Oleh: Vinsensius Sitepu.
Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong: "...There are other technologies, like blockchain, which is used for bitcoin, but can also be used for many other applications... and our banks must keep up to date with these developments."
Hingga artikel ini ditulis, pandangan dunia terhadap mata uang digital bitcoin masih kontroversial. Namun, angka-angka di pasar menunjukkan situasi yang mengejutkan. Menjelang akhir tahun 2015, di minggu kedua Desember, tepatnya 15 Desember, bitcoin tampil memukau, karena sukses menembus angka US$ 465 per BTC (Coindesk Bitcoin Price Index, coindesk.com). Masih berdasarkan data Coindesk.com, ini menggembirakan, sebab sejak awal tahun 2015 hingga medio September, bitcoin masih tampil loyo, naik turun di angka US$ 314 hingga US$ 238 per BTC. Sejak 20 September 2015, bitcoin terus merangkak naik mulai US$ 230 hingga US$ 408 per BTC pada US$ 400 per BTC. Sempat turun drastis pada 11 November, bitcoin terus melejit naik hingga setara Rp. 6.300.000 per BTC. Ingat, kapitalisasi pasar bitcoin hingga detik ini sejak 2008 adalah sekitar US$6,9 miliar dan diprediksi, pada pertengahan tahun 2016 nilai bitcoin bisa mencapai setidaknya Rp. 8 juta.
Perkembangan pada tahun 2015 memang tidak diprediksikan oleh banyak pihak, tetapi bukan pula sesuatu yang didorong faktor-faktor anomali. Pasalnya ada beragam peristiwa-peristiwa besar yang muncul, termasuk tentu saja, belasan aksi tanam modal perusahaan-perusahaan raksasa dunia bagi start-up digital yang hendak mengembangkan blockchain, teknologi handal di balik bitcoin. Namun demikian, banyak pengamat bitcoin meyakini, mata uang digital ini akan naik tinggi pada tahun ini, setidaknya mengulangi kesuksesan pada 2013 yang menembus US$ 1000 per BTC.
Beragam faktor berikut, di antaranya memengaruhi perkembangan bitcoin pada tahun 2015 dan menjadi pola serupa pada tahun 2016. Pertama, berdasarkan algoritma bitcoin yang meniru kesulitan dalam penambangan emas, setiap 4 tahun sekali terjadi pengurangan jumlah bitcoin yang dihasilkan sebesar 50 persen dari setiap blok transaksi. Pada 2009, di awal-awal bitcoin diperdagangkan, setiap blok dapat menghasilkan 50 BTC per blok, hingga pada tahun 2020 sampai 2024 hanya dihasilkan 6,25 BTC per blok. Layaknya menambang emas, suplai bitcoin terbatas maksimal 21 juta bitcoin yang diprediksi datang pada tahun 2024.Saat ini jumlah blok yang diproduksi setiap hari sekitar 144 blok, dengan tingkat inflasi per tahun sebesar 9,12 persen, dengan jumlah bitcoin yang telah beredar sebanyak 15 juta BTC. Pada pertengahan 2016 inflasi itu akan menurun hingga 4 persen saja. Algoritma itu secara alami akan meningkatkan nilai bitcoin di pasar dunia.
Kedua, investasi besar-besaran. Sebuah holding company asal Amerika Serikat, Digital Currency Group mendapatkan kucuran modal baru dari empat perusahaan besar: Bain Capital Ventures, MasterCards, New York Life Insurance Company dan bank asal Kanada, CIBC (Reuters.com, dilansir dari CNBC.com). Kemudian, start up baru buatan Blythe Masters, "Rolling Stone" nya perbankan internasional, wanita mantan petinggi di JPMorgan. Ia bersama rekan-rekannya, sebagian juga pernah bekerja di kantor yang sama, mendirikan perusahaan rintisan Digital Asset Holdings (Nytimes.com, 29 Desember 2015). Dahsyatnya, perusahaan itu justru akan mendapatkan dukungan dana besar dari JPMorgan sebesar US$ 7,5 juta. Belakangan, langkah JPMorgan itu justru memantik semangat perusahaan lain untuk menyuntikkan modal, sebelumnya mereka bahkan sangat ragu. Mereka adalah Goldman Sachs Barclays dan Citigroup. Citigroup sendiri punya "gawean" lain, karena perusahan itu juga mengembangkan riset dan pengembangan internal soal blockchain yang dinamai "Citicoin". Bagi saya, Citigroup sejatinya punya pandangan mendalam soal teknologi ini yang kelak mampu mengubah secara mendasar teknologi keuangan dunia, menjadi lebih murah, cepat dan aman. Ketiga perusahaan besar itu tidak sendiri, ada Visa, Nasdaq, Samsung Ventures, Mitsubishi UFJ Capital Co, Seagate Technology, New York Stock Exchange, DoCoMo, IBM, Intel dan banyak perusahaan ternama lainnya.
Dan yang tak kalah menarik adalah mengetahui mantan eksekutif Western Union, Marwan Forzley yang mendirikan perusahaan berbasis bitcoin, Align Commerce mendapatkan kucuran dana sekitar US$ 12,5 juta dari beberapa perusahaan pemodal. Kita tahu Western Union adalah perusahaan yang menjual jasa kirim uang tercepat saat ini ke luar negeri, jauh lebih cepat dari bank yang hanya sanggup 2-3 hari. Artinya, si eksekutif cukup rasional melihat fenomena bitcoin, yang jauh lebih cepat lagi daripada Western Union untuk mengirimkan uang, kurang dari satu menit ke negara manapun, bahkan dengan komisi yang murah bahkan nol sama sekali.
Ketiga, dalam tingkatan global, pemanfaatan bitcoin di Tiongkok sangatlah luas dan dinamis, hingga ke tingkatan retil (baca: masyarakat biasa). Hongkong juga demikian, banyak pasar-pasar swalayan, termasuk Seven Eleven memanfaatkan bitcoin sebagai alat pembayaran. Kenaikan nilai tukar bitcoin terhadap beberapa mata uang dunia dipengaruhi pelemahan Yuan di awal Desember 2015 lalu, sebab pemerintah Tiongkok melakukan pembatasan arus Yuan ke luar negeri, untuk memproteksi nilainya. Alhasil, masyarakat yang memerlukan pembayaran lekas dan murah ke luar negeri, menggunakan bitcoin daripada mata uang resmi negaranya.
Keempat, aksi penggerebekan aparat keamanan Australia di rumah seorang ilmuwan sekaligus pebisnis, Craight Steven Wright (44). Pria jenius itu (kata Wired.com), diduga adalah Satoshi Nakamoto, nama samaran-secara personal, kelompok atau organisasi-pencipta bitcoin. Aksi itu diasaskan kepada hasil investigasi, Wired, berdasarkan beberapa dokumen-termasuk surat elektronik-bocoran dari seseorang hacker, Gwern Branwen (pseudononim). Salah satu bocoran itu mengungkapkan Wright, pada Agustus 2008 pernah menulis akan menerbitkan sebuah paper tentang mata uang digital (cryptocurrency) yang merujuk kepada paper karya kriptografer Ian Grigg pada 2005. Tulisan Wright itu muncul beberapa bulan sebelum bitcoin whitepaper dirilis kepada dunia pada November 2008, yang ditulis atas nama Satoshi Nakamoto.Aparat tidak menemukan Wright, hanya sukses mengamankan beberapa komputer berspesifikasi canggih dan perlengkapan koneksi internet super cepat. Wright, bersama istri dan anaknya diduga melarikan diri, beberapa jam sebelum aparat tiba. Sejauh ini dunia tahu Wright adalah seseorang ilmuwan jenius, yang diketahui tengah mengembangkan sistem keuangan berteknologi blockchain, serupa dengan bitcoin di perusahaannya
Kelima, pemerintah sebagai role model. Dalam garis besar dalam konteks pemerintahan, bitcoin diterima secara luas di Eropa. Beberapa negara mengkategorikannya sebagai mata uang atau komoditi yang layak dikenakan pajak. Pemerintah Luksemburg, misalnya bahkan memberikan semacam framework bagi perusahaan berbasis bitcoin yang ingin berinvestasi di negerinya. Untuk tingkat Asia, setidaknya pandangan resmi dan jelas Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong yang mendukung bitcoin patut diacungi jempol. Tiongkok saja masih abu-abu. Lee mengatakan itu dalam pidatonya, November 2015 di sela-sela perayaan hari ulang tahun UOB ke-80. Kata Lee: "...There are other technologies, like blockchain, which is used for bitcoin, but can also be used for many other applications... and our banks must keep up to date with these developments." Ucapan sang perdana menteri adalah sebuah penegasan keinginan negara pulau itu berada yang terdepan di bidang teknologi keuangan, yang disampaikan secara langsung oleh petinggi Bank Sentral Singapura di medio September 2015 lalu. Sebelumnya, Singapura juga sudah mengizinkan perusahaan Coinbase membuka cabang di negaranya.
Bitcoiner Indonesia Meningkat
Data yang dilansir dari blockchain. info menyatakan hingga Januari 2016, ada 10 juta e-wallet bitcoin yang terpasang. Jumlah volume transaksi pun meningkat, dari 80 ribu hingga 200 ribu transaksi per hari tanpa ada tanda-tanda perlambatan. Adopsi internasional terhadap bitcoin pun meningkat. Setidaknya, berdasarkan data statistik pengguna Coinbase.com, sepanjang tahun 2015, terdapat 49 persen pengguna dari Amerika Serikat, selebihnya dari negara-negara lain. Di tahun yang sama, kenaikan signifikan penggunaan e-wallet bitcoin di Coinbase.com juga terjadi, Indonesia menempati posisi ketiga dengan peningkatan sebesar 141,6 persen. Indonesia berada di bawah Brazil dan Filipina, masing-masing 461,4 persen dan 346 persen.
Bagi saya angka-angka itu akan meningkat pada tahun ini, sejalan dengan tingkat adopsi bitcoin yang cepat. Aplikasi mobile payment juga akan meningkat, bersaing dengan platform pembayaran lainnya, seperti Paypal ataupun Google Pay.
Di sisi lain market place bitcoin akan semakin bergairah, sebagai akibat semakin banyaknya perusahaan-perusahaan berinvestasi dalam pengembangan bitcoin. Di sisi lainnya lagi, pemerintah dan media massa Indonesia tentu harus membenahi cara pandangnya terhadap bitcoin, yang selama ini cenderung sangat dangkal dan timpang, bukti tidak berupaya menggali lebih dalam.***
* Penulis adalah Chief Technology Officer (CTO) Puspantara.org