Pesona Gemstone

Carving, Jenis Baru Usaha Batu Akik

Oleh: Sari Ramadhani

GEMSTONE atau lebih dikenal dengan istilah batu akik, tersebar luas di berbagai daerah di Indonesia. Umumnya bahan mentah gemstone yang berupa bongkahan banyak dijadikan batu cincin dan liontin. Berbagai jenis batu dengan keindahan yang ber­beda-beda mampu memikat mata para kolektor kala sudah dibentuk menjadi cincin dan liontin.

Sampai saat ini, bentuk lain yang dapat dijumpai dari olahan bongkahan gemstone masih belum terlalu variatif dan imajinatif. Kebanyakan peng­rajin dan penggosok masih berkutat untuk meng­gosok gemstone menjadi berbagai bentuk batu cincin dan liontin dalam ukuran yang berbeda. Hal itu karena sebagian besar selera masyarakat masih terpaut pada kedua jenis itu.

Namun, beda halnya dengan pria bernama M Reza ini. Ia membuat suatu terobosan baru untuk mengolah bongkahan gemstone menjadi bentuk yang terbilang masih baru, namun apik dan mena­rik dipandang mata. Bentuk ini disebut Carving.

Carving dalam bahasa Inggris berarti teknik memahat atau mengukir sesuatu benda. Sama halnya dengan teknik ukir pada kayu, mengukir pada bongkahan batu pun sama detilnya. Mengukir satu bongkahan batu menjadi satu bentuk menarik, misalnya bentuk-bentuk binatang merupakan peker­jaan yang membutuhkan konsentrasi dan fokus.

Penggosok dituntut memiliki ketelitian tinggi saat mengukir dan memahat bongkahan batu menjadi satu bentuk yang diinginkan. Jika satu bongkahan akan diukir, pemahat batu harus benar-benar detil saat mendesain dan mengukirnya. Karena jika ada kesalahan sedikit saja saat mema­hat, maka bongkahan batu itu akan hancur dan tidak dapat digunakan kembali. Kondisi ini akan merugikan pedagang batu.

M Reza berujar, awalnya, para kolektor hanya datang melihat-lihat dan datang ke tokonya di Pasar Batu Medan untuk melihat batu cincin seperti biasa. Namun, karena di toko itu juga dipajang beragam batu yang dibentuk dengan teknik carving, para pecinta batu tertarik. Sejak saat itu, kolektor berda­tangan ingin meme­san carving sesuai bentuk yang mereka inginkan.

"Untuk batu carving, kita sis­temnya pesan lalu kita buat. Peme­san bebas memilih batu apa saja untuk ukiran yang ia inginkan. Bentuk, warna dan ukuran batunya juga sesuai permintaan para kolek­tor," ujarnya.

Satu ukiran, disebutnya, akan menghabiskan satu bongkahan gemstone. Misalnya berat bongka­han batu mencapai 10 kilogram. Untuk mengha­silkan satu bentuk ikan cantik akan membutuhkan 5 kilogram saja. Lalu 5 kilogram sisanya sudah pasti terbuang. Batu yang biasa digunakan Reza untuk membuat carving sangat bera­gam, di anta­ranya, ada Batu Sulaiman, Lavender, Giok dan banyak lagi lainnya.

Dalam teknik carving, resikonya lebih besar daripada batu cincin. Saat pengerjaan carving batu, tambah Reza, jika tekstur batunya ada yang lunak, kemudian saat diukir salah mengi­kuti serat batu, maka akhirnya batunya pecah dan tidak dapat digunakan lagi. Oleh karena itu sangat dibu­tuhkan pemahat yang penuh kehati-hatian.

Reza merupakan warga Medan asli. Ia sudah eksis berjualan batu sejak kehebohan gemstone beberapa waktu lalu. Namun, untuk pengrajin batu carvingnya, Reza mendatangkan langsung teman-temannya dari Jawa. Bongkahan batu koleksinya umumnya dida­tang­kan dari rekannya sesama pecinta batu yang tersebar di seluruh Indonesia. Saat ini, ia memiliki stok bongkahan batu kira-kira lima sampai sepuluh ton yang terdiri dari berbagai jenis batu akik.

"Pengrajin kita datangkan langsung dari Jawa. Mereka bukan pemahat batu, namun mereka sangat menguasai teknik mengukir kayu. Lama waktu mengukir yang kita butuhkan tergantung dari benda apa yang akan kita buat, misalnya untuk kura-kura, pemahatmembutuhkan waktu tiga hari untuk menyelesaikannya. Sedangkan untuk bentuk ikan, kemungkinan dua sampai tiga jam sudah selesai," jelas lelaki bertubuh jangkung ini.

Reza tak menampik jika beberapa tahun bela­kangan ini tren gemstone sudah mulai memu­dar. Hal itu yang membuatnya percaya diri untuk menggeluti bisnis batu dengan teknik carving ini. Menurutnya, teknik carving batu belum terlalu familiar di kalangan pecinta dan pedagang batu di Medan.

Pemuda ini memuturkan, target bisnis teknik carving ini lebih kepada kolektor batu. Ia menerima pesanan batu carving dalam bentuk apapun dan siapapun boleh pesan, baik pecinta batu maupun tidak. Skema yang Reza tawarkan sangat menarik.

Pemesan mula-mula harus membuat sketsa barang apa yang akan dibentuk dari batu pili­hannya. Desain disesuaikan dengan kemauan pembeli. Misalnya, sketsa  peman­dangan, cangkir kopi, bunga dan sebagainya.

"Saya pikir ini pasar yang bagus. Gemstone berbentuk batu cincin dan liontin sudah biasa. Jadi, menurut saya membuat bentuk batu menjadi lebih menarik, seperti bentuk-bentuk hiasan akan lebih diminati para pecinta batu dan kolektor," bebernya sangat percaya diri.

Sebelumnya, Reza juga berjualan batu cincin layaknya pedagang batu pada umumnya. Ia baru menjalani bisnis batu dengan teknik carving selama enam bulan terakhir. Namun, karena menurutnya pasar batu teknik carving lebih menjanjikan, saat ini Reza lebih fokus menggeluti bisnis pahat batu ini.

"Awalnya saya mulai dengan bentuk naga yang dibuat dari bongkahan Batu Giok Sabun. Warna Gioknya hijau kekuningan. Batu jenis ini sangat apik untuk dibentuk-bentuk," ucapnya.

Tak hanya karena saingannya yang masih sedikit, teknik carving batu juga didukung harga batu bongkahan yang tidak terlalu mahal. Hal ini membuat Reza tidak kesulitan mencari bahan baku untuk menjadikan batu menjadi ukiran. Saat ini, bongkahan batu masih ada yang dijual seharga Rp100 ribu per kilogram.

"Di Medan belum banyak yang menggeluti usaha carving. Teman-teman penggila batu di Medan banyak pesan sama saya. Mulai dari mangkok makan, piring, garpu, teko, pot bunga dan berbagai bentuk hiasan rumah lainnya. Saya juga pernah mendapat pesanan dari China, mereka kirim contoh sketsa ke saya, kami ukir dan dia mau ambil langsung pesanannya ke Medan," jelasnya.

Selama mendalami teknik carving, omzet Reza sangat lumayan dan mengalami peningkatan dari berjualan batu cincin yang ia geluti sebelumnya. Peminat carving paling banyak memesan bentuk hewan-hewan, dan bentuk naga mendominasi pesanan para kolektor.

Untuk harga, Reza mematok bentuk ikan kecil seharga Rp500 ribu per satu ukiran. Lalu, ia pernah menjual batu dengan teknik carving untuk kolektor dari luar Medan berbentuk pemandangan seberat 30 kilogram dengan harga Rp18 juta. Harga batu carving yang ia jual bervariasi, tergantung motif, corak dan bahan bongkahan batu.

"Bahan yang banyak peminatnya untuk kita buat carving adalah Black Jade karena disinyalir dapat menetralisir racun. Biasanya batu ini kita buat untuk cangkir kopi. Kemudian bahan Giok karena dianggap dapat menenangkan pikiran. Kalau Giok kita buat untuk hiasan di rumah atau bantal batu untuk penyembuhan rematik," pungkasnya.

()

Baca Juga

Rekomendasi