Oleh: Rosni Lim
SEJAK pertama kali ditayangkan, serial India “Uttaran” terus mendapat respon baik. Tayangan perdananya pada September 2015, lalu menjadi trending topic di Twitter. Dilanjutkan dengan perolehan rating serial ini yang terus melejit. Bertahan di 5 besar program acara televisi dan berkali-kali memuncaki rating kedua.
Sukses besar dicapai “Uttaran”, membuat stasiun televisi yang bersangkutan mendatangkan para pemainnya. Nandish Singh, Tinaa Dattaa, Rashami Desai dan Pratima Kannan. Empat pemain didatangkan pada Maret 2016 lalu. Acara jumpa fans di Tanah Air dengan para pemain “Uttaran” berjalan sukses. Penonton membludak, para pemain dengan ramah dan riangnya menyapa para penggemar.
“Uttaran” berkisah tentang persahabatan Tapasya-Ichcha dimulai sejak kecil. Berlanjut dewasa, sampai ke generasi berikutnya. Persahabatan dua gadis cilik, mulanya tulus. Berubah menjadi pertentangan dikarenakan beberapa sebab. Persaingan prestasi di sekolah, pemuda impian dan perhatian orangtua. Berbagai konflik pun muncul karena campur-tangan pihak ke-tiga yang menghasut untuk memunculkan keraguan.
Kenapa dalam setiap film selalu ada konflik dan tokoh antagonis? Karena konflik dan tokoh antagonis adalah bagian dari sebuah film. Konflik yang dihadapi para tokoh di film, akan membuat kita melihat banyak hal. Cara tokoh protagonis menyikapi dan mengatasi konflik, adalah hal yang harus dijadikan pembelajaran.
Sebuah film tanpa konflik/tokoh antagonis, terasa datar dan membosankan. Pesan-pesan hidup bisa disampaikan lewat alur cerita, konflik dan cara-cara tokoh protagonis menyikapinya.. Bila pikiran kita masih belum terbuka, selalu mempertanyakan kenapa harus ada konfik/tokoh antagonis, maka sebaiknya menonton film dokumenter.
Tujuan utama film itu dibuat adalah untuk memberikan hiburan. Film yang baik, akan menyisipkan pesan-pesan hidup di dalamnya.
Seiring perkembangan zaman dan Iptek, segala hal terus mengalami perubahan/kemajuan. Manual menjadi digital, yang cetak menjadi online, yang edukasi pun bisa disampaikan melalui hiburan.
Tak terkecuali dalam film. Kita harus pintar-pintar melihat dan memikirkan, hikmah apa sebenarnya yang tersembunyi di balik sebuah cerita. Jangan hanya melihat kulit luarnya saja lalu langsung memvonis.
Hikmah utama yang kita petik: cara orangtua dalam mendidik anak akan sangat berdampak pada karakter dan sifat anak. Ichcha, tokoh protagonis, dididik oleh ibunya yang bijak, sabar, suka mengalah, dan penuh kasih-sayang. Tapasya, tokoh antagonis, dididik oleh neneknya yang dengki, culas, dan suka menghasut.
Nenek Tapasya cenderung mengarahkan Tapasya berbuat salah. Kebaikan Ichcha kepada Tapasya, dibelokkan Nenek menjadi sebuah kepura-puraan yang menimbulkan keraguan. Tapasya pun terhasut. Apalagi perhatian dari ayahnya, Jogi Thakur, lebih kepada Ichcha dibandingkan dirinya.
Persahabatan Tapasya-Ichcha menjadi retak dan memunculkan banyak konflik. Munculnya Veer yang disukai oleh keduanya, semakin memperuncing masalah. Di sinilah keseruan-keseruan muncul. Keseruan yang membuat penonton penasaran dan terus mengikuti.
Tokoh protagonis utama seringkali mendapat cobaan. Begitu satu cobaan teratasi, muncul lagi cobaan lain. Para netizen di fanspage bertanya, “Kenapa Ichcha selalu diberi cobaan? Kenapa hidupnya tidak pernah bahagia?”
Seperti didikan ibunya, Ichcha tumbuh menjadi seorang gadis yang sabar, ikhlas, selalu mengalah dan rela berkorban. Ungkapan “orang sabar disayang Tuhan”, berlaku juga. Setiap kali seseorang diberi cobaan, dia akan belajar untuk mengatasinya. Setiap kali berhasil melewatinya., orang itu akan semakin kuat/bijak.
Hidup Ichcha mungkin tidak bahagia di mata para pemirsa.Di dalam hatinya sendiri yang lapang, pengorbanan kepada sahabatnya (donor hati untuk menyelamatkan nyawa) adalah kebahagiaan terbesarnya.
Kesalahan yang diperbuat orangtua Tapasya, membiarkan seorang seperti Nenek mengasuh anak mereka, bisa kita jadikan pembelajaran. Sifat dan karakter Tapasya terbentuk dari didikan Nenek yang terlalu memanjakan dirinya. Kelakuannya yang salah seringkali dibenarkan, sedangkan Ichcha yang berbuat baik malah disalahkan.
Digemarinya serial “Uttaran” sampai memperoleh sukses besar di Tanah Air, menandakan minat pemirsa sudah bergeser. Mereka semakin kritis. Film yang mononton, kaku dan tidak menawarkan suatu hal baru, tidak akan lagi dilirik. Ini kenyataan yang tidak bisa dipungkiri.
Pesan-pesan hidup tidak hanya bisa disampaikan lewat kalimat-kalimat klise di buku ataupun khotbah. Lewat tayangan hiburan yang mana kita bisa memikirkan sendiri hikmah di baliknya. Hiburan yang berisikan pesan-pesan hidup itu, adalah hiburan berupa film-film yang mendapatkan respon baik.
Penulis; penikmat film.