Medan, (Analisa). Pemberantasan aksi premanisme oleh Polda Sumatera Utara harus benar-benar menyasar kepada para pelaku pemerasan dan pungutan liar yang menyebabkan biaya ekonomi tinggi bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) serta mengganggu iklim usaha di daerah ini.
“Kami mengapresiasi pembentukan Satgas Pemburu Preman Polda Sumut, tapi hendaknya yang diburu adalah preman yang benar-benar melakukan praktik pungutan liar atau pemerasan terhadap UMKM. Sebab hingga sekarang, aksi-aksi pungutan liar atau pemerasan masih saja dirasakan oleh pelaku usaha,” ujar Direktur Eksekutif Pusat Informasi dan Pengembangan Bisnis (PINBIS) Indonesia Maskur Abdullah, di Medan, Rabu (20/4).
Demikian juga dikatakan Sekretaris Forum Daerah Usaha Kecil dan Menengah (Forda UKM) Sumatera Utara Muhammad Fachriz Tanjung. Fachriz menyebutkan, sepanjang Maret – pertengah April 2016, aksi pungutan liar (pungli) oleh preman masih terjadi di hampir semua daerah di Sumatera Utara. “Ini bukti kuitansi pemalakan,” kata Fachriz Tanjung sambil menunjukkan lembaran kuitansi.
Fachriz diampingi Tjia Susanto Wijaya, Wakil Ketua Forda UKM Sumut menyebutkan, ‘pemalakan’ ini biasanya dilakukan oleh preman yang berlindung di bawah organisasi/ lembaga tertentu. Modusnya, saat mobil niaga berhenti untuk menurunkan produk ke sebuah toko/kios, preman ini datang menyodorkan kuitansi pungutan, meski pun mereka sama sekali tidak ikut bekerja menurunkan barang. Para preman ini akan memaksa sopir untuk membayarnya, atau akan terjadi pertengkaran dan pengancaman bila sang sopir menolaknya.
Edi, salah seorang manajer sebuah usaha distribusi makanan ringan mengatakan, para sopir sering bertengkar dengan preman saat menurunkan barang/produk, tapi sopir tidak bisa berbuat banyak dan harus meladeni oknum preman.
Untuk setiap kunjung (satu trip) di satu daerah, misalnya Belawan, bila penurunan produk terjadi di beberapa titik, maka pungutannya juga terjadi beberapa kali, dan bila semua dijumlahkan bisa mencapai antara Rp120 ribu hingga Rp150 ribu. “Begitu juga di Tanjungmorawa, Lubukpakam, Galang, Stabat, Pangkalan Brandan dan daerah lainnya,” kata Edi, yang mengaku pernah membuat laporan ke Polda Sumut terkait aksi premanisme tersebut.
Menguasai jalan lintas Sumatera
Sementara modus lainnya, yang sebenarnya harus juga diberantas habis oleh aparat penegak hukum, khususnya Polda Sumut, adalah aksi premanisme yang ‘menguasai’ jalanan, sepanjang jalan lintas Sumatera. Untuk setiap kenderaan niaga, oknum di organisasi/lembaga tertentu akan mewajibkan kepada pengusaha untuk mendaftarkan kenderaan niaganya di organisasi/lembaga itu dengan membayar bulanan atau tahunan. Kemudian pada setiap bak mobil niaga akan diberi tanda (cap/logo) nama organisasi/lembaga tersebut. Itu artinya, bila di mobil niaga tidak ada tanda (cap/logo), maka sepanjang perjalanan akan mengalami masalah gangguan keamanan.
“Jadi untuk satu mobil niaga bisa tertulis antara 4 hingga 7 logo dari organisasi ‘pemalak’ jalanan bila ingin aman di jalan. Tidak sulit mendeteksi praktik ini, dan kami percaya bahwa Satgas Pemburu Preman Polda Sumut akan memberantas parktik-praktik yang merugikan ekonomi tersebut,” tegas Fachriz Tanjung. (rrs)