Gunakan Waktu Tersisa untuk Kebaikan

Fudhail bin Iyadh merupakan salah seorang sufi yang hidup semasa dengan Khalifah Harun al-Rasyid.

Suatu hari, ia berjumpa seorang kakek tua yang sedang bersandar di tongkatnya. Fudhail bertanya, “Berapa usia tuan?”

Sang kakek menjawab, “Enam puluh tahun.”

Fudhail bertanya lagi, “Apakah usia 60 tahun tuan gunakan untuk ketaatan kepada Allah? Tuan hampir sampai menemui ajal,” ujarnya.

Mendengar hal itu, sang kakek itu menangis tersedu-sedu. Ia berkata, “Aku bingung. Umurku terbuang percuma. Aku banyak melakukan dosa. Aku pun tak tahu, apa yang akan Allah perbuat untukku.”

Mendengar ungkapan tulus itu, Fudhail menawarkan solusi. “Mau aku beri tahu jalan keluarnya? Pergunakan waktu tersisa untuk kebaikan, niscaya Allah SWT mengampuni kesalahan yang telah lalu,” kata Fudhail.

Dialog ini sangat inspiratif dan mendorong kita untuk merenung. Paling tidak ada tiga hal penting dalam hidup ini, yaitu usia, dosa, dan amal saleh sebagai bekal atau persiapan menyongsong kematian (al-isti`dad li yaum al-ma`ad).

Dalam hal usia, mungkin kita tidak sadar tiba-tiba kita merasakan bahwa kita sudah tua. Bayangkan dulu kita masih dikatakan anak-anak, berubah menjadi remaja dan dewasa, kini kita sudah menjadi orangtua. Tentu saja usia kita saat ini tidak muda lagi banyak proses yang telah dialami baik suka maupun duka. Waktu begitu cepat berputar dan tanpa terasa usia kita sudah beranjak menuju takdir yang telah ditetapkan Allah. Lalu pertanyaannya apakah usia yang kita miliki ini semuanya dipergunakan untuk kebaikan? Jelas jawaban­nya tidak. Bahkan kalau kita mau jujur, maka lebih banyak kita menggunakan usia yang kita dapatkan kepada hal-hal yang dimurkai Allah, padahal sebenarnya usia adalah waktu yang disediakan Tuhan untuk ibadah (QS Al-Furqan [25]: 62).

Inilah pertanyaan Fudhail yang mesti kita renungkan. Pada hakikatnya keberha­silan usia tidak terletak pada jumlah (kuantitas)-nya, tetapi pada kualitas dan keberkahannya. Aapalah arti usia panjang tetapi dipergunakan untuk kemaksiatan. Karena itulah Rasulullah Saw mengi­ngatkan: “Sebaik-baik manusia adalah orang yang panjang umurnya dan bagus amalnya.” (HR Tirmidzi dan Ahmad dari Abi Bakrah).

Dalam hal dosa, banyak di antara kita yang lupa bahwa dosanya sudah menum­puk. Bayangkan dengan usia yang panjang tidak sekalipun kita berusaha untuk mem­perbaiki diri, karena kita pada umum­nya, lebih mengingat kebaikan daripada dosa dan kesalahannya. Kita merasa di usia yang senja ini sudah banyak kebaikan yang kita lakukan, namun kita tidak sadar berapa sebenarnya kesalahan yang kita lakukan. Boleh jadi kesalahan atau dosa yang kita lakukan melebihi dari perbuatan baik kita. Ingat Allah SWT tak pernah lupa. Dia terus mencatat dosa manusia, dan memperlihat­kannya kelak di hari Kiamat. (QS al-Muja­dilah [58]: 6). Karena itu bagi mereka yang diberi usia panjang selalulah mengi­ngat-ingat dosa yang dilakukan, jangan selalu mengingat-ingat pahala yang kita lakukan. Kalau hanya mengingat pahala (kebaikan) saya khawatir akan timbul rasa sombong dan riya dihadapan manusia dan Allah, kalau sudah begini maka amalan baik kita akan hilang. Atau kita merasa bangga karena mungkin kita tidak pernah melakukan dosa besar, tetapi ingat, apakah setiap hari kita tidak melakukan dosa kecil? Dan ketika dosa kecil ditumpuk-tumpuk samalah artinya kita nanti akan menerima dosa besar. Untuk itu berusahalah untuk menghapus dosa yang kita lakukan tersebut apakah itu dengan bertaubat jika kita melakukan kesalahan kepada Allah dan meminta maaf jika kita melakukan kesala­han kepada manusia. Taubat adalah akses yang disedia­kan Tuhan bagi hamba-hamba-Nya yang ingin kembali ke jalan-Nya. Bagi mere­ka yang bertaubat, Allah menyediakan paha­la dan ampunan. (QS al-Furqan [25]: 70-71).

Dan terakhir dari kisah Fudhail di atas berkenaan dengan amal saleh. Secara harfiah, amal saleh bermakna kerja atau perbuatan yang mendatangkan kebaikan. Berbeda dengan amal buruk yang tentunya mendatangkan keburukan.

Allah mengingatkan kepada kita: “Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhan­nya, maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh, dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhan­nya." (QS al-Kahfi [18]: 110).

Bagaimanapun juga amalan baik adalah tujuan yang harus kita lakukan di dunia ini. Ia merupakan manifestasi dari ibadah. Di mana ibadah menuntut kepada keikhlasan beramal kepada Allah (hablum min Allah) tetapi tidak melupakan hubungan baik dengan sesama manusia (hablum min nash). Maka bila ini dilakukan maka umur yang ada pada kita, insya Allah bermanfaat.

()

Baca Juga

Rekomendasi