Oleh: Syafitri Tambunan. Walikota Gwangju Korea Selatan, Yoon Jang Hyun, berkunjung Rabu (25/5) guna memeringati 19 tahun program ‘Kota Kembar’ (Sister City) antara Medan dan Gwangju. Bersama timnya, pemimpin daerah di 'Negeri Gingseng' ini mendatangi sejumlah tempat, beberapa di antaranya Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Medan, Kantor Walikota Medan, Istana Maimun, dan beberapa lokasi lainnya.
Selain tempat-tempat pemerintahan tadi, ternyata, ada satu tempat lagi yang didatangi ‘Yoon’ yang kemudian sempat menarik 'mata' para pejalan kaki dan pengendara. Kunjungannya ke tempat ini pun cukup menyibukkan beberapa pejabat terkait. Kecil, tapi tempat ini menjadi saksi persaudaraan antara Kota Medan dan Kota Gwangju yang dideklarasikan pada 24 September 1997.
Prasasti Peresmian Jalan Gwangju (Korea) di Kota Medan, letaknya di Jalan Ahmad Yani Medan ini, diresmikan tahun 2005 yang ditandatangani Walikota Medan dan Walikota Gwangju di masa itu. Sementara, di Gwangju Korea Selatan, pada tahun 2008 pun berdiri tatengger yang sama bertuliskan Medan Road. Tatengger berisikan perjanjian Sister City yang dibuat bersama di masa itu disebut-sebut karena keduanya punya banyak kesamaan, misalnya makanan terbaik ataupun luas area.
Tatengger ini, memang, belum cukup 'lawas' namun pasti sangat berharga bila dilihat para generasi mendatang, 20 tahun atau 50 tahun mendatang. Dengan terjalinnya Sister City ini, kunjungan wisatawan ke Medan, idealnya, meningkat karena para wisatawan asal negeri itu dipastikan penasaran bagaimana 'wajah' kota 'saudara'nya ini sekarang dibandingkan tahun-tahun lalu. Atau, sekadar melihat persamaan atau perbedaan antara kedua 'saudara' ini.
Medan sendiri punya banyak ‘saudara', beberapa di antaranya Ichikawa Jepang, George Town Malaysia, Chengdu Tiongkok, dan lainnya. Melihat ini, sebenarnya menjadi kesempatan emas bagi Medan di bidang industri pariwisata. Setidaknya, program Sister City akan menimbulkan kerja sama di beberapa bidang, misalnya pendidikan, budaya bahkan ekonomi.
Kesempatan ini, juga menciptakan peluang potensi wisata berkelanjutan antara dua kota, bahkan negara. Sebab, beberapa kerja sama, akan membuat keduanya akan saling berkunjung, melihat perkembangan kerja sama itu, ataupun meningkatkan lagi apa yang bisa mengikatkan keduanya.
Yang menjadi pertanyaan, jika Kota Medan kedatangan para wisatawan dari berbagai negara tadi, apakah pendukung pariwisata sudah siap? Siap dalam hal fasilitas serta kualitas petugas pariwisata.
Padahal, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2016 sudah berjalan selama hampir setengah tahun. Sektor pariwisata juga menjadi salah satu bidang di pasar bebas ASEAN ini. Namun, belum ada geliat atau gerakan signifikan dari pelaku wisata di Kota Medan. Sementara, kesempatan pariwisata berkelanjutan cukup berpeluang untuk diraih dari momentum Sister City yang dimiliki Kota Medan. Jika terlalu lama ‘sepi’, tinggal tunggu waktu, warga sendiri menikmati kesempatan ini, atau memang sengaja menunggu kehadiran pegiat wisata dari 9 negara ASEAN lainnya.