Catatan: H Ali Murthado
Pesan singkat (SMS) di telepon genggam saya berbunyi tanda ada pesan masuk saat saya hendak pergi ke Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara. SMS tersebut berasal dari Dr. M.Iqbal salah seorang kolega saya yang berisi: Innalillahi wa inna Ilahi Rojiun. Tlh brplg ke rhmtlh Prof. Dr. Nur A Fadhil Lbs, hr ini pkl 8.00 Wib di Penang. Mhn doa smg alm dirhmti Allah.
Membaca kalimat singkat tersebut saya hanya bisa mengucapkan kembali Innalillahi wa inna ilaihi rojiun, sesungguhnya kita berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya.
Tidak lama kemudian, telepon saya berdering kali ini dari Wakil Dekan III Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UIN-SU Dr. M. Syukri Albani yang menguatkan bahwa Rektor sudah tiada.
Lalu saya mengirim SMS ke beberapa teman-teman alumni IAIN SU (sekarang UIN-SU) yang berkiprah di luar kampus. Rupanya kabar tentang wafatnya Prof. Fadhil sudah menyebar, mereka hanya minta konfirmasi kepada saya kapan jenazah beliau sampai ke tanah air (Medan). Tentu saja saya belum bisa mengkonfirmasikannya dan berjanji akan bertanya jika sudah sampai di kampus.
***
Prof. Dr. Nur Ahmad Fahil Lubis MA (Lahir 17 November 1954 -21 Maret 2016) merupakan sosok yang sangat saya kenal, walaupun sesungguhnya beliau tidak secara langsung mengajar saya pada saat saya masih kuliah S1 di Fakultas Syariah. Namun dalam beliau sudah begitu sering saya dengar mengingat, Bang Fadhil --demikian terkadang saya memanggilnya--merupakan dosen yang menjadi idola mahasiswa mengingat ia merupakan doktor Islamic Studies lulusan California University Amerika Serikat.
Saat saya menjadi aktivis kampus saya sering bertemu dan meminta pendapatnya, dan ia sangat respek dengan apa yang saya tanyakan, karena itu pertemuan kami terus berlanjut hingga ia menjadi Dekan Fakultas Syariah IAIN Sumatera Utara.
Saya sempat dipanggil menghadapnya untuk dijadikan salah seorang ‘penasihat’ dalam hal media, karena sebelum Bang Fadhil menjadi dekan, ia sering diwawancarai wartawan dalam kapasitasnya sebagai pengamat. Namun karena ia punya jabatan sebagai Dekan ia harus lebih berhati-hati dalam memberikan statement.
Bagi saya beliau sangat terbuka dalam berdialog, bahkan tidak jarang muncul nasihat-nasihat beliau terhadap saya, terutama dalam menyelesaikan pendidikan, maklum sampai saat ini saya sedang berjibaku menyelesaikan S3 di UIN SU.
Ia sempat menjadi Pembantu Rektor II IAIN SU sebelum menjadi Dekan Fakultas Syariah (2008). Tidak lama setelah itu ia terpilih menjadi Rektor IAIN Sumatera Utara (2009-2013). Untuk yang kedua kali ia terpilih menjadi Rektor IAIN SU (2013-2017), dan akhir ia ditunjuk menjadi Rektor UIN Sumatera Utara hingga sampai akhir hayatnya.
Walaupun sudah menjadi Rektor namun ia tetap menerima jika saya ingin melakukan konfirmasi terutama tentang isu-isu yang berkaitan dengan keislaman.
Saya juga sering melakukan audiensi bersama adik-adik Pramuka dan adik-adik dari Lembaga Penerbitan Mahasiswa (LPM Dinamika), dan dia begitu sangat memberi respons terhadap kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan para mahasiswa.
Namun ia sering berpesan, jangan terbuai dengan kegiatan yang ada di kampus. Tugas Anda yang utama adalah menyelesaikan pendidikan di S1 ini, dan kalau memungkinkan melanjutkan ke program S2 atau S3,”ujarnya.
Saya teringat pada 2014, pada saat Perkemahan Wirakarya (PW) IAIN Se-Indonesia di Bengkulu, hampir empat jam saya menemani beliau untuk mengunjungi beberapa tempat bersejarah di Bengkulu. Tentu saja, banyak perbincangan yang saya lakukan, antara lain mengenai perkembangan IAIN SU yang akan menuju UIN-SU. Menurutnya ini adalah sesuatu yang harus ia selesaikan. Sulit memang tetapi ia bersama yang lain berusaha agar status IAIN menjadi UIN benar-benar terlaksana.
Ia juga banyak memberikan hal-hal perkembangan IAIN ke depan. Baginya IAIN harus mampu sejajar dengan kampus-kampus lainnya, karena itu tidak hanya sarana dan prasarana saja yang akan dibangun tetapi juga sumber daya manusianya.
“Jangan sampai sudah berstatus UIN tetapi SDMnya tidak mampu mengelolanya. Karena itu kita harus pacu keduanya,”ujar Prof. Fadhil waktu itu.
Ia mengakui mengelola perguruan tinggi seperti IAIN (yang kini menjadi UIN) bukanlah sesuatu yang mudah, perlu ada perencanaan yang matang. Karena itu semua komponen diharapkan saling dukung mendukung.
“Tidak mungkin saya yang bekerja sendiri, tentu harus semua. Baik itu para dekan, pembantu rektor, pegawai, dosen bahkan mahasiswa juga harus berperan,”ujarnya.
Kini keinginannya sudah tercapai yaitu di masa kepemimpinannya telah beralih status IAIN menjadi UIN-Sumatera Utara. Namun saya, di saat-saat pemikirannya masih sangat dibutuhkan beliau harus meninggalkan semuanya itu.
Prof. Fadhil telah meninggalkan kita. Ia tidak hanya meninggalkan istri dan anak-anaknya saja, tetapi juga meninggalkan seluruh apa yang ia telah bangun selama ini.
Kepergian Prof. Fadhil tentu menyentak semua orang, tidak hanya civitas akademika UIN-SU saja tetapi juga masyarakat Sumatera Utara khususnya dan Keluarga Besar Kementerian Agama Republik Indonesia.
Insya Allah, hari ini, Selasa (22/3) jenazah Prof. Fadhil akan disalatkan di Masjid Ulul Al-Bab Jalan Sutomo Medan sekira pukul 10.00 WIB.
Allahummagfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fu anhu.
Selamat jalan Prof. Fadhil semoga amal ibadahmu diterima Allah SWT. Insya Allah saya dan teman-teman yang lain akan terus berjuang untuk melanjutkan perjuanganmu dalam membesarkan UIN Sumatera Utara dan menjadi kampus yang disegani dan melahirkan para tokoh-tokoh yang akan berguna bagi agama, nusa dan bangsa.