MEMPENGGAL RINDU
Rudi Santoso
Berlari, menjauh
berlari, menjauh
berlari
menjauh dari kisahmu
dari para kerumunan orang
di warung kopi yang pertama kali mengajari kita tentang cinta dan rindu
berlari, menjauh
berlari, menjauh
berlari, menjauh dari elok wajahmu
yang kerap menyimpan puisi-puisi romantis para penyair terkenal
dan aku tidak bisa mengasingkan diri untuk membacanya
berlari, menjauh
berlari, menjauh
berlari, menjauh dari segenap bahagiamu
bahagiamu adalah lukaku
bahagiamu adalah dukaku
bahagiamu adalah tubuhku yang tergusur kaku
sebab bahagiamu bukan atas cinta dan rinduku
dan terkutuklah aku olehmu
bersema sunyi yang tak kunjung selesai ku rituali pada puisi
berlari, menjauh
berlari, menjauh
ku ingin mempenggal rindu pada segala bahagiamu
bahkan cintaku kepadamu
ingin ku robak dan ku bakar
Yogyakarta, Ruang Imaji 2016
SURAT CINTA
Rudi Santoso 
Surat ini kutulis dengan cinta dan rindu, terimalah sepenuh hati, sayang
Tuhan telah menciptakan cahaya yang sempurna di wajahmu, jika kau tak suka dengan surat ini pasunglah aku di hatimu yang paling dalam
aku bukanlah Sapardi yang mampu mebahasakan cintanya pada puisi yang sederhana tapi mampu merobek segala amarah sang kekasih
aku bukanlah Rendra dengan puisi Kangennya mampu membuat hati bergetar walau tanpa membacanya, cukup mendengar saja
aku bukanlah Kahlil Gibran yang mampu membahasakan segala hidupnya dengan cinta
aku hanyalah lelaki pemujamu
dengan dua cinta
cinta yang pertama, cinta kepada-Nya
dan cinta yang ke dua, cinta kepadamu
ku tulis surat cinta dengan tinta darah, dengan amarah, dengan rindu, dengan gelisah, dengan gembira, bersamaan dengam tangisan lagit, dengan gemuruh dinginnya yang menghujam tubuh, maka terima dan bacalah tanpa hujan di pipimu, terimalah dengan cinta dan rindumu pula
kutulis surat cinta ini, tubuhku dalam keadaan suci
dengan doa, semoga aku dan kau hidup abadi dalam cinta dan rindu
Yogyakarta, Ruang Imaji 2016
HUJAN
:kepada Sapardi Djoko Damono
Rudi Santoso
Ingin ku mengerti tentang rindumu dalam hujan di bulan Juni itu, Sapardi
rindu dengan doa keselamatan yang tak pernah diselesaikan olehmu
ingin kumengerti tentang hujanmu, Sapardi
hujan yang paling tabah
bukankah hujan tetaplah hujan dengan dua matanya yang serupa panah
(air dan dinginnya)
ingin kumengerti tentang hujanmu, Sapardi
hujan yang bijak
sedangkan tidak ada yang lebih bijak
selain puisi-puisimu
ingin kumengerti tentang hujanmu, Sapardi
hujan yang tabah
sedangkan tabah telah dimiliki oleh kekasihmu dengan doa-doamu yang tidak kunjung selesai
ingin kumengerti tentang hujanmu, sapardi
hujan yang arif
sedangkan kata dan bahasamu lebih arif dari hujan
kata dan bahasa yang serupa mata kijang
tajam seperti ujung pisau dan pedang
Yogyakarta, Ruang Imaji 2016
Dalam Kenang Tak Menyudah
Tanita Liasna
Senja pun diam-diam memerhatikan kita 
menuliskan bayang kita dalam kenang
bersama canda daunan kudengar sapa rindu 
mengembang senyummu diterpa lelangit petang 
bergema sajak jantungku menabuh atas namamu 
tiada letih meski waktu telah lalu begitu saja 
tak lama kutatap matamu 
melekat erat dalam peluk 
mengakar aroma cinta 
tapi senja tiba saja raib 
memahit di jiwaku 
aku rebah dalam kenang tak menyudah
mengikrar duka lewat nestapa tak berujung 
Rumah Cerita, Januari 2016
Untukmu yang Selalu Ada dalam Tawa dan DukaKU
Kepada FR
Tanita Liasna
Puisi ini untukmu, Kak
untukmu yang selalu ada dalam tawa dan dukaku
engkau ibarat sedarah dalam hati
tak lelah meski kadang aku nakal tak mendengarmu
saat tawa menyapa
engkau ikut tersenyum
doakan bahagia untukku
tiba duka meramu
engkau sapa aku dengan sayang
lindungi, memberi kasih meski tak kupinta
kak, puisi ini teruntukmu
puisi teramat biasa
tak bisa kulukis apapun selain doa
semoga kasihNya tak lekang di waktu-waktu yang senantiasa kau lalui
Rumah Cerita, Awal Baru 16
Kepada yang Tak Meninggalkan
Tanita Liasna
Kau yang tak pernah meninggalkanku
meski kumaui
entah cinta apa kau punya
hingga segala salahku jadi luruh
sungguhkah cintamu semurni yang kutahu
walau kataku meracun perih, menanam pedih
Rumah Cerita, 110216
CATATAN UNTUK SEPOTONG RINDU
Tanita Liasna
Rin, kalau-kalau kau tak muncul dengan nama dia lagi
kuharap kau tak segan untuk tetap tinggal dalam kenangku
meski mungkin kau berdebu atau jadi abu
semoga kau menyetia dalam kenang
tapi tidak!
usah kau tinggal dalam kenang
cukup letakkan namanya dengan sebatang nisan dan bungaan
kalau-kalau aku mengunjung kenangan
ada potong kau Rin, atasnya.
Rumah Cerita, 240116
A.RAHIM QAHAR HINGGA H.B. YASIN
Domi, S.Hayong
Besarlah mereka yang membesarkan
orang muda
yang membuat pohon menjadi rindang
tempat angin yang sejuk
Beras Sekata, Agustus 015
RUMAH DIATAS ANGAN
Domi, S.Hayong
Sebuah rumah diatas angan
dibangun untuk menampung
amarah, kebencian dan niat buruk
kini,semakin ditinggalkan penghuninya
sebab amarah dipadamkan waktu
kebencian dihapus rasa malu
niat buruk ditebas pedang kesalehan
yang meski sesaat dibungkam
kembali berkata-kata dalam sunyi
sebab adalah dia
tubuh hakiki
begitulah, rumah diatas angan
kini, semakin ditinggalkan penghuninya
Beras Sekata, September 015
SATINAH SUDAH PULANG
Domi, S.Hayong
Ia tak suka tubuh dan jiwanya
teramat nyaring menjeritkan derita
oleh siksa tangan durjana
ketika bayangan wajah
orang-orang tercintanya
melintas dipuncak derita
ia hunus pedang amarah
sebuah kematian dihantarnya
buat sang penyiksa
dan palu mati diketok buatnya
oleh pemilik telinga yang budek
kepulangannya atas sejumlah besar
uang tebusan
kepada keluarga si mati
dan sedikit basa-basi diplomasi
tapi adakah tebusan buatnya
atas kekejian siksa dan
bilur-bilur ditubuh layunya ?
Satinah sudah pulang
kepelukan kasih dan rindu keluarga
membawa puing derita
Beras Sekata, September 015
RAHASIA HATI
Domi, S.Hayong
Kita merasakan kepahitan
bersama segala kepedihannya
mujur membuka jendela
ketika diseberang jalan
kau pun membuka jendela
lalu sama memandang dan
sama tersenyum
berkali-kali
berganti-ganti hari
apakah takdir bahwa
kita akan mendayung
ketepian yang sama ?
ataukah kita tak akan
berbuat apapun
tak akan beranjak kemanapun ?
Medan, September 012
PENANAM BIBIT 
Rifan Nazhif
Penanam bibit di tempat kami
tumbuh seperti rumput teki
dan rumpun berduri
lalu-lalang kaki 
terlukai kulai
apapun yang mereka tanam
seperti nujum pemanggil benci
alun-alun kota menjadi caci maki
pertemanan belati
tak ada ruang lagi 
sekadar pemanggul geli
tak juga kedai kopi
yang selalu tutup lebih pagi
penanam bibit di tempat kami
entah kapan mau pergi
atau mungkin setelah tanah ini
menjadi api menghunus sepi
(Palembang, 23 Februari 2016)
RITUS WAKTU
Rifan Nazhif
Menyepi di ritus waktu
langit menjelma gelap yang ragu
sekerumun orang mencintainya
tak pula cahaya berani menyingkap
lampu-lampu dipadamkan
dan hitam menjadi kesyahduan
begitulah langkah-langkah bergegas
cahaya silau menerabas
suara pilu dan parau setelah hentakan gema
orang-orang lalu-lalang mencari cahaya
tapi di sini tetap gelap tiarap
air mata dijual
dan berita menjelma terjal dan curam
setelah ramai
menyepi di sini
ritus waktu berlalu
tak mau diganggu
(Palembang, 29 Februari 2016)
JEMBATAN MENYEBERANGKAN AKU
Rifan Nazhif
Jembatan menyeberangkan aku
pada laju lamban seperti kutub
yang berdiam di bawah titik nol
setiap kali pula aku mendalam kancing
agar dingin membelok dari setiap
nujum pemanggil gigil
pada seberang lajur cepat
semua roda yang lambat terlipat
lalu aku menghanyut dalam gairah
ke mana arus kutuju
ke situ pula berdiang pada cambuk
yang hangat
setelah ribuan melintas cahaya
mantra-mantra dingin kembali memanggil
sambil menyeruput kopi menikmati
debu salju
orang-orang bercengkarama
mencari kehangatan dari bincang
dan sentuhan lembut di pungung tangan
setelah ribuan melintasi cahaya
mantra-mantra dingin tak kuasa
melunak hati sekeras batu
di lajur cepat
api membakar bersama bara
yang setia memburu laju
tanpa ragu, meski sewaktu tanpa tuju
(Palembang, 01 Maret 2016)
DALAM BARINGKU
Rifan Nazhif
Dalam baringku 
aku mengajari malam arti kopi
dan terjaga pula dari ribuan pikir
bahwa aku telah lupa 
menajam rasa pada kutub sunyi
hingga aku bisa mencintai malam
pada tidur dalam
pada lampu yang padam
(Palembang, 01 Maret 2016)
ELEGI MARET #1
Naomi 
Rasanya baru kemarin
kita bertemu pada warna merah muda
saat tanganku kau genggam erat
tatapan manismu tak pekat
a....
kau sudah mengakhirinya
sekarang tinggal kenang
tinggal bayang
ELEGI MARET #2
Naomi 
A...
kulihat tawamu terpaksa, berbeda
bersama dia yang sama sepertiku
semampai menawan rupa
a....
apa lagi yang kau risaukan dengan kekurangan (?)
atau kau juga sama 
menyiakannya (?)
ADA RINDU DI KOTA MEDAN
Naomi 
Kotamu, juga kotaku kita sama
Medan kota penuh cerita
tentang kita,
ada rindu, juga tawa,
makan malam bersamamu, menikmati lampu MW
suara riuh penuh haru
aku rindu, kota Medan
tempat kita bertemu
tempat kita saling beradu rindu (dulu)
Kafe Potret, 2016
AKHIRNYA KAU PERGI
Naomi 
Senja membawamu 
kearah yang jauh 
saat tatapan kita tak lagi sama
dan tiba-tiba wajahmu menghilang
dikeramaian, 
tanpa kau tahu
bulir air mata tak henti (jatuh)
 
						  
						 
									 
									 
									 
									 
									 
									 
									 
									 
									 
									 
									 
									











