PEMANASAN global, menurut logika sederhana, mestinya menyebabkan badai salju semakin berkurang atau bahkan menghilang.
Snowmageddon kini sudah menjadi ritual tahunan. Jarang ada tahun yang berlalu tanpa seorangpun di tempat tertentu yang tidak dilanda badai salju.
Orang paling tidak beruntung beberapa waktu lalu adalah warga di New York, Amerika Serikat.
Dengan dunia semakin hangat karena perubahan iklim buatan manusia, maka serangan badai salju bagi beberapa orang jadi aneh.
Seharusnya kita tidak menghadapi badai salju besar jika memang temperatur dunia makin hangat.
Hujan salju ekstrem ber eaksi dengan sangat berbeda dari hujan salju musiman. Salah satu jawabannya, setelah datangnya badai salju besar, adalah bahwa perubahan iklim merupakan mitos.
Namun kalaupun Anda menerima konsensus ilmiah bahwa perubahan iklim memang benar terjadi, badai salju tetap memicu kebingungan. Atau mungkin dunia sekarang ini belum cukup hangat untuk mencairkan semua salju.
Jawaban yang sebenarnya agak mengejutkan, bahwa badai salju adalah konsekuensi dari dunia yang semakin hangat.
Ini mungkin parakdosial tapi karena kita berasumsi bahwa satu-satunya kondisi untuk salju adalah cuaca dingin.
Kenyataannya, salju membutuhkan hal lain: atmosfir embun yang banyak. Embun pelan-pelan terbentuk dalam kantong yang hangat karena atmosfir bisa membawa 7% uap air yang lebih banyak untuk setiap kenaikan temperatur sebesar satu Celsius.
Kantong air seperti itu akan menjadi lebih banyak akibat perubahan iklim dan bisa menjelaskan badai salju di pantai timur Amerika pada bulan Januari 2016.
Salah satu dampak perubahan iklim adalah Samudera Atlantik kini lebih hangat dibanding beberapa dekade lalu.
Sebagai konsekuensi dari penghangatan ini adalah udara di atas Atlantik juga menjadi tidak seperti biasa, yaitu menjadi hangat dan lembab.
Badai Salju Mungkin
Sehebat Sekarang
Ketika udara panas bertemu dengan udara kering dan dingin dari Kutub Utara, terbentuklah badai musim dingin dan itu berarti ada kondisi yang tepat untuk badai salju ‘monster’.
Pantai timur Amerika diperkirakan akan dilanda cuaca musim dingin yang ekstrem untuk beberapa tahun mendatang, karena unsur-unsur untuk menciptakan snowmageddon terus terjadi.
Samudra Atlantik akan terus memasok udara panas dan lembab ke kawasan itu pada musim dingin dan, yang tak kalah pentingnya, Kutub Utara terus mengirim udara dingin kering ke arah selatan.
“Ada kemungkinan Kutub Utara menjadi bebas es dalam jangka waktu singkat, dalam waktu 30 tahun, yaitu ketika musim panas.
Namun musim dingin di Kutub Utara akan tetap diselimuti es yang lembab,” jelas Kevin Trenberth dari Pusat Nasional untuk Penelitian Atmosfir di Boulder, Colorado.
“Jadi udara benua yang dingin akan tetap terbentuk,” tambahnya.
Namun perubahan iklim merupakan hal yang rumit. Bahkan jika dunia yang lebih hangat membantu penciptaan kondisi untuk hujan salju ekstrem di beberapa wilayah, tidak berarti bahwa lebih banyak salju akan turun secara menyeluruh.
"Hujan salju ekstrem bereaksi dengan sangat berbeda dari hujan salju musiman,” tandas Paul O’Gorman dari Massachusetts Institute of Technology, MIT.
Untuk daerah kurang dari 1.000 meter di atas permukaan laut dan yang beberapa waktu mengalami suhu di bawah beku, dia menemukan bahwa peluang untuk hujan salju ekstrem akan mengecil dengan tingkat rata-rata 8%.
Namun jumlah salju yang turun di kawasan tersebut setiap musim dingin mungkin berkurang dengan rata-rata 65%.
"Daerah-daerah itu adalah tempat dengan hujan salju yang diperkirakan berkurang, sementara, sebagai perbandingan, intensitas dari hujan salju ekstrem tidak banyak berubah, atau malah mungkin meningkat,” tambah O’Gorman.
Dengan kata lain, cuaca bersalju mungkin akan lebih berkurang di masa mendatang dan musim salju mungkin akan lebih singkat, tapi badai salju mungkin masih sehebat seperti sekarang. Jelas merupakan berita buruk bagi usaha yang mengandalkan salju.
“Banyak kawasan wisata salju di pantai timur Amerika Serikat mungkin akan tidak bisa melanjutkan bisnis turisme karena sifat badai salju yang lebih sporadis, kecuali mereka bisa memanfaatkan situasi ini,” jelas Trenberth. (bbc/es)