal membersihkan da­rah, meng­gan­ti kulit yang terkelupas dan se­te­rusnya.Tugas khusus dari stem cell adalah mencip­takan berbagai je­nis sel ter­sebut. Stem cell adalah sum­­ber untuk sel-sel baru.

Pada saat stem cell mem­belah, me­reka dapat mem­per­banyak diri sendiri atau menjadi jenis sel yang lain. Contoh­nya, stem cell di kulit da­pat menciptakan lebih ba­nyak stem cell kulit atau me­reka dapat membuat sel kulit terdiferensiasi yang memi­liki tugas spesifik seperti mem­buat pigmen melanin.

Di saat terluka atau sakit, sel juga terluka atau mati. Saat hal ini terjadi, stem cell men­jadi aktif. Stem cell me­­miliki tugas memperbaiki ja­ri­ngan yang terluka atau meng­gan­ti­kan sel lain pada saat mereka me­ngalami ke­matian rutin. Dengan cara ini, stem cell menjaga kita agar te­tap sehat dan mence­gah dari pe­nuaan dini. Stem cell bertindak seperti pa­su­­kan dokter mikros­ko­pis milik kita sendiri.

Para ilmuwan menduga bahwa se­tiap organ di dalam tubuh memiliki stem cell dengan jenis spesifik. Con­toh­nya, darah tercipta dari stem cell da­rah yang dikenal sebagai stem cell he­ma­topoe­tik. Namun, stem cell ju­ga ter­dapat pada tahap terawal dari per­kem­bangan manusia, dan ketika tum­buh sel ini di­sebut stem cell embrio­nik.

Stem cell embrionik sa­ngat pen­ting karena tugasnya membangun se­tiap organ dan jaringan di tubuh kita selama perkem­bangan manusia. Stem cell embrionik, dapat ber­ubah menjadi semua ra­tusan jenis sel manusia lain­nya. Sebagai contoh, stem cell darah hanya dapat men­ciptakan darah, namun stem cell embrionik dapat mencip­ta­kan darah, tulang, kulit, otak, dan sete­rusnya.

Selain itu, stem cell em­brionik ju­ga diprogram seca­ra alami un­tuk mem­­­buat ja­ringan dan organ yang tidak dibuat oleh stem cell dewasa. Se­hingga stem cell embrionik memi­li­ki kapasitas natural yang lebih besar un­tuk mem­perbaiki semua organ yang sakit. Namun, karena masa­lah etika, pemakaian stem cell embrionik ini dilarang digunakan pada manusia.

Saat ini, ilmuwan dan dok­ter sa­ngat gembira karena sudah dite­mu­kan jenis baru stem cell yang dikenal sel induced pluripotentstem cells (iPSs). iPSs memiliki sifat hampir sama dengan stem cell em­brionik, namun tidak ter­buat dari embrio. Se­hingga sel iPSs tidak memiliki per­ma­sa­lahan etik. Selain itu, sel iPSs da­pat dibuat dari sel tubuh pasien sen­­diri, dan di­berikan kembali ke­pada pa­sien tanpa risiko penolakan atau rejeksi imun.

Mengubah cara meng­obati

Secara alami stem cell me­miliki tugas mengganti­kan sel yang tua atau sakit. De­ngan demikian stem cell da­pat di­gu­na­kan sebagai tera­pi untuk pasien de­ngan ber­bagai macam kon­disi medis. Gagasan dimaksud de­ngan memberi pasien stem cell atau sel terdiferensiasi yang terbuat dari stem cell, se­hing­ga kita dapat meng­­gu­nakan kemampuan alami sel untuk me­nyembuhkan pasien hingga sehat kembali.

Sebagai contoh, apabila pa­­sien me­nga­lami penyakit jantung, de­ngan mem­beri pa­sien sebuah transplantasi stem cell se­ba­gai terapi, tu­juannya un­tuk membuat stem cell yang di­tran­s­plantasi mem­per­baiki keru­sa­kan jan­tung. Populasi alami stem cell yang kita miliki hanya mempu­nyai kapasitas yang terbatas untuk mem­perbaiki kerusakan di tubuh kita. Se­hingga stem cell yang dimi­liki jan­tung sendiri ti­dak mampu melaksa­na­kan tugas mem­per­baiki kerusakan dari serangan jantung.

Transplantasi jutaan stem cell yang kita berikan maka akan da­pat memperbaiki ke­rusakan jantung yang terjadi. Sehingga, dengan mem­be­ri­kan pasien transplantasi stem cell, kita dapat meningkatkan ke­mam­­­puan tubuh untuk pe­nyem­bu­han me­lebihi kapa­sitas dari stem cell yang ter­dapat secara alami yang jum­lah­nya terba­tas. Masih ada beberapa tantangan yang per­lu diperhatikan sebelum stra­tegi terapi stem cell men­jadi umum, termasuk masalah ke­amanan dan efek samping.

Meski begitu, stem cell ke­mung­kinan besar akan meng­ubah dunia kedokteran dan mungkin dalam satu atau dua dekade, sebagian besar dari kita akan kenal sese­orang, bahkan mungkin diri kita sen­diri, yang me­miliki trans­plantasi stem cell.

Stem cell memberikan jan­ji untuk me­nyembuhkan penyakit-pe­nya­kit utama se­perti kanker, cirrhosis hepatis (lever), diabetes mellitus, pe­nyakit jan­tung, stroke, arthritis rheumatoid, tha­las­semia, penyakit cedera saraf tu­lang belakang, cerebral palsy, par­kin­son, sklerosis multipel, palato schisis, luka bakar, lu­pus, HIV, aut­ism, alzheimer, leukemia, sickle Cell anemia, kerusakan tulang rawan, pa­tah tulang, narkoba, tuli bisu dan lain-lain.

Pusat unggulan

Di Universitas Sumatera Utara sa­at ini sudah ada “Tim Pengem­bangan Pu­sat Ung­gulan Stem Cell USU” yang sudah diben­­tuk oleh Rek­­tor USU beberapa bulan lalu. Se­mua pe­lak­­sanaan kegiatan­nya akan dise­leng­garakan di RS USU yang meru­pa­­kan rumah sakit pendidikan FK USU. Se­mentara menyiap­kan peng­leng­kapan alat dan sumber daya ma­nusianya, maka Tim Pengembangan Pusat Unggulan Stem Cell USU akan be­kerjasama de­ngan Pro STEM­Prodia Ja­kar­ta dan laboratorium Ter­padu Fakultas Kedokteran USU.

Adapun program kegiatan perta­ma­nya adalah pelatihan sumber daya tim ahli dan te­naga laboran serta pe­ng­adaan peralatan laboratorium. Ta­hap selanjutnya diharap­kan kegiatan stem cell di RS USU sudah dapat di­mulai berta­hap. Tahap-tahap pe­la­k­sa­­na­an pengobatan stem cell di­mulai dari pengambilan ba­han seperti da­rah, le­mak atau sum-sum tulang. Ta­hap se­lan­jutnya ekstraksi dan kul­turs­tem cell. Se­te­lah kultur­stem cell di­panen, maka ba­han stem cell diim­plan­tasikan ke pasien. Semua ke­gia­tan stem cell di RS USU berbasis ri­set, sesuai regulasi yang te­lah dike­luarkan oleh Kemen­kes RI tentang ap­likasi stem cell di Rumah Sakit Pen­di­dikan Indonesia.

Adapun penyakit yang di­ren­ca­na­kan diaplikasikan pengo­batan­nya dengan me­nggunakanstem cell di RS USU adalah cirrhosis hepatis (lever), diabetes mellitus dengan kom­pli­­kasi, tuli bisukankerstro­keluka ba­karpa­­tah tulang yang berat, pa­lato schisis,narkobaanti aging dan lain-lain sesuai kebutuhan ma­syarakat.

Gangguan pendengaran pa­da bayi dan anak, baru di­sadari orang tua setelah umur 3 tahun, di mana pada umur tersebut bia­sanya anak mulai bicara. Tidak jarang ba­ru di­ketahui ketika akan mema­suki seko­lah dasar pada umur tujuh tahun. Beberapa ka­sus bahkan tetap dipaksakan ma­suk sekolah dasar dengan ha­rapan anak da­pat bicara se­telah menjalani pen­didikan di se­kolah.

Gangguan pendengaran atau tuli sejak lahir akan me­nyebabkan gang­guan bicara atau menjadi tuli-bisu. Ke­­adaan ini akan menyababkan ter­ganggunya proses ber­fikir dan ber­kurangnya kemampu­an bela­jar. Aki­bat­nya akan me­nimbulkan masalah sosial dan kualitas sumberdaya ma­nusia yang rendah sehingga sulit mendapatkan kesem­pat­an kerja.

Satu sampai tiga bayi dari 1.000 ke­la­hi­ran akan berisiko menjadi tuli. Indonesia mem­punyai data angka kelahiran 2,6% maka diperkirakan 5.000 bayi lahir dalam ke­ada­an tuli setiap tahun.

Paling lambat penanggu­langan ketulian pada bayi harus dilakukan usia 6 bulan. Sebelum usia 6 bulan ha­rus sudah dipa­st­ikan bayi men­de­rita ketulian. Pemeriksaan Otoa­custic Emission (OAE) dan Brains­tem Evoked Response Audiometry (BE­RA) dapat memastikan adanya ke­tulian serta jenis ketulian pada bayi.

Penanggulangan yang paling dini ke­tu­lian dengan mempergunakan alat bantu napas (ventilasi mekanik) lebih dari 5 hari di ICU juga dapat menyebabkan ketulian pada bayi.

Deteksi dini gangguan pen­da­ngaran pada bayi dapat melalui tes pendengaran se­cara manual atau hanya de­ngan peng­a­ma­tan saja. Bayi yang berusia dibawah 4 bu­lan de­ngan pendengaran normal apabila mengengar suara akanmengejapkan mata atau berhenti menyusui atau me­ngerutkan wajahnya.

Bila dicurigai ada ganggu­an pendengaran pada bayi, maka paling tidak se­belum usia tiga bulan dilaku­kan pe­me­rik­saan OAE. Se­an­dainya pemerik­saan OAE menun­juk­kan ada­nya gang­guan pen­de­ngaran, ma­ka bayi dirujuk ke rumah sakit ruju­kan yang mempunyai fa­silitas alat BERA atau ASSR.Setelah di­pas­tikan diag­­nosis tuli, ma­ka sese­gera mung­kin di pi­lihkan ABD yang cocok. Se­belum usia di­lakukan adalah dengan meng­gunakan ABD. Harus diyakin­kan pada orang tua bahwa ABD pada bayi ber­tujuan merang­sang memori persepsi dengar pada otak bayi dan bukan untuk bicara, agar ABD efek­tif digunakan. Sebelum usia bayi 3 ta­hun dan bahkan sebelum 2 tahun harus sudah dipastikan apa­kah ABD memberi­kan hasil yang diharapkan.

Pada tuli yang ringan atau sedang, ABD mungkin cu­kup efektif dan da­pat diper­timbangkan peng­gunaan ABD diteruskan. Pada tuli yang berat biasanya pema­kaian ABD kurang ber­man­faat dan dianjurkan pema­sa­ng­an Implan Kokhlea (IK). Namun pe­masangan IK di atas 2 tahun ku­rang mem­be­rikan hasil yang me­muas­kan, apalagi di atas tiga tahun IK sedikit sekali memberikan manfaat.

Penanggulangan ganggu­an pen­de­ngaran pada bayi secara dini akan mem­berikan hasil yang memuas­kan se­hing­ga pada usia se­kolah, anak dapat memasuki seko­lah umum se­perti anak normal. Oleh sebab itu sa­ngat diperlukan deteksi sedini gang­guan pendengaran pada bayi baru la­hir, agar penang­gulangan da­pat dila­ku­kan se­segera mungkin sehing­ga mendapat­kan hasil yang di­harapkan.

Tuli pada bayi dapat dise­babkan oleh kelainan genetik yang diturun­kan dari orang tua atau akibat gang­guan se­lama kehamilan maupun se­te­lah lahir. Adanya riwayat keluarga de­ngan tuli ko­nge­nital (tuli sejak la­hir) atau mengalami infeksi TOR­CHS (Toksoplasma, Rubela, Cyto­­megalo virus, Herpes dan Si­filis) ke­tika ha­mil dapatlah menjadi petunjuk ke­mung­ki­nan akan terjadi tuli pada ba­yi. Keadaan bayi ketika di­lahirkan juga memungkinkan terjadinya tuli seperti terda­pat kelainan anatomi pada kepala dan leher, adanya sin­droma kongenital seperti down syn­drome, berat badan lahir rendah (< 1500 gram), lahir tidak menangis (asfiksia berat) dan bayi kuning (Hi­perbilirubinemia).

Bayi yang menderita meningitis bakterialis dapat juga menyebabkan ketulian. Di sam­ping pemberian obat-obat yang dapat me­rusak sa­raf te­linga (ototoksik) selama keha­mi­lan maupun setelah dilahirkan, dapat juga me­nyebabkan bayi 2 tahun, ha­rus su­dah diputuskan apakah pema­kaian ABD efektif dapat dilanjutkan atau pemasangan Implantasi Kokhlea.

Pemakaian alat bantu de­ngar se­ring tidak berhasil, karena seumur hi­dup alat ter­sebut akan selalu m­e­nem­pel di telinga­nya. Demikian juga dengan implan kokh­lea, di samping biaya operasi pe­ma­sangan alat implant yang sa­ngat mahal, juga tetap ada alat yang selalu menempel di daun te­linganya seumur hi­dup. Di Me­dan, ope­rasi kokhlear implant su­dah rutin dilakukan sejak lima tahun terakhir baik di RS H Adam Malik maupun di RS Swasta lainnya.

Stem cell untuk tuli bisu

Stem cell untuk pengobat­an tuli bisu adalah salah satu cara lain untuk pe­nang­gu­langan penyakit tuli bisu. Ba­han yang dipakai untuk menum­buh­kan stem cell da­pat diambil dari darah, sum-sum tulang atau dari darah tali pusat bayi itu sendiri. Saat ini di beberapa rumah sakit di kota Medan sudah mulai dilakukan skrening pendengaran pada bayi baru lahir seperti di RS USU, RS H Adam Malik,RS, Co­lum­bia dan RS Stella Maris. De­ngan prog­ram ini, sebe­lum bayi dibawa pulang se­te­lah persa­li­nan, status pen­de­ngar­an bayi su­dah dapat diketa­hui.Dengan adanya pro­gram stem celldi RS USU untuk tuli bisu, maka setiap bayi la­hir, akan segera diambil da­rah tali pusatnya dan disim­pan kulkas rumah sakit.

Apabila diketahui bayi tersebut men­derita gangguan pendengaran, maka darah tali pusat tersebut di bawa ke la­boratorium stem cellRS USU untuk dilakukan proses eks­trak­­si dan kulturstem cell. Hasil kul­tur tersebut disim­pan di tabung Liquid Nitro­gen cair sampai saatnya di­lakukan implan­tasi stem cell pada usia bayi diatas 3 bulan. Implantasi stem cell pada tuli bisu dapat melalui pem­buluh darah atau langsung di­sun­­tik­kan langsung ke rumah siput telinga penderita.

(Penulis dosen Fakultas Kedokt­e­ran Universitas Su­matera Utara)

()

Baca Juga

Rekomendasi